"POKOKNYA kamu harus lanjut terus ya, Xenna? Sayang sekali lho, kalau kamu tunda lagi seperti kemarin. Materi yang kamu punya sudah benar-benar lengkap dan matang, tinggal bagaimana kamu mengolahnya sampai menjadi skripsi secara utuh." Bu Tanti selaku dosen pembimbing Xenna masih terus menasehati sekaligus memberi dukungan penuh pada gadis itu agar ia semangat melanjutkan skripsinya hingga dapat lulus dengan tepat waktu, terlepas dari masalah apa pun yang tengah di hadapinya.
Xenna memang memberi tahu bahwa ada sesuatu yang mendistraksinya sejak satu bulan lalu, tetapi tentu saja ia tak mengatakannya secara detail. Kemungkinan di mata Bu Tanti Xenna tampak menyedihkan sehingga wanita berhijab itu mengurungkan niat untuk berceramah panjang lebar. Dan Xenna pun hanya mensyukurinya saja.
"Pasti, Bu," janji Xenna, "setelah ini saya usahakan supaya progresnya nggak ngadat lagi, deh. Saya juga pengen lulus bareng sama temen-temen yang lain."
"Harus, Xenna. Setelah ini Ibu harap kamu hubungi Ibu secepatnya untuk bimbingan lagi, ya? Revisian bab satu kamu hanya berputar di teknik penulisan, lalu untuk pengerjaan bab dua juga paling cepat hanya tiga hari sudah beres."
Kedua alis Xenna kontan tertaut dengan sebuah senyum yang mengembang kaku. "Hehehe, hanya ya, Bu ...." Tampaknya segala hal terkait skripsi memang mudah di mata para dosen sampai-sampai mereka menganggap mahasiswa berpikiran yang sama. Yah, mungkin Xenna benar-benar dapat menyelesaikannya dalam tiga hari dengan catatan ia harus banyak mengorbankan waktu yang dimilikinya. "Saya usahakan semampu saya ya, Bu."
Bu Tanti mengangguk paham. Lantas ia bingkas dari kursi seraya meraih tas serta beberapa keperluan mengajar yang ada di meja kerjanya. "Ya sudah, bimbingan kali ini sampai di sini saja, ya. Ibu ada jadwal ngajar setelah ini. Kalau ada yang pengen kamu tanyakan, tinggal japri saja. Asalkan bukan di malam hari, pasti akan Ibu respon."
"Siap, Bu," balas Xenna dengan patuh. Ia sudah turut berdiri, lalu menunggu Bu Tanti berjalan mendahuluinya, barulah ia mengekori di belakang seraya membawa barang-barangnya sendiiri yang sudah dibereskan sebelumnya.
Ketika Bu Tanti membuka pintu, ia dikejutkan dengan kemunculan seseorang yang hendak masuk ke ruangan. Sementara Xenna yang melihatnya lekas mematung di tempat sebab dirinya mengenal orang tersebut.
"Loh, Gia?"
Gadis bernama Gia itu segera tersenyum sopan. Namun, ketika pandangannya tak sengaja bertubrukan dengan milik Xenna, lengkungan di bibirnya meluntur perlahan.
Tepat di saat itu Bu Tanti melemparkan tanya, "Ada apa kamu ke sini, Gia? Bukannya untuk hari ini tidak ada jadwal bimbingan dengan Ibu, ya?"
Benar juga. Xenna betul-betul lupa kalau Gia satu dosen pembimbing dengannya. Gadis itu pun merasa sungguh sial sebab ia harus bertemu dengan Gia--seseorang yang paling ingin ia hindari saat ini.
Dengan cepat Gia kembali mengalihkan pandangan pada Bu Tanti. Sudut-sudut bibirnya lantas tertarik dengan kaku. "Saya cuma mau konsul sedikit untuk bab tiga, Bu. Tadi saya udah chat Ibu tapi tidak dibalas, jadinya saya coba buat cek langsung ke ruangan Ibu. Ternyata ... saat ini jadwalnya bimbingan dengan Xenna ya, Bu?" Kedua mata gadis berambut sebahu itu meliirk Xenna sekilas. Karenanya Xenna pun melengos begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...