❀ 12 - Hadirnya Teman-Teman Janu

1.7K 225 16
                                    

USAI cuci muka dan sikat gigi, Xenna mengambil langkah menuju teras seraya menguncir rambut panjangnya secara asal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

USAI cuci muka dan sikat gigi, Xenna mengambil langkah menuju teras seraya menguncir rambut panjangnya secara asal. Makin dekat, musik dangdut yang memasuki indra pendengarannya kian jelas. Sesampainya di sana, Xenna pun lekas mendapati pemandangan Papa yang tengah sibuk mencuci mobil--yang terparkir di carport--sambil sesekali turut melantunkan lagu seolah ia adalah seorang penyanyi dangdut profesional, bahkan beberapa kali sampai mengambil jeda hanya untuk menggerakkan badan sesuai irama.

Xenna yang melihat itu nyaris saja menyemburkan tawa kendati ia sudah sering menyaksikannya setiap akhir pekan tiba, di mana Papa libur bekerja dan akan menikmati waktu santai yang ia punya. Iseng, Xenna pun turut meramaikan dengan berseru, "Asik, goyang terus, Pa!"

Mendengar itu, kontan saja Papa berbalik menoleh, lalu ia hentikan aktivitasnya sejenak dan malah fokus meneruskan nyanyiannya, bersikap seolah Xenna adalah seorang penonton dalam konsernya. "Jangan, jangan dulu ... janganlah diganggu ... biarkan saja, biar duduk dengan tenang," nyanyian Papa lekas mengundak kikikan geli dari Xenna akibat suara yang pas-pasan serta cengkok yang dibuat-buat.

Xenna lantas bertepuk tangan seraya menggeleng-geleng takjub. "Udah, Pa, udah cocok. Cocok banget kalau Papa mau ikutan Dangdut Academy," ujar gadis itu jenaka.

Papa pun melepas tawa. Tawa khas bapak-bapak yang terdengar sedikit patah-patah. "Jangan ah, Xen. Nanti kalau menang kan Papa jadi terkenal. Emangnya kamu udah siap jadi anak artis?" Papa membalas sok serius dengan satu tangan yang bebas berada di pinggang.

"Oh, jelas siap dong, Pa." Xenna bersedekap. "Nanti kan Xenna bakal pansos dan bisa jadi ikutan terkenal juga, dong."

"Apaan pansos-pansos? Nggak keren. Kamu usaha sendiri dong, Xen."

"Biarin lah, Pa. Kalau ada cara instan ya kenapa nggak?"

Kontan Papa pun menggeleng-geleng seraya berdecak-decak, tak habis pikir. Lalu pria yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek itu kembali mengelap mobilnya menggunakan wash mitt. "Tuh, berarti benar, lebih baik Papa nggak usah ikut daripada cuma buat dijadikan batu loncatan sama kamu," gerutunya seolah-olah pembicaraan mereka saat ini bukan sekadar gurauan.

Xenna hanya mendesah malas mendengarnya. Lantas ia mengambil langkah maju untuk mengenakan sandal jepit berwarna merah mudanya dan bersiap untuk beranjak. "Xenna mau ke warung bentar ya, Pa, sabun cuci piring habis soalnya," kata Xenna. "Papa pengen sarapan apa? Nasi uduk? Nasi kuning? Bubur ayam? Biar sekalian Xenna beliin nanti."

Papa menoleh sekilas dan tetap melanjutkan pekerjaannya. "Apa aja deh, terserah kamu."

"Ish, Papa udah kayak cewek aja jawabnya terserah mulu," Xenna berkomentar. "Ya udah, Xenna beli bubur ayam aja kalau gitu. Awas aja kalau Papa protes."

Seketika tawa kecil Papa mengudara. "Dibeliin makanan tuh ya dimakan lah, Xen, masa iya dikasih protes."

Kedua mata Xenna pun berputar. "Iya, iya, terserah Papa, deh." Xenna lantas berpamitan sekali lagi dan segera beranjak untuk membuka pintu pagar.

Memories in the Making [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang