SEPERTI normalnya suasana di sebuah acara resepsi pernikahan, rekan-rekan terdekat serta kerabat yang datang sudah pasti akan turut merasakan kebahagiaan yang amat sangat. Hal tersebut dapat terlihat jelas tatkala satu per satu dari mereka naik ke pelaminan untuk menyampaikan ucapan selamat disertai kalimat-kalimat lainnya kepada pengantin dengan raut gembira yang begitu kentara. Lalu ketika tiba masuknya sesi foto bersama, senyum-senyum lepas terlukis dengan indah di wajah mereka.
Ah, kecuali satu orang. Satu-satunya yang tampak murung kendati ia berdiri dekat dengan pengantin pria. Semuanya tidak menyadari hal tersebut, sampai sesuatu tiba-tiba terjadi, yang seketika sukses mengundang atensi tamu undangan.
Cairan bening mulai memenuhi pelupuk mata gadis itu. Sebab tak kuasa lagi untuk dibendung, pada akhirnya sedikit demi sedikit meluncur bebas di pipi hingga kian lama kian deras. Kemudian, ia mulai terisak-isak. Ketika sang pengantin pria mendengarnya, segera saja ia bertanya dengan cemas. Namun, alih-alih menjawab, si gadis malah memeluknya erat. Tangisannya pun semakin menjadi saja tanpa peduli akan membasahi jas hitam yang dikenakan oleh laki-laki itu.
"Kenapa sih, kok tiba-tiba nangis gini? Perasaan dari tadi kamu nggak kenapa-napa Abang lihat," ujar Wira, laki-laki yang baru resmi menjadi seorang suami hari ini. Walaupun diserang oleh kebingungan, Wira tetap berusaha menenangkan sang adik dengan mengusap-usap punggungnya yang terlapisi oleh kain satin berwarna hitam.
Xenna, gadis itu, hanya menggeleng dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia malah kian mempererat dekapannya.
"Xen, jawab dong, Abang kan jadi bingung kalau kamu diem aja."
"Mas," seseorang menyela. Ialah Renatha, pemeran utama wanita dalam acara hari ini. Sembari mengangkat sedikit bagian bawah gaun putih panjangnya, Renatha mendekati Wira dan menyentuh bahunya. "Udah, jangan ditanya begitu. Masa kamu nggak ngerti kalau dia lagi sedih karena ditinggal nikah sama abangnya sendiri?"
Wira menoleh dengan alis yang menyatu. "Masa iya sedih sampe sebegininya, Ren? Padahal dia sendiri loh, yang semangat banget nyuruh aku buat cepet-cepet ngelamar kamu."
Gemas mendengar jawaban sang suami, Renatha lekas melayangkan pukulan pada lengan atasnya. "Bisa-bisanya kamu ngomong begitu, Mas. Udahlah, kamu mana ngerti gimana rasanya. Jadi lebih baik kamu diam aja."
"Sayang, kita baru aja nikah loh, kok kamu udah main KDRT aja, sih?" Wira menggerutu. "Lagian nih, dulu aku kayaknya nggak sedih-sedih amat waktu Bang Vandi nikah."
"Ya nggak bisa kamu samain gitu aja, dong. Udah deh, nggak usah ngomong yang nggak-nggak lagi kamu."
Tak lama setelah itu, laki-laki yang namanya baru saja disebut lekas memunculkan batang hidungnya. Ia naik ke pelaminan dengan tergesa melihat adik bungsunya menempel pada Wira sambil tersedu-sedan. Di belakangnya, Papa yang baru kembali dari toilet ikut menyusul dan turut cemas melihat pemandangan tak biasa di sana. "Xenna, sini sama Abang, yuk? Nggak enak diliatin tamu yang lain." Vandi menarik Xenna dengan lembut, sampai akhirnya gadis itu mau menarik diri dari tubuh Wira. Kedua mata Xenna merah dan membengkak sementara riasan wajahnya tampak sedikit kacau. Vandi pun lekas mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap air mata sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...