"MAS."
"Kenapa?"
"Itu ...."
"Apa? Kamu mau minta saya untuk nggak ngomong apa pun ke abang-abangmu lagi?"
Xenna menggigit bibir. Janu ternyata dapat menebaknya dengan mudah. Lantas gadis itu pun mengangguk-angguk pelan tanpa menatap sang lawan bicara. Namun, sepersekian detik kemudian, pandangannya naik dengan ragu hanya untuk melihat bagaimana reaksi Janu. Lelaki itu kini tampak heran, tetapi entah mengapa Xenna dapat menemukan pula secuil amarah dalam rautnya, barangkali karena Janu tak setuju dengan permintaan Xenna.
Janu kemudian menghela napas berat. Kedua matanya yang kecil menyorot lekat pada Xenna. "Saya nggak ngerti kenapa kamu malah ingin menutupi semuanya dari mereka. Kenapa? Takut mereka marah? Takut mereka khawatir? Takut mereka sedih?" Lelaki itu mempertanyakan kebingungannya terhadap sikap Xenna.
Sejenak Xenna hanya tergeming seraya memegangi sisi daun pintu dengan erat. Sebetulnya Xenna sudah siap masuk ke dalam rumah, dan Janu bahkan sudah sempat berpamitan untuk pulang--sebelum akhirnya dicegah oleh Xenna sebab ingin menyampaikan sesuatu. "Aku udah cukup membebani mereka dengan cerita kalau aku diselingkuhin, aku nggak mau nambah-nambahin lagi dengan kejadian tadi." Ada jeda sesaat. "Mas Janu kan tau sendiri mereka udah punya kehidupan masing-masing. Apalagi Bang Wira yang baru banget nikah. Masa ke depannya dia harus mikirin aku terus-terusan ...."
Usai mendengarnya, Janu tidak langsung membalas. Ia mengerti, tetapi tidak dapat memahami sepenuhnya mengapa Xenna berpikiran demikian. Mungkin Janu baru benar-benar bisa jika ia berpijak pada sepatu yang sama dengan Xenna. Dan, pada akhirnya Janu pun memutuskan untuk tidak banyak berkomentar. "Kenapa kamu bisa-bisanya sempat bertahan dengan seseorang yang ringan tangan seperti dia?" tanya Janu mengalihkan pembicaraan, tetapi masih dalam satu kepala masalah yang sama.
Xenna tertegun sebentar. Sungguh pertanyaan yang tak terduga. "Aku nggak tau, Mas, dia nggak pernah semarah ini sama aku sebelumnya," jawab Xenna sembari berusaha mengingat-ingat yang sudah lalu kendati mampu kembali mengundang pedih. "Tapi ... aku baru sadar kalau beberapa kali dia pernah berlagak mau mukul kalau dia lagi cukup kesel sama aku. Aku pikir dia cuma bercanda aja, tapi ternyata ...." Xenna tak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kalau gitu, harusnya kamu bersyukur karena sudah dijauhkan dari laki-laki seperti itu."
"Iya, Mas Janu bener. Tapi tetep aja rasanya sakit banget kalau caranya kayak begini, Mas ...."
Janu berkedip dua kali sebelum ia sejenak memalingkan wajah, lalu kembali lagi pada Xenna seraya membuang napas berat. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi saya."
Xenna kontan mengerjap polos. "Mas bilang apa?"
"Kalau kamu memang mau menutupi semuanya dari Vandi dan Wira atau bahkan papa kamu juga, setidaknya kamu masih bisa kasih tahu saya kalau terjadi hal-hal seperti tadi lagi," sahut Janu dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories in the Making [END]
Romance[Reading List @RomansaIndonesia - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupakan suatu hal yang tak pernah berani Xenna Adhika bayangkan, apalagi menjalin yang namanya sebuah hubungan romantis. Namun...