6. Cold

6.9K 898 59
                                    

Udara dingin siang itu disebabkan hujan yang turun cukup deras, Renjun yang baru keluar dari kelasnya menatap itu dengan lesu. Ia tak mungkin pergi menerobos hujan, ia bisa saja terserang flu dan nantinya menyebabkan ia tak masuk sekolah lagi padahal ini baru hari pertama ia kembali.

Renjun menuju lokernya terlebih dahulu untuk mengambil jaket, kemudian ia berjalan ke ujung koridor kelas agar lebih dekat ke gerbang. Matanya melihat bagaimana beberapa orang memilih pulang meski dengan hujan yang cukup lebat, ada yang menggunakan payung juga mendapat jemputan dari keluarganya.

Beberapa saat Renjun hanya berdiri seperti itu, sampai hidungnya mencium feromon samar yang ia kenal. Ini milik Jeno. Reflek, Renjun menggeser kakinya agar menjauh dari sosok alpha yang kini berdiri sekitar satu meter di sampingnya. Jeno pun menatap lurus bagaimana hujan turun.

"Aku meminta ini dengan sungguh-sungguh, Jeno. Tolong jangan mengeluarkan feromon yang sama seperti hari itu." Pinta Renjun dengan pandangan waspada, takut-takut nantinya Jeno justru malah menyakitinya dengan cara lain mengingat bagaimana alpha itu begitu tak suka padanya.

"Kalau kau merasa terganggu, aku janji tak akan mengusikmu dan tak akan berbicara lagi padamu setelah ini."

Melihat Renjun yang memohon padanya, Jeno menaikan sebelah halisnya. Kemudian tersenyum miring, membayangkan kalau ia bisa membuat omega penghancur keluarganya juga bisa Jeno buat memohon padanya.

Jeno tak menjawab ucapan Renjun, setelah menatapnya alpha itu kembali mengalihkan tatapannya pada guyuran hujan. Renjun menghela napasnya lega, sepertinya Jeno tak akan mengganggunya kali ini dilihat dari bagaimana barusan Jeno menatapnya tanpa rasa benci.

Hanya suara hujan yang menyentuh halaman sekolah yang ada di sekitar keduanya, ada juga beberapa suara samar beberapa murid yang sama seperti Renjun dan Jeno menunggu hujan reda.

Menyadari deras hujan yang tak menunjukkan akan reda dalam waktu dekat, Renjun memutuskan memasuki ruang kelas yang ada di dekatnya.

Melihat Renjun yang menjauh dari sekitarnya, Jeno mengikuti omega itu dengan matanya. Sampai ia tau kalau Renjun memasuki salah satu ruangan, anak itu memutuskan menunggu reda hujan disana?

Renjun melihat ruangan yang sudah kosong karena muridnya sudah keluar, ia memutuskan masuk dan menyalakan lampunya. Kemudian mengambil tempat duduk paling dekat dengan pintu, dan mhlai mengeluarkan buku soal untuk mengerjakan beberapa latihan soal yang belum sempat ia kerjakan.

Setelah beberapa saat Renjun mulai fokus dengan latihan soalnya, sampai sebuah suara terdengar dari arah pintu.

"Hujannya sudah reda."

Renjun jelas terkejut mendengarnya, apalagi saat tau siapa yang mengatakannya. Nada bicara Jeno tak semenyebalkan biasanya.

"Iya." Renjun mengangguk, ia tak menyangka kalau Jeno mau repot-repot memberitaunya hal itu. Mengingat bagaimana kebiasaan Jeno padanya, membuatnya merasakan kesal.

"Ayo pulang, sebelum hujannya turun lagi."

Tangan Renjun yang tengah membereskan alat tulisnya berhenti bergerak, ia mendongak cepat untuk menatap Jeno. Renjun benar tak percaya akan apa yang Jeno ucapkan barusan. Mengajaknya pulang? Atau menyuruhnya pulang?

"Aku akan mengantarmu pulang."

Renjun berkedip saat pertanyaan yang ada di benaknya dijawab oleh Jeno.

Renjun berkedip saat pertanyaan yang ada di benaknya dijawab oleh Jeno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kau tak sedang mencoba mencelakaiku?" Renjun memicingkan matanya sebelum naik ke motor Jeno.

Jeno menoleh sambil menaikan halisnya, penasaran atas apa yang ada di pikiran omega itu. "Seperti apa?"

"Menurunkanku tiba-tiba di jalan, kemudian mencekikku lagi dengan feromonmu saat tak ada orang." Tebak Renjun, tanpa sadar sebelah kakinya sudah ia bawa mundur.

"Aku tinggal melakukannya sekarang." Kata Jeno.

Renjun terhenyak. "Aku pulang sendiri saja." Ia hendak meninggalkan Jeno, namun tangan Jeno menahan bahunya dengan cepat saat melihat pergerakan Renjun.

"Naik saja, aku sudah tak tertarik menyakitimu dengan feromonku." Ujar Jeno sambil mengedikkan dagunya ke arah belakang motornya, meminta Renjun segera naik.

Namun Renjun masih ingin menebak apa yang akan dilakukan Jeno padanya. "Membuat sebuah kecelakaan?"

"Aku duduk tepat di depanmu, kalau kau celaka aku juga pasti kena." Jawab Jeno dengan helaan napas lelah.

"Jadi, kau hendak melakukan apa padaku?" Renjun betanya gemas, ia benar-benar tak percaya atas kebaikan Jeno yang tiba-tiba ini.

"Kenapa curiga sekali?" Jeno bertanya dengan dahi berkerut.

"Memangnya siapa yang tak akan curiga saat tiba-tiba orang yang biasa mengusikmu tiba-tiba mengajak pulang bersama." Renjun mendelik sebelum mulai duduk di belakang Jeno.

Saat tiba-tiba Jeno berujar. "Sebenarnya aku hendak menjualmu pada alpha kelaparan di luar sana."

"Hey!" Renjun menjerit tak terima, ia bisa saja berontak jika tidak ingat keselamatannya saat ini adalah segalanya. Masalah tujuan Jeno kemana nanti Renjun tinggal langsung kabur saja saat Jeno menurunkannya.

"Benar arah rumahmu kesini?" Suara Jeno sedikit berteriak, agar bisa didengar Renjun.

Renjun melebarkan matanya. "Benar diantar pulang?" Tanyanya tak percaya. Tidak, bukan maksudnya Renjun berharap Jeno melakukan hal buruk padanya. Hanya saja—ya kepercayaan Renjun pada Jeno sebenarnya tak begitu banyak.

"Kau benar ingin aku jual?" Tanya Jeno.

"Ck." Renjun berdecak kesal. "Iya kesana." Renjun pun menunjukkan arah jalan menuju rumahnya, dan akhirnya mereka sampai.

Jeno bisa melihat sebuah mobil yang terlihat baru oarkir juga di halaman rumah Renjun, dan menampakkan seorang pria keluar dari sana. Lalu seorang wanita yang tak lama kemudian keluar dari pintu utama rumah, Jeno bisa menyimpulkan kalau mereka adalah orangtua Renjun.

"Renjun, kau tidak hujan-hujanan kan?" Nyonya Huang menghampiri Renjun yang berdiri di samping motor Jeno, dan langsung mengusap rambutnya.

"Tidak, ma." Jawab Renjun.

Nyonya Huang pun menoleh pada sosok baru yang terlihat memakai seragam serupa dengan putranya. "Terimakasih ya sudah mengantar Renjun pulang." Ujarnya ramah.

Jeno mengangguk tak keberatan.

"Kemari, masuklah dulu." Tuan Huang mendekatinya dan membuat gestur agar Jeno mampir ke rumahnya.

"Tidak usah, terimakasih. Aku harus segera pulang juga, karena mungkin hujan akan turun lagi." Jawab Jeno.

"Yasudah, sekali lagi terimakasih ya?" Tuan Huang mengatakan rasa terimakasihnya, setelah itu Jeno kembali menyalakan motornya.

Tadinya Jeno hendak pulang ke rumahnya, tapi setelah melihat pemandangan keluarga Renjun barusan Jeno tiba-tiba berubah pikiran dan ingin pulang pada mamanya.

Sambutan hangat mama Renjun membuat Jeno mengingat bagaimana dulu pun ia mendapat hal serupa, lalu saat melihat perhatiannya ayah Renjun Jeno mengingat bagaimana dulu ia pun sempat mendapatkannya. Tapi sekarang ia kehilangan semua itu, keluarganya tak baik-baik saja.

"Tadinya ayah akan menjemputmu, tapi ayah terjebak macet dari arah kantor."

Jeno ingat ucapan ayah Renjun yang masih samar bisa ia dengar tadi, dan ia hanya bisa tersenyum miris. Renjun masih bisa merasakan hangatnya sebuah rumah, sementara Jeno hanya merasakan hancur setiap memasuki rumah. Renjun masih bisa mendapat rasa nyaman dari kata keluarga, sementara Jeno justru melihat sendiri bagaimana kekacauan di keluarganya membawa sesak untuknya.

Autumn Morning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang