XENNA mengangkat ponselnya yang kembali berdering--entah sudah yang ke berapa kali--sejak bermenit-menit yang lalu. Nama kontak yang terpampang pada layarnya membuat Xenna hanya mampu menggigit bibir seraya mengembuskan napas dengan berat. Perasaan bersalah yang semula telah bertumpuk lagi-lagi bertambah, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang berusaha menahan agar ia tetap bersikap abai, kendati sadar betul bahwa ia tak mungkin terus-menerus bersembunyi.
Namun, pada akhirnya Xenna berhasil digoyahkan karena sederet pesan yang diterimanya tak lama setelah panggilan berhenti. Dan, lagi-lagi datang dari seseorang yang sama.
Mas Janu
Xenna
Saya tahu kamu baca chat saya
Kalau kamu gak mau bicara sama saya, seenggaknya tolong balas
Jangan buat saya khawatir.Xenna tergeming dengan kedua mata yang mulai memanas usai membacanya--melalui bar notisikasi. Kali ini giliran penyesalan yang menyerang sebab ia telah bertindak bodoh dengan tak menghiraukan lelaki yang begitu menyayanginya. Namun, Xenna sungguh tidak bermaksud demikian. Apa yang terjadi tadi membuat isi kepalanya kian tak terkontrol, hingga memunculkan berbagai macam pemikiran yang jauh dari kata positif. Dan, rasanya Xenna tidak sanggup jika ia harus kembali membebani Janu seperti yang sudah-sudah.
Ponsel yang kembali berdering lekas mengalihkan fokus Xenna. Sesaat Xenna menahan napas, sebelum akhirnya kembali ia embuskan dengan berat. Ragu-ragu ibu jari kanannya bergerak, hendak menggeser ikon berwarna hijau ke atas. Cukup lama Xenna coba yakinkan hatinya, sampai ia memperoleh keberanian untuk menjawab panggilan tersebut.
Kini layar ponsel pun telah menempel sempurna di telinga kanan. Namun, oleh sebab lidah yang benar-benar kelu, Xenna tetap tak kunjung bersuara hingga akhirnya sang lawan bicara di seberang sana yang lebih dulu melakukannya.
"Kamu di mana?" Vokal berat Janu terdengar biasa, tetapi Xenna dapat menangkap emosi yang tertahan di dalamnya.
Xenna menghela napas, sebelum akhirnya menjawab, "A-aku di toilet, Mas, nggak jauh dari ballroom. Aku nggak ke mana-mana ...."
Hening sejemang, kemudian dengan suara sedikit meninggi Janu membalas, "Saya sudah cari kamu ke mana-mana, dan ternyata dari tadi kamu di sana?" Lelaki itu kemudian menarik napas, lalu diloloskannya dengan kasar. "Saya tunggu kamu keluar. Sekarang juga."
Rasa takut seketika merundung Xenna sebab menyadari intonasi yang Janu gunakan benar-benar diisi oleh amarah, hingga ia refleks mencicit, "Nggak ... aku nggak mau."
Embusan napas Janu kembali tertangkap oleh rungu Xenna. "Xenna ... kamu keluar dulu sekarang," ujarnya yang kini mendadak terdengar lebih tenang dari sebelumnya. Barangkali langsung menyadari bahwa ia nyaris melakukan kesalahan karena ucapannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...