20. Cloudy day

5.3K 691 50
                                    

Harusnya part ini tuh nyatu sama part kemaren, tapi karena akunya masih males ngedit bagian ini kemaren jadi aku potong. Tapi kalo aku satuin sama part yang bakal datang nanti bakal kesannya tuh buru" ini ceritanya.

Jadi aku pisah aja, dan mending segini aja partnya. Cuman 500 kata. 

Jadi intinya, kalo part ini disatuin sama part depan bakal gak ada feel apapun di tulisannya. Gitu.

Part 21 aku usahain secepatnya update





Part 21 aku usahain secepatnya update

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di bawah langit berawan hari itu, Jeno dan beberapa kawannya tengah berada di luar lingkungan sekolah. Bahkan sejak jam pelajaran kedua, Jeno dan Eric sudah tak berada di kelas mereka. Tadinya Jeno hanya menempati kursi luar cafe dengan satu cup americano yang ada di atas mejanya.

"Aku akan memesan buah, kau tidak?" Eric yang sudah menghabiskan kopinya, kini hendak beranjak masuk untuk memesan salad buah.

Jeno menoleh dan menjawab. "Tidak."

"Untuk Renjun?" Eric mengingatkan, dan Jeno justru mengerutkan dahinya.

"Kenapa aku harus memesan itu untuknya?" Bukan berarti karena ia pernah memberikan itu pada Renjun, berarti ia akan terus membelikannya. "Kalau ia mau tinggal membelinya sendiri."

Eric mendengus geli, sebelum masuk ke dalam cafe. Sementara Jaemin yang menahan tawa kecilnya kini menunjuk satu bingkisan kecil di depan Jeno. "Kau berkata seolah tak peduli pada Renjun, lalu untuk apa kau membeli ini?"

Mata Jeno melirik bingkisan itu, isinya adalah sandwich yang Jeno pesan tadi. "Memangnya ini untuk omega itu?"

Jaemin mengedikkan bahunya, nyaris semua kawan Jeno juga sudah tau bagaimana tingkah Jeno akhir-akhir ini pada Renjun.

Ini sudah masuk jam istirahat makan siang, Jeno hendak kembali ke kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini sudah masuk jam istirahat makan siang, Jeno hendak kembali ke kelasnya. Saat melewati kelas Renjun, ia melirik bagian dalam ruangan dan menemukan omega kecil itu tengah menyalin tulisan. Beberapa murid lain pun terlihat masih menulis padahal ini sudah jam istirahat.

Jeno memasuki kelas itu, kemudian duduk di kursi yang ada di depan meja Renjun. Omega itu menyadari kehadiran Jeno lewat bau feromonnya, namun ia tetap mendongak untuk memastikan. Setelah matanya benar melihat Jeno disana, Renjun kembali melanjutkan tulisannya.

"Apa kau bisa tahan belajar seperti ini bahkan sebelum makan siang?" Tanya Jeno.

Mendengar hal itu Renjun mengerutkan dahinya. "Aku sudah makan siang."

Alpha remaja itu mengangguk sambil bergumam pelan, lalu tangannya menyimpan bingkisan kecil yang ia bawa dari cafe tadi.

Renjun melirik sekilas bingkisan di atas mejanya itu. "Kenapa tidak dimakan?" Tanya Renjun setelah beberapa saat Jeno tak juga memakan apa yang ia bawa itu, padahal Renjun kira Jeno hendak makan siang disini.

"Aku salah beli." Kata Jeno, dijawab anggukan singkat oleh Renjun.

Tak ada sahutan lagi dari Renjun, lalu Jeno memggeser bingkisan itu sampai menyentuh siku tangan Renjun yang masih menulis. "Kau tidak mau membantuku menghabiskannya?"

Omega kecil itu menghentikan aktifitasnya untuk menatap Jeno. "Memangnya apa yang salah dari makanmu ini? Lagi pula kenapa bisa salah beli?"

Jeno tak berani membuka suara, ia hanya membalas tatapan Renjun seolah meminta omega itu agar memakan pemberiannya. Sampai akhirnya Renjun menghela napasnya dan mengangguk.

"Nanti aku makan, sekarang aku masih harus menulis beberapa parahraf lagi." Renjun hendak melanjutkan acara menulisnya, lalu suara Jeno terdengar menawarkan sebuah bantuan.

"Aku bantu."

Dan tanpa pikir panjang Renjun menggeleng tak mau, ia tak akan mempercayakan tulisannya pada alpha itu. "Kau pikir aku mau dibantu orang menyebalkan sepertimu?"

"Tidak mau. Kau bisa saja mengacaukan catatanku." Lanjut Renjun.

Jeno menaikan halisnya, sudut bibirnya naik membentuk senyuman tipis. "Kalau aku tidak menyebalkan memangnya kau mau aku suapi?"

Dan dengan itu Renjun mengerjapkan matanya, sebelum dahinya berkerut bingung. "Tidak." Jawabnya.

Mendengar jawaban itu, Jeno tanpa sadar berdecak kesal. "Lagi pula aku hanya mengatakan pemisalan." Tadi ia kan hanya mengatakan 'Kalau'.

Autumn Morning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang