Part - 32

16 3 0
                                    

"Begini pak Hasyim dan ibu ... maksud kedatangan kami bersama keluarga malam ini, selain turut memeriahkan kelulusan Raina, kami juga ingin menyampaikan maksud kami untuk melamar Raina."

Ucapan pak Adipati Sanjaya yang terakhir mungkin tidak begitu mengejutkan bagi pak Hasyim dan istrinya namun tidak bagi Raina. Kata-kata pak Adi yang baru saja ia dengar laksana tembakan meriam yang melesat tepat mengenai jantungnya. Duar!

["Apa, melamarku?"] Batin Raina terkejut setengah mati

Dan Rega yang duduk di sebelah pak Adi tampak menundukkan pandangannya dengan kedua tangan yang bertaut di antara lututnya.

"Eee saya mengerti pak Adi tapi sebaiknya saya tanya dulu sama putri saya mengenai lamaran pak Adi. Gimana non?"

Ujar pak Hasyim bijak seraya menoleh pada Raina yang terduduk diam di samping ibunya, nyonya Alifa – yang juga langsung mengarahkan tatapannya pada Raina.

"Maaf pi, sepertinya saat ini noni mau berkarir dulu. Rasanya noni belum siap jika harus menikah muda." Jawa Raina tegas.

"Nah, begitu pak Adi jawaban dari Raina ..."

Pandangan pak Hasyim kini beralih pada Adipati Sanjaya yang duduk di hadapannya.

"Hehehe ... ya, saya faham pak Hasyim tapi ... maksud om gak langsung nikah juga Ray. Bertunangan saja dulu sama Rega. Lagian Rega juga masih menyelaikan tugas koas-nya. Yaaa kalian sama-sama berkarir dulu lah. Gitu loh."

Jelas pak Adi sumringah dan disambut hangat oleh bu Hasyim dengan nada ceria.

"Naahh ... ngerti kan maksudnya om Adi, non. Gimana?"

"Ngerti mi. Tapi noni butuh waktu. Akan noni pikirin lagi." Balas Raina tanpa memandang Rega yang tengah menatapnya.

"Ya kita tunggu jawabannya ya, Ray. Gak perlu terburu-buru ... santai saja. Kalau jodoh tak kan lari ke mana. Ya kan hehehe ..." Ujar pak Adi sambil menepuk paha Rega penuh makna.

Rega yang berada persis di sebelahnya pun hanya menyunggingkan seulas senyuman. Wajah tampannya tampak bersemu merah jambu.

"Hehehe ya, kita serahkan semuanya sama anak-anak kita pak. Mereka kan sudah sama-sama dewasa, sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Ya kan mi?"

Sambut pak Hasyim bijak seraya meraih jemari bu Hasyim seolah memberi isyarat agar tak berkata apa-apa lagi. Akhirnya bu Hasyim pun hanya mengangguk dengan senyum tipis yang dipaksakan.

                                                           ****

Siang itu Raina dan Olivia, sahabatnya semasa SMAdulu – sedang menikmati makan siang di sebuah restoran Jepang cepat saji – berlogo tokoh Taro dan Hanako dalam bulatan hijau terang – yang terletak di kawasan mall BTC, (Bandung Trade Center) yang berada di daerah Cicendo.

"Jadi, kamu belum kasih jawaban Ray?"

Tanya Olivia di antara hidangan bento special yang sedang dinikmatinya.

"Belum Liv. Aku masih bingung ..."

Raina menggeleng sambil mencomot satu buah Ekkado di depannya dengan sumpit lalu meletakkannya dalam piring miliknya yang berisi Chicken Steak yang disajikan dengan Salad Porsian.

"Bingung kenapa? Rega itu udah paket komplit Ray. Barang langka. Tunggu apalagi?"

Olivia melirik Raina sekilas dan kembali asik dengan Ebi Furai di tangannya.

"Buat orang lain mungkin iya, Liv ... tapi buat aku lain lagi. Aku tuh belum bisa menerima kehadiran Rega di hati aku."

Penjelasan Raina kontan saja membuat Olivia menghentikan aksinya lalu menatap Raina lekat. Wajahnya kali ini menunjukkan keseriusan.

"Makanya, buka hati kamu Ray dan lupakan masa lalumu. That's it. Lama-lama kamu bakal bisa mencintai Rega kok." Ujarnya seraya menyeruput sedikit Cold Ocha, minuman favoritnya.

"Hmmm entahlah, Liv. Aku masih butuh waktu." Ujar Raina disela kudapannya.

"Butuh waktu sampai kapan? Entar Reganya keburu disambar orang loh!"

Kali ini mimik Olivia yang oriental itu disertai senyuman lebar.

Raina pun hanya mengangkat bahu diiringi gerakan bibir mungilnya yang tampak ditarik ke bawah membentuk setengah lingkaran.

"Pokoknya, sebelum acara wisudaku bulan depan ... kamu harus udah kasih jawaban Ray. Dan harapanku sih jawabannya, Yes I do. Biar kita bisa double date!"

Tak urung kata-kata Olivia berhasil membuat Raina beralih menatap sahabatnya itu.

"Emangnya, kamu udah punya pacar sekarang Liv?" Tanya Raina penasaran.

"He-em aku pacaran sama Arnold udah dari pertengahan kuliah dan abis aku wisuda nanti, kita berencana mau tunangan."

"Arnold? Kok, aku baru denger ..."

Alis Raina tampak bertaut dan sejurus kemudian meraih minuman Blue Ocean yang menyegarkan tenggorokannya.

"Iya, dia anak UNPAD juga cuma beda fakultas. Aku Psikologi, Arnold anak Geologi. Satu Angkatan sama Rega kayaknya deh. Aku belum berani cerita sama kamu karna saat itu, aku juga belum yakin kalo dia serius sama aku." Papar Olivia.

"Terus, akhirnya ...yang bikin kamu yakin sama Arnold itu apa Liv?"

"Dia datang sama orangtuaku dan langsung minta sama papa."

"Oya, terus kamu langsung terima?" Mata Raina membulat.

"Ya, lah ... masa iya-iya dong!" Jawab Olivia tergelak.

Sontak saja jawaban Olivia pun membuat Raina latah tertawa.

"Kok, kamu gak pake mikir dulu, Liv?" Tanya Raina disela sisa tawanya.

"Denger ya Ray. Laki-laki kalo udah dateng sama keluarga kita, tandanya dia serius. Tapi, kalo abis itu dia pergi, artinya keseriusan dia patut dipertanyakan."

"Gimana sih maksudnya, aku gak ngerti." Sambar Raina penuh tanya.

"Maksud aku .... Niat seseorang itu bisa dilihat dari ucapannya dan keseriusan seseorang baru bisa dinilai dari tindakannya." Jelas Olivia tersenyum.

Jujur saja, kata-kata Olivia saat itu membuat banyak pertanyaan yang berenang bebas dikepala Raina. Dan salah satunya tentang kepergian Duta, duapuluh tahun yang lalu.

["Andai dia serius, dia tidak akan pernah pergi ..."]

Batin Raina seolah memberi kesimpulan akan penjelasan yang baru saja disampaikan oleh sahabatnya, Olivia. Tak urung, ia pun membandingkannya dengan Rega. Sejak dirinya mengenal Rega saat masih SMP dahulu, Rega tidak pernah pergi meninggalkannya meskipun ia terkadang mengacuhkan kehadiran Rega. Apakah ini jawaban baginya untuk menerima pinangan Rega?


                                                                ~ oOo ~. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang