PEMANDANGAN pertama yang Janu saksikan ketika ia membuka pintu pagar adalah sosok Xenna Adhika yang berdiri di seberang jalan, tepat di depan rumah gadis itu sendiri. Tampilannya sudah rapi dengan pakaian bermodel feminim andalannya. Untuk kali ini yakni sweater crop top warna merah muda pastel kebesaran dipadukan dengan flared skirt putih mencapai lutut, serta flatshoes yang senada dengan roknya. Sebuah ransel berukuran sedang menggantung di punggung, sementara tas laptop berada di dekapan. Satu tangannya yang bebas menggenggam ponsel yang menjadi pusat atensinya saat ini.
Oleh karena tujuannya adalah kampus--seperti apa yang tak sengaja ia dengar semalam, Janu berasumsi bahwa gadis berambut gelap sepinggang itu tengah menunggu pacarnya untuk menjemput. Begitulah yang biasa Janu lihat selama satu tahun terakhir, dan kebetulan pula saat ini Wira memang sudah tak tinggal bersamanya sehingga takkan ada yang bisa mengantarnya.
Tadinya, Janu hendak langsung masuk ke dalam mobil begitu saja seolah sepasang netranya tak menangkap keberadaan Xenna. Namun, rupanya apa yang Janu lakukan sebelumnya lekas mengundang perhatian Xenna. Janu tak tahu bahwa sejatinya Xenna tengah menunggu dirinya. Sebuah senyum lepas pun segera terbentuk di bibir gadis itu, lantas ia segera berlari kecil menyeberangi jalan--yang kebetulan tengah sepi pengendara.
"Mas Janu!" seru Xenna, memanggil Janu.
Laki-laki berkemeja hitam itu lekas saja menghentikan gerakan tangannya yang hendak membuka pintu mobil. Kepalanya menengok ke sumber suara. Keningnya berkerut samar melihat Xenna tiba-tiba menghampirinya seperti ini. Ditambah pula dengan wajahnya yang tampak begitu berseri-seri.
"Mas," panggil Xenna kembali usai ia tiba di hadapan Janu. Lengkungan di bibirnya masih bertahan. "Kebetulan Mas Janu ternyata udah mau berangkat, padahal tadi baru aja aku mau ngechat," jelas Xenna. Sebelum Janu sempat bertanya, Xenna sudah melepas satu tali ransel dan ia bawa ke depan tubuh. Lantas gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam sana, yang tanpa disangka akan ia serahkan pada Janu setelahnya. "Ini, aku mau ngasih ini buat Mas Janu, sekalian ngembaliin sapu tangan."
Janu hanya memerhatikan kotak bekal yang terjulur padanya dengan satu alis terangkat. Di atas tempat makan tersebut terdapat sapu tangan miliknya yang memang sempat ia pinjamkan pada Xenna. "Buat saya? Dalam rangka apa?" tanya Janu.
Senyum Xenna kian melebar sembari ia menunjukkan tas laptop dalam dekapan. Lalu, dengan bersemangat gadis itu membalas, "Dalam rangka untuk berterima kasih yang sebesar-besarnya karena Mas Janu udah nyelamatin hidup aku!" Ada jeda sesaat. "Sumpah deh, Mas, aku bener-bener nggak tau gimana jadinya kalau laptopku tetap nggak bisa nyala. Bang Vandi ternyata bener, Mas Janu beneran ngerti soal laptop dan bisa bantuin aku. Jadinya aku berani buat ngehubungi dosen pembimbing. Yah, walaupun nggak banyak banget yang bisa aku kerjain, sih."
Janu menyimak dengan ekspresi yang tampak tak begitu berarti. "Kamu malah sibuk bikin makanan daripada fokus melanjutkan skripsi kamu?"
Xenna tertawa kecil. "Ini bikinnya gampang kok, Mas, jadi nggak buang banyak waktu," gadis itu malah berkelit. "Pokoknya tolong terima aja ya, Mas? Rasanya enak kok, serius. Aku udah sering buat soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...