Renjun dan Jeno baru keluar dari sebuah cafe setelah menghabiskan waktu cukup lama disana, saat sebuah suara yang memanggil nama Jeno membuat mereka menoleh.
"Erika, kalau kau berbuat hal menyebalkan Jeno benar akan menyakitimu detik itu juga. Dan aku jelas tak bisa membiarkan itu." Suara Eric terdengar tepat setelah Erika memanggil Jeno dengan antusias.
"Aku hanya akan menyapa." Kata alpha perempuan itu.
Dahi Renjun berkerut samar kemudian ingat sosok Erika ini siapa, adik perempuan Eric yang katanya menyukai Jeno.
"Jeno, dia Erika?" Tanya Renjun, sedikit mendongak pada Jeno yang berdiri di sampingnya.
Sementara tangan Jeno kini meraih pinggang Renjun, memeluknya erat. "Ya, jadi jangan menjauh dariku."
Renjun mengalihkan tatapannya pada Eric dan Erika yang kini menyapa mereka, omega itu membalas sapaan itu.
"Kak Jeno sudah akan pulang?" Erika menatap Jeno dengan pandangan berbinar, Renjun dapat melihat jelas binar senang itu.
Padahal jawaban Jeno kentara sinisnya. "Ya, kau melihatnya sendiri aku baru keluar dari cafenya."
Tiba-tiba terdengar ringisan Renjun. "Jeno, kau benar akan meremukkan pinggangku." Tangan Renjun mencengkram baju sang alpha, menahan ngilu pada pinggangnya.
Jeno mengendurkan cengkramannya setelah mendengar ringisan omeganya, tadi ia reflek melakukan itu saat melihat Erika maju mendekat padanya juga Renjun.
"Benar omeganya kak Jeno, ya?" Erika barusan menyamakan bau feromon yang sering ia cium ada pada Jeno, dengan bau feromon omega laki-laki yang terlihat memiliki wajah mungil yang mempesona. Erika hanya penasaran.
"Aku tak mungkin memeluk pinggang orang yang bukan omegaku." Ujar Jeno. Sambil sedikit memundurkan tubuhnya menjauh dari Erika, benar tak ingin mencium bau feromon alpha perempuan itu lebih banyak lagi.
Bagaimana pun Jeno pernah jadi begitu bajingan dengan banyak mencicipi tubuh omega lain, atau alpha perempuan sekalipun-sebelum ia mulai dengan pikiran kalau ia tak mau membuat mamanya kecewa seperti papanya. Jeno tak ingin membuat gores luka pada omeganya.
Dulu Jeno dengan mudah mendapat omega dengan feromon alphanya, dan ia juga tak jarang tertarik untuk mengetahui bagaimana alpha perempuan yang ia temui saat menghirup feromonnya cukup membuat Jeno merasa suka saat menciumnya.
Erika memang bukan salah satu yang pernah Jeno sentuh. Tapi setiap berpapasan dengan Erika yang adalah seorang alpha perempuan, Jeno merasa harus menjauh karena mengingatkannya bagaimana ia dulu begitu nakal. Bahkan pada yang sejenis Erika.
Alpha perempuan itu mengedikkan bahunya. "Bisa saja saudara kak Jeno."
Interaksi mereka begitu singkat, bahkan Renjun belum sempat berbasa-basi. Karena Jeno sudah langsung menariknya pergi.
"Eric, aku duluan." Pamit Jeno.
Setelah mereka memasuki mobil Renjun mengerutkan dahinya. "Aku bahkan tak kenapa-kenapa dengan Erika, kenapa kau begitu takut aku cemburu?"
"Aku tak suka sifatnya yang senang dekat-dekat seperti itu. Ia bahkan sering mendapat peringatan dariku ataupun Eric, tapi entah kenapa anak itu seolah tak mendengarnya." Ujar Jeno.
"Ia masih sekolah, usia dimana ia memang pantas bersikap semaunya dan sulit diberitau. Kau juga saat sekolah, luar biasa menyebalkan. Dan juga tak pernah mendengarkan banyak peringatan dari siapapun." Renjun melirik Jeno dengan pandangan meledek.
Jeno membalas tatapan Renjun. "Aku tak banyak bertingkah."
"Lalu untuk alasan apa kau sering dipanggil ruang guru kalau bukan untuk menerima banyak hukuman?" Renjun dengan sengaja mengungkit bagaimana nakalnya alpha itu dulu.
"Anggap saja aku kesana untuk melihatmu." Jeno mengalihkan tatapannya setelah melempar senyum usilnya.
"Kau bahkan sering kesana disaat masih sering memberikan feromon menyakitkan padaku."
Mendengar itu Jeno kembali menoleh pada omeganya, ia menaikan halisnya sambil mengangguk dengan senyum kaku. "Aku kalah."
Perdebatan kali ini dimenangkan omega itu, karena Jeno hanya bisa diam saat diingatkan sikap kasarnya dulu pada Renjun.
Jeno mengecup bibir Renjun. "Maaf." Bisik alpha itu sebelum menjauhkan wajahnya.
⚠️⚠️
Jeno mendesah pelan saat tangan Renjun menyentuh kejantanannya, dengan posisi omega itu yang berlutut sementara ia duduk di atas single sofa. Tubuh keduanya sudah sama-sama telanjang, juga sama-sama panas karena saling menginginkan. Tapi Renjun masih ingin membuat semuanya lebih lama lagi, ia ingin merasakan malam mereka jauh lebih panjang. Dan Jeno jelas senang atas hal itu.
Suara desahan Jeno semakin terdengar saat omeganya mulai memijat pelan kejantanannya sebelum menjilatnya, memainkan lidahnya disana kemudian memasukkannya dan menggerakkannya maju mundur sampai menyentuh tenggorokan Renjun. Sementara tangannya memijat bagian yang tak bisa masuk kedalam mulutnya.
Renjun mendongak menatap alphanya ditengah gairahnya yang ikut naik dengan permainan yang sedang ia lakukan ini, dan begitu ia menemuman wajah Jeno yang terlihat menikmati mulutnya Renjun mengerang seketika. Tubuh bawahnya berkedut seiring suara desahan puas Jeno yang ia dengar.
Tangan Jeno meraih surai omeganya, meremasnya diantara rasa nikmat yang ia terima. Dan saat Renjun bermain lebih intens, menghisapnya dan memainkan lidahnya membuat Jeno merasa puncaknya semakin dekat.
Saat Jeno mendapat kepuasannya, Renjun melepas tangan dan mulutnya dari kejantanan Jeno. Menatap alphanya dari bawah dengan tatapan memuja, sementara Jeno pun hanya bisa tersenyum tipis. Sebelum menarik omeganya agar menuju kasur, membiarkan tubuhnya terlentang sementara Jeno pun langsung memasukkan jarinya pada hole milik omeganya.
Begitu jari Jeno masuk, Renjun meremas seprai dengan erat. Mulutnya menyerukan nama Jeno diantara desahannya, napasnya semakin berantakan saat alphanya membenamkan wajahnya pada selangkangannya sementara jarinya masih bermain cepat di dalamnya.
Lidah Jeno menyentuh bukti gairahnya, sebelum memberikan kecupan basah pada paha dalamnya. Renjun melengkungkan tubuhnya saat merasa jari Jeno menyentuh tepat titik kepuasannya, mata omega cantik itu terpejam erat saat alphanya terus menyentuh titik itu. Jeno tau betul bagaimana cara memuaskan omeganya.
Saat desahan Renjun mengencang dengan bagian tubuhnya yang mencengkram jari Jeno dengan erat, juga cairan yang keluar dari bukti gairahnya Jeno tau kalau omeganya pun telah mencapai puncaknya.
"Kau semenggairahkan ini..." Jeno mengecup pipi Renjun. "Kenapa tidak dari dulu aku sadar tentang perasaanku padamu."
Bibirnya turun pada bibir Renjun yang sedikit terbuka. "Kalau aku menemukan perasaanku lebih awal, mungkin aku tak perlu mencari kepuasan dari sana-sini."
"Memiliki omega sepertimu, adalah sebuah kepuasan untukku." Dan lidah Jeno pun menyelinap masuk pada mulut Renjun, mengajak omega itu untuk berciuman dengan panas.