Mata Jeno melihat ke luar jendela kelasnya, ia bosan terus-terusan mendengar penjelasan guru di depan sana. Rasanya melihat bagaimana daun-daun musim gugur berjatuhan lebih baik dari pada mendengarkan itu.
Beberapa hari ini Jeno tak bertemu Renjun, ia berpikir untuk mencari keberadaan omega itu siang ini. Lagi pula jadwal rutnya akan datang dalam beberapa hari, Jeno mungkin tak akan melihat Renjun dalam beberapa waktu.
Siang itu Jeno baru menuruni tangga, saat matanya melihat sosok Renjun yang menuju perpustakaan. Ah, olimpiade omega itu semakin dekat. Agenda belajarnya juga sepertinya semakin banyak. Jeno mengikuti langkah Renjun sampai di perpustakaan.
"Kau mengikutiku?" Tanya Renjun saat ia hendak duduk, ia melihat Jeno yang mengambil tempat duduk di kursi yang akan Renjun duduki.
Jeno tak menjawab itu, ia menjatuhkan kepalanya di atas meja. Memejamkan matanya, membuat Renjun berpikir ia kemari untuk tidur. Sementara telinganya mendengar Renjun yang mulai membuka lembaran bukunya setelah duduk dengan nyaman.
"Kau mungkin akan muntah lagi kalau kebanyakan belajar seperti ini." Ujar Jeno, matanya kini terbuka menatap Renjun yang menatap serius bergantian kertas pemberian guru juga buku yang ia bawa.
"Kalau aku tidak belajar, ada kemungkinan nilaiku jelek. Dan ayahku tak akan menyukai itu."
Padahal Renjun tak akan seceroboh itu saat mengisi jawaban, Jeno tau itu. Tapi omega kecil itu tetap saja tekun belajar, dan Jeno tak bisa melarangnya juga takut nantinya karena permintaan ia Renjun malah dapat hukuman.
"Beberapa hari yang lalu saat kau ke kelasku, ada omega yang menanyakanmu." Ujar Renjun, matanya masih mencari letak kesalahan pada jawabannya.
Jeno kembali memejamkan matanya. "Menanyakan benar tidaknya alpha nakal yang sering dipanggil guru?"
"Bukan, kupikir mereka menanyakanmu karena suka." Renjun kini menatap Jeno, tepat saat alpha itu juga membuka matanya. Jeno memperbaiki posisi duduknya, mengangkat kepalanya lalu membalas tatapan Renjun.
"Omega itu, kau bukan?" Tanya Jeno dengan menahan senyum usilnya.
Renjun mendengus, menunjuk dirinya sendiri dengan tak percaya. "Apa aku terlihat seperti orang yang menyukaimu?"
"Menyukai alpha menyebalkan yang membenciku? Aku—
Tiba-tiba Jeno mencondongkan tubuhnya ke arah Renjun, membuat omega itu kebingungan dengan sikap Jeno ini. Wajah mereka begitu dekat, bahkan Renjun bisa mencium lebih jelas feromon alpha itu.
"Kalau aku tidak menyebalkan?" Tanya Jeno, kali ini tak ada raut usil dalam wajah alpha itu.
Omega kecil di hadapan Jeno itu kini menaikan halisnya. "Pemisalanmu kali ini agak aneh."
Setelah mengatakan itu, Renjun kembali pada buku-bukunya dan mulai mencatat beberapa rumus. Sampai Jeno menarik pensil Renjun, membuat omega itu mau tak mau harus menatapnya.
"Kau tak sedang dikejar waktu, belajarmu sekarang hanya untuk persiapan." Ujar Jeno.
"Aku berbicara itu dengarkan." Lanjutnya dengan sedikit nada memaksa, ia ingin Renjun mendengarkan semua ucapannya.
Renjun menghela napasnya, membalas tatapan Jeno sekilas. "Aku dari tadi mendengarkan." Ia tadi memilih mengalihkan tatapan setelah mendengar pemisalan yang Jeno ucapkan agak mengganggunya.
Dan sekarangpun Renjun berusaha mengalihkan diri lagi pada buku-bukunya, namun Jeno menahan wajahnya. Meraih rahang Renjun, mencengkramnya pelan agar omega itu tetap menatapnya. "Seperti ini."
Tak bisa menghindar lagi, Renjun terpaksa menatap alpha di depannya ini. Renjun menunggu dengan mata yang menatap malas Jeno yang hanya menatapnya.
"Kalau aku tidak bersikap menyebalkan, kau mau jadi omegaku?"
Renjun terdiam seketika, dahinya berkerut. Kenapa jadi seperti ini? Pikirnya.
"Aku tidak mau." Jawab Renjun. "Kalau aku jadi omegamu hanya agar kau bisa menggangguku sesukamu." Matanya menyipit membalas tatapan Jeno.
Sementara Jeno yang masih memegang rahang Renjun, kini sedikit menunduk lagi agar wajahnya semakin dekat dengan omega berferomon lembut itu. "Kebalikannya." Bisik Jeno.
"Huh?" Kebingungan Renjun bertambah.
"Mau tidak?" Tanya Jeno sekali lagi.
Renjun mendelik. "Tadi kau bilang ini hanya pemisalan." Omega itu ingat bagaimana awal percakapan mereka tadi.
Jeno menggelengkan kepalanya. "Bukan. Ini sungguhan."
Mata Renjun berkedip, kini hanya ada hening antara keduanya. Saling menatap mata satu sama lain, melihat Renjun yang nyaris tak berkedip Jeno mengangkat jemarinya kemudian menyentuh pelan ekor mata Renjun. Agar omega itu berkedip.
"Aku tidak memaksamu untuk mau." Jeno tersenyum sebelum melepas wajah mungil Renjun dari tangannya.
Setelah hari itu, Renjun masih mendapati Jeno yang bersikap biasa saja padanya. Menyapanya dengan cara menyebalkan, atau sekedar menaikan halisnya saat mereka saling bertatapan. Tak ada yang berubah dari hubungan mereka, sampai pada hari dimana Renjun tak melihat keberadaan alpha nakal itu sama sekali. Padahal ia melihat Eric juga kawannya yang lain, tapi Jeno tak ada.Renjun jadi berpikir apa Jeno marah padanya? Atau mungkin tersinggung karenanya?
Tapi Renjun memang terkejut dengan semua pernyataan alpha itu, selama ini Renjun tak pernah sekalipun membayangkan kalau Jeno akan mengatakan kalimat seperti itu. Di pikirannya hanya terlintas kalau Jeno tak lagi keberatan dengan keberadaannya.
Mengingat bagaiamana dulu Jeno kerap bersikap tak berperasaan padanya, dan menatapnya dengan pandangan benci. Jadi mendapati Jeno mau sedikit lebih akrab dengannya Renjun hanya menyangka alpha itu mulai tak membencinya sebesar dulu. Renjun senang atas itu, karena ia seperti mendapat seorang teman.
Selama ini Renjun tak pernah bisa memiliki seorang teman yang benar menemaninya dan mau berbagi cerita dengannya, karena Renjun yang memang terlalu banyak menghabiskan waktunya dengan buku dan soal-soal. Hingga Jeno tiba-tiba mau berinteraksi lebih baik dengannya, tanpa lirikan benci ataupun kata kasar. Renjun tanpa sadar mulai menganggap Jeno sebagai temannya, tapi ternyata Jeno malah mengungkapkan hal yang diluar bayangan Renjun.
Memintanya jadi omeganya.
Renjun jelas kebingungan, dan terkejut. Tapi sekarang Jeno justru tak ada dari sekitarnya, mungkin karena jawaban Renjun yang hari itu membuat Jeno jadi memilih menjauh lagi dari Renjun. Mungkin Jeno akan kembali membencinya.
"Renjun?"
Mendengar namanya dipanggil, Renjun menoleh dan mendapati Eric yang berlari menghampirinya. Tadi Renjun tengah menyimpan beberapa buku di dalam loker.
"Aku diminta Jeno memberikan ini padamu." Eric menyodorkan satu cup salad buah pada Renjun, omega itu mengerutkan dahinya.
Karena tak juga diterima oleh tangan Renjun, Eric menyimpannya di loker Renjun yang masih terbuka. "Jeno mengancamku, aku harus memastikan kau menerimanya."
"Jeno?" Maksud Renjun, dimana alpha itu. Kenapa bukan Jeno yang memberikannya secara langsung? Benar marah padanya sampai tak mau bertemu dengannya? Tapi kenapa masih memberikan ini untuknya?
"Ah iya, Jeno sedang rut. Ia tak pergi sekolah, mungkin dalam beberapa hari lagi ia akan kembali mengekorimu." Ujar Eric menyebutkan alasan Jeno tak ada.
Renjun mengangguk, ternyata Jeno tak marah padanya. Ada rasa lega dalam diri Renjun, karena ia tak dijauhi Jeno. Karena Renjun tak akan bohong, kalau ia cukup kehilangan sosok alpha yang biasa mengusiknya itu.