"UNTUK catatan revisinya kirim via e-mail saya saja. Tapi berhubung sekarang bukan jam kerja dan deadline masih besok siang, malam ini saya hanya akan kasih lihat sketsa kasarnya dulu untuk dicek." Janu sibuk bertelepon dengan salah satu rekan kerjanya sembari membuat teh hangat di dapur, dan diam-diam Xenna mendengarkan sambil sesekali mencuri pandang ke asal sumber suara. "Kalau begitu paling lambat jam delapan saya hubungi. Setelahnya saya tunggu kabar baik secepatnya. Kebetulan besok ada beberapa kerjaan lain yang harus saya handle di hari yang sama. Saya khawatir yang satu ini malah tidak akan terkejar."
Saat ini Xenna memegang masing-masing kedua sisi sebuah buku yang terbuka, tetapi sepasang netra gadis itu malah fokus mengarah ke satu titik di arah kanan. Entah untuk apa, Xenna hanya melakukannya begitu saja. Namun, ketika sosok Janu kembali tertangkap oleh penglihatan, mata Xenna lekas membulat panik dan ia pun buru-buru mengambil sikap seolah ia benar-benar tengah serius membaca tiap-tiap kalimat yang tercetak dalam buku. Kendati demikian, sesekali Xenna masih mencuri pandang pada Janu yang masih berbicara melalui sambungan telepon. Tampaknya lelaki itu pun akan melewati ruang tengah begitu saja.
Setidaknya, sampai Janu mendapati Cimol berjalan mendekati Xenna dengan santainya, lalu mengeong manja sembari memijakkan kedua kaki depannya ke atas paha sang gadis. Mencari perhatian.
Secara otomatis Janu menghentikan langkah tak jauh dari tempat Xenna berada walaupun percakapannya dengan seseorang di seberang sana masih berlanjut. Namun, kedua matanya yang tak terhalang lensa kaca tertuju pada Xenna. Datar tanpa emosi, tetapi cukup membuat ketar-ketir. Karenanya Xenna pun beberapa kali mencoba mendorong pelan tubuh gembul Cimol seraya menaikkan kaki-kakinya yang semula bersila. Sayangnya, Cimol yang sudah terlampau lengket dengan Xenna pun tetap berusaha mendekat.
"Aduh, Cimol, sana dong, aku kan lagi baca buku," usir Xenna secara halus. Tepat pada saat itu, Janu telah menutup pembicaraan di telepon, lalu menurunkan ponsel. Pandangannya tidak berpindah. Xenna pun menyengir kaku seraya berkata, "A-aku nggak ngajak main Cimol kok, Mas. Serius."
Janu tidak merespons selama sepersekian detik. Lelaki itu hanya membuang napas pelan seraya beranjak menuju sofa panjang yang berada tepat di belakang Xenna--ia duduk di atas karpet bulu dan bersandar di bagian tepinya. Secangkir teh hangat berpindah ke atas meja sementara tubuh Janu telah mendarat di atas sofa. Ada jarak sekitar lima jengkal antara dirinya dengan Xenna.
Dan anehnya, Xenna merasa jantungnya kembali berdentum tak keruan kendati Janu tak melakukan apa pun padanya. Kenapa jadi begini, sih ..., batin gadis itu, tidak paham dengan dirinya sendiri. Biasanya tidak pernah seperti ini. Janu tidak pernah membuatnya merasakan hal seperti ini. Lantas, kenapa ....
Kedua mata Xenna memejam sejenak. Ia mendorong pelan buku di tangannya hingga naik dan menutupi setengah wajah. Bibir bawahnya menjadi korban, tergigit dengan sembarang sebab kebingungan yang melanda. Sementara itu, Xenna masih berusaha menghalau Cimol yang tidak menyerah untuk naik ke pangkuannya, mempersulit keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...