Alpha itu berdiri bersidekap dada, menatap bagaimana omeganya berjalan menuju tempat penyimpanan sepatu. Belum Renjun meraih sepatunya, suara tanya Jeno membuatnya kesal tiba-tiba.
"Kemana?"
"Kita merencanakan pergi sejak tadi pagi, kau juga sudah rapih jadi kenapa masih menanyakan hal yang sudah jelas?" Kesal Renjun, apalagi melihat wajah alpha itu terlihat serius saat bertanya.
"Aku tak mau pergi." Jeno mengatakannya sembari berjalan menuju sofa, tapi Renjun menahan tangannya.
Mata omega itu menatapnya tajam, kekesalannya tampak disana. "Kau tadi bilang iya."
Jeno mengedikkan bahunya. "Tidak jadi, aku akan mengganti bajuku lagi." Setelah itu Jeno benar berjalan menuju kamar mereka.
Renjun berdecak sebal. "Jeno, yang benar saja."
"Aku lupa mengecek lemarimu, apa pakaian musim dinginmu belum aku keluarkan? Dari pada pergi keluar, aku lebih baik mengatur lemarimu." Ujar Jeno tanpa menghentikan langkahnya.
Mendengar hal itu, Renjun menyusul sang alpha. Menatapnya tak percaya. "Dua hari yang lalu aku sudah melakukannya, kau tau itu Jeno."
Jeno menaikan halisnya, matanya kembali menilik penampilan sang omega yang mengenakan celana hitam dengan sweater coklatnya. "Lalu kenapa kau hanya mengenakan pakaian seperti itu pada cuaca sedang dingin seperti ini, hm?"
"Ini sudah hangat." Jawab Renjun.
Alpha itu memberinya senyum, lalu mengangguk. "Kita tidak jadi pergi. Kemari.." Tangannya meraih wajah omeganya kemudian mencium pipinya, lalu turun mengecup bibir ranum milik Renjun. "Lebih baik kau memberiku ciuman panas seperti tadi malam."
Setelah mengatakan itu Jeno melumat bibir Renjun dengan lembut, dan Renjun tentu tak akan menolaknya. Matanya bahkan langsung terpejam begitu merasakan lidah sang alpha masuk pada rongga mulutnya. Renjun langsung menghisap lidah Jeno saat merasakan alphanya sengaja memberinya kesempatan untuk memimpin ciuman.
Gigitan kecil Jeno berikan pada bibir bawah Renjun, kemudian gigitan itu berubah jadi lumatan dalam. Tangan Renjun meremas pinggang Jeno, sementara erangannya terdengar saat ciuman dari Jeno semakin membuatnya kelimpungan. Kenikmatan dari ciuman itu begitu Renjun suka.
"Aku tidak mau menciummu kalau tidak jadi pergi." Renjun mendorong tubuh Jeno untuk menghentikan ciuman mereka.
"Kalau kau benar ingin pergi, ganti bajumu atau tambah jaket." Titah Jeno.
"Aku bilang ini sudah hangat."
Mendengar hal itu, Jeno menatap mata omeganya lekat. "Omega..." Suaranya terdengar dalam, tak mau dibantah. Tangan Jeno membelai pipi Renjun lembut, sebelum bibirnya memberi kecupan kupu-kupu di rahang sang omega.
"Iya, aku ambil jaket." Renjun mengerang dengan wajah merengut.
.
.
."Mama menyarankan agar kita menginap di rumah mama kalau merasa pulang ke apartemen terlalu jauh dari tempat kerja." Ujar Jeno saat keduanya tengah menunggu pesanan makanan mereka.
Renjun yang baru membuka jaketnya kini menatap sang alpha. "Jarak apartemen ke tempat kerjaku tak jauh, aku baik-baik saja dengan itu."
"Tapi kau kelelahan, kemarin kau mimisan lagi." Meski Jeno selalu berusaha terlihat tenang, dalam dirinya ia begitu khawatir ketika melihat darah keluar dari hidung Renjun. Semalam ia menghubungi mamanya mengatakan itu, lalu mamanya menyarankan untuk tinggal dengannya saja.
"Dulu kau juga pernah melihatku mimisan." Renjun bahkan tak begitu menganggap apa yang ia alami kemarin.
Jeno mengangguk, iya dulu dirinya pernah melihat Renjun mimisan karena kelelahan akibat tekanan orangtuanya. Maka dari itu Jeno sekarang begitu menghindari apa yang bisa membuat Renjun mengalami hal yang mirip seperti dulu. Karena ia telah banyak melihat bagaimana omega itu tersiksa atas keinginan gila orangtuanya, sekarang ia ingin mengusahakan segala yang Renjun lewati tak seperti dulu.