Part - 14

23 1 0
                                    

Liburan sekolah telah usai. Kini saatnya bagi Raina untuk meninggalkan Ciwidey dan kembali ke kota Bandung. Siang itu, Raina sedang mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawanya pulang

..................

"Neng, periksa lagi barang-barang Noni ya. Awas ada yang ketinggalan!"

Bu Hasyim yang saat itu sedang berada di ruang televisi mengingatkan Neneng dengan suara lantang.

"Baik nya ..." Jawab Neneng menyahut dari teras depan sambil menumpuk sebuah tas travel kulit warna cokelat muda di atas koper pink milik Raina.

"Noni di mana, Neng. Udah siap-siap?"

Bu Hasyim mengangkat wajah dari majalah yang berada di atas pangkuannya ketika menyadari kehadiran Neneng yang melintas di depannya.

"Ee ... mungkin masih di kamarnya, Nyonya. Sepertinya sudah nya."

Neneng pun menghentikan langkahnya dan berdiam diri sejenak di hadapan bu Hasyim. Mereka hanya terhalang oleh sebuah meja ukuran besar berbahan kayu yang berbentuk potongan pohon beserta akarnya.

"Oooo ya sudah. Panggil Noni ke sini ya Neng kalau Noni sudah selesai."

"O, iya ... Baik nyonya. Neneng permisi dulu ...."

Balas Neneng seraya membungkukkan tubuhnya penuh hormat sebelum melanjutkan langkahnya menuju ke kamar Raina yang berada di depan ruang makan.

                                                        ****

Sementara itu Raina masih berada di dalam kamarnya yang selama ini menjadi tempatnya berbagi rahasia. Tentang rindu, gelisah, sedih dan perasaan cintanya pada Duta yang saat ini mulai tumbuh bersemi. Ada perasaan berat yang mendekap hatinya ketika akan meninggalkan tempat ini. Rasanya ia masih ingin tinggal lebih lama lagi.

["Mungkin benar apa yang dikatakan Duta tentang cinta. Sebuah perasaan baru yang datang tiba-tiba tanpa permisi namun tak dapat kita tolak kehadirannya ...."]

Raina mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dengan tatapan nanar seolah tengah memeluk seluruh kenangan yang tertinggal di tempat ini. Rasa sesak di dalam dadanya membawa Raina mengayunkan langkahnya menuju jendela di ujung ruangan yang terbuka lebar.

Kini tatapannya terbuang keluar jendela memandang panorama pegunungan yang terhampar indah di depannya. Sentuhan semilir angin yang membelai wajah cantiknya untuk sejenak menenangkan kegelisahannya.

Tok-Tok-Tok

Suara ketukan di depan pintu kamarnya menyadarkan Raina dari lamunannya.

"Non .... Neneng boleh masuk?" Wajah manis Neneng menyembul dari balik pintu.

"Ada apa, Neng?"

Raina membalikkan tubuhnya dan berjalan menghampiri Neneng yang sedang memeriksa lemari pakaian.

"Neneng disuruh sama nyonya untuk meriksa lagi barang-barang Noni, takut ada yang ketinggalan ..." Ujar Neneng seraya menutup lagi pintu lemari dua pintu itu.

"Oooo ... Terus, abis itu kamu disuruh mami buat manggil aku kan?' Tanya Raina seolah dapat menebak – sambil bersandar separuh badan di depan pintu lemari yang baru saja ditutup oleh Neneng.

"Iya, non. Kata nyonya... Noni ditunggu di ruang televisi, non." Ujar Neneng lagi dan berjalan menjauhi Raina untuk menuju jendela lalu menutupnya rapat.

"Ok. Aku ke sana sekarang. Nanti tolong bawain tas kecil aku ke depan ya, Neng."

"Iya ..." Sahut Neneng yang kini beralih memeriksa kamar mandi yang terletak di sudut ruangan.

Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang