❀ 47 - Xenna Bersama Para Pelindungnya

988 115 45
                                    

"XEN, kamu beneran nggak ngerasain sakit atau apa?" Papa lekas melontarkan pertanyaan tersebut tak lama setelah seorang suster selesai melakukan pemeriksaan tanda vital pada Xenna dan meninggalkan kamar inap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"XEN, kamu beneran nggak ngerasain sakit atau apa?" Papa lekas melontarkan pertanyaan tersebut tak lama setelah seorang suster selesai melakukan pemeriksaan tanda vital pada Xenna dan meninggalkan kamar inap. Kendati hampir keseluruhan hasilnya menyatakan masih dalam batas normal--kecuali suhu tubuh yang sedikit tinggi, Papa tetap saja ingin memastikan sendiri bahwa sang anak gadis memang tak memiliki keluhan lainnya.

Xenna menggeleng sembari ia tarik sudut-sudut bibirnya, membentuk senyum kecil. "Nggak kok, Pa," jawabnya dengan tenang, ingin menghilangkan perasaan khawatir dalam diri Papa. Namun, ia tetap berkata sejujurnya. "Pas awal-awal aja Xenna masih suka ngerasa nyeri di kepala, tapi sekarang udah hampir nggak pernah, kok."

"Yang benar, Xen? Kamu nggak bohongin Papa, 'kan? Kamu langsung bilang aja kalau memang ada yang sakit."

"Paaa, beneran. Ngapain juga Xenna boong?"

Papa mengembuskan napas pelan, sementara kedua matanya sedikit memicing. "Anak Papa yang satu ini kan udah pinter bohongnya, pinter nutup-nutupin sesuatu," tukas Papa gemas seraya mencubit pelan hidung Xenna. "Kalau kata anak zaman sekarang, kamu bikin Papa jadi punya trust issue."

Cengiran tak berdosa secepat kilat terbit di wajah Xenna.

"Bisa-bisanya kamu malah nyengir, setelah bikin Papa stres berhari-hari," gerutu Papa seraya mengusap sekilas puncak kepala Xenna.

Mengiraukan apa yang Papa katakan, Xenna malah sedikit menggeser tubuh hingga menyisakan ruang yang lebih luas di sebelahnya. Lantas, seraya menepuk-nepuk kasur di bagian sana, ia segera berujar, "Pa, sini duduk samping Xenna." Jeda sesaat. "Mending Papa cerita-cerita sama Xenna, biar stresnya hilang. Kan Xenna sekarang udah bangun, udah bisa dengerin Papa lagi."

Papa geming sejenak, tetapi pada akhirnya menurut. Pria itu lekas menempatkan diri tepat di samping Xenna, sedikit melipat kaki kanan dan kaki kirinya ia biarkan menggantung ke bawah. "Memangnya kamu mau Papa cerita apa?" tanya Papa kemudian.

Sebetulnya, Xenna bisa saja langsung menanyakan semua hal yang ia ingin ketahui langsung pada intinya. Namun, Xenna tak ingin memaksa. Xenna sadar, topik mengenai sang mantan istri adalah sesuatu yang paling papa hindari, sehingga Xenna tak yakin papa akan dengan mudah membeberkan segalanya begitu saja. "Apa aja, Pa, apa pun yang bisa Papa bagi ke Xenna," balas Xenna, yang berusaha memancing perlahan.

Lagi, Papa terdiam. Kali ini Papa tampak memikirkan sesuatu, tetapi raut yang ditampakkan tidak terdefinisikan bagi Xenna. Sampai tak lama setelahnya, Papa beralih lagi pada Xenna dengan senyum tipis yang tersungging di bibir. "Kalau Papa aja yang tanya dan kamu jawab pertanyaan Papa, gimana?" Tanpa diduga, Papa malah memberikan penawaran tersebut.

Mulanya Xenna bingung, tetapi ia pun tak mungkin menolak juga. Lantas, gadis itu pun mengangguk, menyahut, "Ya udah, boleh, Pa."

Papa manggut-manggut, kembali geming selama beberapa saat. Lalu, satu pertanyaan pun meluncur dari mulutnya, "Menurut kamu, Papa udah jadi papa yang baik buat kamu, belum?"

Memories in the Making [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang