DENGAN langkah tergesa, Janu gegas beranjak menuju IGD Rumah Sakit Santo Borromeus tanpa perlu memikirkan hal lain. Seiring gerak kedua kakinya, tak henti-hentinya Janu turut mengucap doa-doa dalam hati, memanjatkan banyak harapan agar mimpi buruknya tidak benar-benar terjadi. Sebisa mungkin lelaki itu coba untuk tenang walau sulit, mengusir ketakutan besar yang muncul dan betah bersemayam kemudian. Sungguh, Janu tidak ingin apa pun selain dapat memastikan lewat sepasang matanya sendiri bahwa Xenna berada dalam keadaan selamat.
Tiada bosan Janu merapalkan hal tersebut, sampai tanpa sadar ia sudah memasuki gedung. Jantungnya kian berdebar. Hanya tinggal sedikit lagi, ia bisa bertemu dengan gadisnya. Namun, belum sempat tiba di tujuan yang sebenarnya, atensi lelaki itu segera teralihkan sebab menemukan seseorang yang sangat ia kenali di kursi tunggu--yang cukup sepi malam itu.
"Nu ...." Haidar yang semula duduk seketika bingkas ketika menyadari presensi Janu.
Janu mendengar, tetapi sama sekali tak berniat untuk menghampiri Haidar dan terus melanjutkan langkah. Karenanya, Haidar seketika bergerak, terpaksa menahan kedua bahu Janu. Dan, tentu saja Janu tak menyukai itu. "Gue mau ketemu Xenna," ucapnya tegas. Berusaha mengabaikan Haidar, tetapi berakhir sia-sia saja sebab Haidar tak mengindahkan kalimat Janu. "Lepas, Dar."
Haidar tidak menyerah meski Janu sedikit memberontak. "Iya, gue tau, Nu. Tapi--"
"Gue bilang lepas," sela Janu cepat, sementara tatapan tajam ia layangkan pada Haidar. Namun, Haidar yang tetap berusaha menahan membuat Janu kontan hilang kesabaran. "Gue mau ketemu Xenna!"
"Sadar, Nu! Lo nggak bisa ketemu Xenna dalam keadaan kayak gini!" sentak Haidar, tak mau mengalah. Sejenak ia atur napas, tidak ingin membiarkan emosi mengambil alih dirinya. "Lo lagi kacau, Nu," ujar Haidar dengan intonasi yang kembali normal. Lantas ia tarik napas berat, sebelum melanjutkan, "Xenna udah ditanganin sama dokter, lebih baik lo tenangin diri lo dulu sebelum lo ke sana."
Tenang? Semua orang terus saja menyuruhnya begitu, tetapi bagaimana Janu bisa benar-benar merasa tenang di saat kekasihnya sendiri sudah mengalami hal buruk seperti itu? Janu pun membuang napas kasar seraya menyugar rambutnya ke belakang. Kali ini saja, ia lebih memilih untuk menurut ketimbang dirinya akan kembali dicegat oleh Haidar seperti tadi. Mendengar bahwa Xenna sudah memperoleh penanganan pun sedikit berhasil mengikis khawatirnya. Hanya saja, tidak bertahan lama sampai ia akhirnya dapat memerhatikan penampilan Haidar dengan lebih jelas saat ini.
Janu mengambil satu langkah mundur, tertegun memandangi banyaknya bercak merah pada kaus putih--di balik jaket--yang Haidar kenakan. Tanpa perlu bertanya, Janu tahu betul itu adalah darah. Darah milik Xenna, satu-satunya orang yang Haidar selamatkan dari sebuah kecelakaan yang menimpanya. Tatapan lelaki itu lantas berubah getir, tenggorokannya serasa tercekat saat ia bertanya pelan, "Separah itu?"
Haidar kontan bungkam. Ia menunduk dan melihat bajunya sendiri, sebelum merapatkan jaket meski pada akhirnya tidak tertutupi dengan sempurna. Lalu kembali ia angkat kepala, tetapi tetap tak ada kata yang terlisankan dari mulutnya. Seakan dengan sengaja ingin menyembunyikan sesuatu dari Janu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...