Jeno menatap pintu kamar mandi yang tertutup itu, di dalamnya ada omeganya yang tengah berendam. Tadi Jeno sendiri yang menyiapkan air untuk Renjun berendam, ia juga yang menggendong tubuh itu ke kamar mandi. Sementara Jeno langsung keluar, sengaja memberikan waktu untuk omeganya itu.
Dan dengan itu Jeno pun membersihkan noda darah yang ada di tangannya. Jeno kembali menatap tangannya yang kini sudah bersih, mengingat kejadian tadi. Kejadian yang membuat tubuhnya gemetar karena marah, juga tenggorokannya yang tercekat menahan sakit pada hatinya melihat omeganya tergeletak lemas di lantai. Bahkan sampai sekarang pun, Jeno masih merasakan dadanya berdenyut sakit mengingat apa yang dilihatnya tadi.
Siang itu Jeno sedang bersama mamanya, menemani omega yang sudah melahirkannya itu pergi ke rumah sakit karena merasa tubuhnya tak nyaman. Jeno sempat mengamuk papanya yang masih bekerja lewat telpon, tapi mamanya meyakinkan itu hanya sakit biasa. Bukan karena tingkah matenya.
Dan saat Jeno tengah mengantar mamanya mengambil obat, ia merasakan perasaan tak nyaman juga pada tubuhnya. Ada rasa sakit pada dadanya, tapi Jeno yakin ia baik-baik saja sebelumnya. Sampai ia sadar kalau kesakitan ini mungkin terjadi pada Renjun, matenya.
"Ada apa, Jeno?" Mamanya bertanya panik melihat putranya yang menarik napas, kemudian wajahnya yang terlihat terganggu.
"Ma, aku antar pulang sekarang." Jeno merangkul bahu sang mama, mengajaknya segera pulang. Ia ingin segera menyusul omeganya, ingin mengetahui apa yang terjadi. Tapi ia perlu mengantar mamanya pulang.
Sebenarnya pikiran Jeno sudah tak karuan, ia sudah menjadikan sosok ayah Renjun sebagai sosok yang ia curigai adalah yang membuat omeganya saat ini merasakan sakit.
"Kenapa, Jeno? Katakan." Nyonya Lee bertanya bingung, karena ia tau tadi putranya menemaninya tanpa paksaan darinya. Tapi kenapa sekarang Jeno terlihat begitu, tergesa?
Jeno membalas tatapan mamanya yang kini menahan agar langkah mereka berhenti. "Renjun, mungkin tak baik-baik saja."
Detik berikutnya nyonya Lee langsung menyuruh Jeno bergegas, dan mengatakan ia akan baik-baik saja pulang sendirian.
Semenjak Jeno meninggalkan gedung rumah sakit, pikirannya semakin berkecamuk ia takut nantinya ia akan kembali kesana dengan Renjun yang ia antar. Jeno tak mau hal itu terjadi.
Dan begitu Jeno sampai di kantor milik kakek Renjun, ia langsung menuju ruangan tuan Huang yang sudah ia ketahui. Tak banyak yang bisa menghalangi langkah alpha itu, feromon marahnya menyebar semakin banyak.
Kemarahannya semakin memuncak saat ia membuka pintu dengan kasar, ia menemukan omeganya tergeletak dengan rintihan sakit yang memenuhi ruangan. "Apa yang kau lakukan pada omegaku?!" Jeno berteriak marah.
Tanpa pikir panjang Jeno menendang tubuh ayah Renjun, ia sekarang tak lagi menganggap alpha brengsek itu sebagai ayah dari omeganya. Makhluk sialan yang sudah menyakiti omeganya itu, hanya alpha bajingan yang harus mendapat hukuman karena menyakiti Renjunnya.
Perkelahian antara ayahnya dan alphanya tak membuat Renjun tertarik, napasnya masih terasa menyakitkan. Sesak, air matanya bercucuran dengan tubuhnya yang sudah lemas.
Tuan Huang marah saat Renjun mengatakan ia akan berhenti menuruti permintaan ayahnya, dan hanya akan hidup sebagai omega Jeno. Tuan Huang tak suka dengan perkataan anaknya itu, padahal kemarin ia baru saja mendapat banyak pujian dari kakek Renjun soal pekerjaan yang Renjun kerjakan. Bagaimana pun ia juga senang mendapat pujian sebagai seorang ayah yang memiliki anak yang membanggakan.
Jadi begitu ia mendengar Renjun tak ingin terlibat apapun lagi dengan pekerjaannya, tuan Huang takut tak bisa mendapat apapun lagi dari kakek Renjun. Ia langsung mencekik anaknya itu dengan feromonnya itu, lupa dengan fakta kalau Renjun sudah bukan lagi omega kecil miliknya. Renjun memiliki seorang alpha yang sejak dulu pun dengan terang-terangan memperingatkannya.