26. Brisk

5.6K 791 119
                                    

Setelah mendapati rasa kecewa yang membuat Renjun bingung tempo hari, ia jadi jauh lebih memperhatikan perasaannya sendiri akhir-akhir ini. Ia bahkan kadang terdiam cukup lama setelah berinteraksi dengan Jeno, menyadari kalau itu memang menimbulkan desiran menyenangkan untuknya. Dan saat Renjun sadar itu, ia balik bertanya pada dirinya sendiri. Sejak kapan? Dan jawabannya, Renjun tak tau.

Mungkin Jeno terlalu pandai membuat Renjun nyaman, sampai omega itu pun tak sadar sejak kapan dirinya jatuh pada Jeno. Semua sikap Jeno, perhatiannya tak bisa Renjun abaikan. Apalagi ia juga pernah mendapat pernyataan soal perasaan alpha itu, tentang keinginan Jeno untuk membiarkannya menjadi alpha pemilik Renjun.

Dan semakin banyaknya afeksi yang Renjun dapat, ia merasa memang tengah diperhatikan oleh alphanya sendiri. Bahkan saat Jeno melakukan scenting padanya untuk membuatnya aman dari ayahnya, Renjun seolah tengah mendapat perlindungan dari alphanya sendiri.

Sebelumnya, ia pernah mengatakan iri saat melihat omega lain mendapat perlakuan baik dari Jeno sementara ia hanya mendapat tatap tak suka dari alpha itu. Tapi sekarang rasanya semua sikap baik Jeno yang Renjun terima itu lebih dari apa yang pernah membuatnya iri, segala tatap tak menyenangkan dari Jeno kini benar hilang. Sepertinya benar kata alpha itu, rasa bencinya ia buang entah dimana. Yang Renjun terima dan lihat hanya segala perhatiannya.

Walau kadang alpha itu tetap memancing sebuah perdebatan menyebalkan yang sebenarnya, tak penting.

"Ini buku-buku yang pernah kau pinjam?" Tanya Jeno.

Renjun yang tengah mengembalikan beberapa buku ke rak di perpustakaan, mengangguk. "Minggu depan sudah mulai ujian. Aku sudah harus mengembalikan semua buku milik sekolah."

Tangan Jeno menyentuh buku paling atas yang ada di kursi yang Renjun dorong kesana kemari untuk menyimpan buku sesuai kategori. Kemudian Jeno meringis. "Buku sebanyak ini benar kau pelihara selama ini?"

Omega itu tak menjawab pertanyaan Jeno yang menurutnya tak penting itu, ia justru meminta tolong Jeno membawakan tumpukan buku itu agar Renjun tak repot menyeret-nyeret lagi kursi kecil untuk menyimpan buku dan kadang ia gunakan sebagai pijakan untuk menyimpan ke rak yang lebih tinggi. Tangan Jeno pasti bisa mencapainya, sementara Renjun perlu usaha cukup untuk bisa mencapainya.

"Nanti kalau tempat bukunya harus dikembalikan cukup tinggi, kau saja yang simpankan ya?"

Permintaan Renjun dibalas delikan malas. "Tidak mau."

Tapi tak lama kemudian tangannya meraih tumpukan buku itu, dan mengekori Renjun. "Kalau aku tidak menemuimu, kau akan membereskan ini sendirian." Jeno menggerutu selama mengikuti langkah Renjun, tapi wajahnya tak menunjukkan rasa kesal.

"Iya, jadi terimakasih Jeno karena mau bertemu denganku hari ini." Ujar Renjun tanpa menoleh pada Jeno yang melebarkan senyumnya mendengar suara Renjun yang terdengar sinis.

"Disini, Jeno." Renjun menunjuk rak tinggi yang ada di sisi kiri mereka. Jeno menyimpan buku yang Renjun tunjuk juga, setelah itu Renjun menyimpan sendiri buku yang ada di bagian cukup rendah.

Hingga Jeno menyadari kalau Renjun mengenakan plester pada jarinya, dahinya berkerut samar. "Kau terluka?"

Renjun yang baru selesai menyimpan buku terakhirnya, menoleh pada Jeno dengan bingung ia tak mengalami luka. Lalu melihat arah tatapan Jeno, barulah Renjun ingat luka pada jari telunjuknya.

"Ah, kemarin hari terakhirku les. Gurunya memberiku bingkisan kecil sebagai perpisahan." Lalu tawa kecil Renjun terdengar, Jeno sempat tertegun mendengarnya. Karena suara tawa omega itu sangat jarang ia temui selama ia dekat dengan Renjun.

"Bukankah seharusnya aku yang memberikan hadiah pada gurunya? Tapi ini malah kebalikannya." Lanjut Renjun, omega itu merasa lucu atas hal kecil seperti itu.

Autumn Morning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang