❀ 44 - Janu dan Hukuman dari Si Pelindung Nomor Satu

1K 129 45
                                    

TIDAK ada yang dapat Janu lakukan selain mengucap rasa syukur dengan kelegaan luar biasa dalam hati ketika akhirnya sebuah kabar mendarat kepadanya, menyatakan operasi yang dilakukan pada Xenna benar-benar berjalan lancar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TIDAK ada yang dapat Janu lakukan selain mengucap rasa syukur dengan kelegaan luar biasa dalam hati ketika akhirnya sebuah kabar mendarat kepadanya, menyatakan operasi yang dilakukan pada Xenna benar-benar berjalan lancar. Gumpalan darah yang menumpuk di antara dua lapisan otak sudah berhasil dikeluarkan, dan kini Xenna harus menjalani perawatan intensif di ICU untuk diobservasi lebih lanjut, khawatir akan munculnya efek samping seperti penurunan fungsi otak, pendarahan dan pembekuan darah, ataupun komplikasi.

Satu masalahnya, Mami berkata bahwa kurang lebih sebelas jam sejak Om Tanuja memberi kabar pertama, Xenna belum kunjung sadarkan diri. Namun, Janu berusaha untuk tetap tenang sebab menurut informasi yang ia ketahui, 48 jam pascaoperasi merupakan masa paling kritis bagi pasien yang menjalani operasi kepala. Oleh karenanya, berkali-kali Janu meyakinkan diri dengan berkata tidak apa-apa. Setidaknya Xenna selamat, dan mungkin memang gadis itu butuh tidur sedikit lebih lama sebelum kembali dalam kondisi pulih sepenuhnya.

Dengan pemikiran seperti itu, Janu tak perlu lagi pikir panjang untuk bergegas pergi menuju rumah sakit usai seluruh pekerjaannya selesai--meski overtime, lantaran Janu betul-betul kesulitan untuk fokus di saat isi kepalanya hanya dipenuhi oleh Xenna. Janu tahu saat ini Xenna belum boleh dijenguk dan ia hanya bisa melihatnya lewat kaca, tetapi lelaki itu tetap ingin berada di sana, berada di tempat di mana ia bisa lebih dekat dengan gadisnya.

Sesampainya di ICU, Janu lekas menuju ruang tunggu khusus, berniat untuk menemui Om Tanuja--yang sengaja tidak bekerja, juga Wira--yang kebetulan memang sedang libur di hari ini.

Saat mendapati kemunculan Janu, Om Tanuja langsung menyambutnya dengan baik walau ia terlihat begitu lelah, berbanding terbalik dengan Wira yang hanya melayangkan tatapan tajam sebab ia masih belum mampu menghilangkan pikiran bahwa Janu adalah penyebab insiden ini. Dan, Janu pun berusaha memaklumi itu.

Namun, belum lama Janu tiba di sana, Om Tanuja tiba-tiba saja berkata, "Janu, kamu pasti tahu sesuatu, 'kan? Tolong kamu kasih tahu semuanya sama Om kenapa Xenna bisa mengalami hal sepert ini ...."

Janu benar-benar tertegun, tetapi sadar bahwa memang itulah yang semestinya ia lakukan sekarang. Maka Janu sama sekali tidak menolak kala Om Tanuja mengajaknya ke kantin rumah sakit untuk berbicara lebih leluasa, benar-benar sudah siap dan bersedia untuk menjelaskan segalanya.

Lantas di sinilah mereka sekarang, duduk saling berhadapan menempati salah satu meja kosong yang terdapat di kantin. Wira pun turut berada di sana, mengisi kursi kosong tepat di sebelah Om Tanuja. Kendati tampak tak berminat, tetapi Janu tahu Wira pasti tetap ingin mendengarkan keseluruhan ceritanya pula.

"Janu," Om Tanuja memanggil dengan tatapan lurus-lurus tertuju pada sang empunya nama, "sebetulnya, kamu dan Xenna berniat untuk menutupi semuanya dari Om sampai kapan?" Melihat kebingungan samar yang tampak di wajah Janu membuat Om Tanuja tidak berhenti sampai sana, guna memperjelas, "Om tahu, Janu. Om sudah tahu kalau kamu punya hubungan dengan anak Om. Walaupun nggak ada yang kasih tahu Om secara langsung, tapi sebagai sesama laki-laki Om bisa menilai sendiri dari bagaimana cara kamu bersikap, dan kedatangan kamu sekarang sudah jelas membuktikan semuanya. Selama ini Om hanya menunggu sampai satu dari kalian berani untuk jujur sama Om, tapi sampai sebelum keadaan Xenna seperti ini pun, kalian tetap milih untuk diam."

Memories in the Making [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang