24. Sounds sweet

5.7K 784 121
                                    

Helaan napas guru yang barusan menyeret Jeno dan Jaemin menuju kantor terdengar lelah, sementara kedua alpha itu justru terlihat tak merasa bersalah setelah menyembunyikan seluruh buku tugas murid sekelas mereka. Jeno dan Jaemin memberitaukan bahwa itu agar seluruh temannya kompak tak mendapat nilai mengerjakan tugas sama sepertinya dan kawan-kawannya yang lain.

"Katakan, dimana kalian menyimpan buku teman kalian?"

Jeno tak menjawab, ia melirik kursi yang tak jauh dari tempatnya. Ia sering mendapati Renjun duduk disana, dan biasanya Jeno tanpa pikir panjang akan melakukan hal yang membuat Renjun terganggu olehnya. Dulu Jeno sebenci itu pada Renjun.

Tapi kemarin ia melakukan scenting pada omega itu, hal itu cukup membuat Jeno sadar perubahan sebesar apa yang ia miliki untuk Renjun. Dari yang tadinya sering menyakitinya dengan feromonnya atau bahkan menendang dan mendorong tubuh kecil itu tanpa segan, kini Jeno justru berharap bisa membuat omega itu aman. Kemarin ia juga mengatakan tanpa pikir panjang tentang hal itu pada Renjun.

Dari awalnya Jeno kerap menatap Renjun tak suka, sekarang justru sering memberikan makanan atau cemilan untuk menemani omega itu belajar. Rasa tak suka yang Jeno miliki untuk Renjun dulu entah sekarang ada dimana, karena yang memenuhinya saat ini hanya— rasa sayang.

"Jeno, Jaemin ini sudah mendekati ujian, berhenti berulah." Ujar wali kelasnya itu dengan nada frustasi dengan kelakuan Jeno dan alpha remaja yang jadi kawan anak itu, entah itu Eric, Jaemin atau beberapa yang lainnya.

Jaemin hanya menganggukkan kepalanya, padahal dalam hati tak mengiyakan permintaan guru itu. Sementara Jeno justru bertanya hal aneh. "Tidak ada Renjun?" Itu Jeno tanyakan pada wali kelas Renjun yang baru saja duduk.

"Lee Jeno." Tegur wali kelasnya, karena bisa-bisanya anak itu menanyakan oranglain disaat seharusnya ia mendengar peringatan yang ditujukan untuknya.

Jeno juga tau kalau tak mungkin Renjun setiap hari harus ada di ruang guru, tapi Jeno hanya merasa bahwa agak aneh mendapati ia masuk kantor guru tanpa ada Renjun juga yang duduk di dekatnya. Walau memang alasan mereka di panggil ke ruang guru jelas berbeda, tapi sekarang Jeno merasa itu lucu. Karena dulu mereka bisa disebut saling membenci namun sepertinya mereka justru sering bertemu satu sama lain.

Wali kelas Renjun meringis melihat kelakuan alpha remaja yang kerap mengganggu Renjun. "Renjun tak ada urusan lagi yang mengharuskannya ke kantor, olimpiade sudah selesai. Ibu tak akan mengganggu persiapannya untuk ujian, ibu tau bagaimna ia selalu serius dengan hasil ujiannya. Apalagi ini ujian akhir."

"Mungkin setelah ini aku tak akan melakukan hal yang bisa membuatku dihukum lagi." Ujar Jeno setelah mendengar jawaban wali kelas Renjun.

Sementara wali kelasnya sendiri hanya bisa menatap Jeno tak percaya. "Nyaris setiap akan mendapat hukuman, kau mengatakan hal itu."

Jeno pun hanya mengedikkan bahunya.

"Pulang sekolah nanti, kalian kemari dulu." Ujar wali kelasnya.

"Ck." Jeno berdecak kesal, pulang sekolah nanti ia hendak menemui Renjun.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dari pada melewatkan bertemu Renjun, Jeno lebih berani tak mendengarkan gurunya. Alpha itu tak menuruti perintah guru untuk mendatangi ruang guru, ia dan Jaemin mengabaikan hal itu. Jaemin yang bahkan pulang lebih dulu hanya karena guru kata pelajaran tak masuk, sementara Jeno menunggui kelas Renjun selesai.

Sebelum Renjun keluar dari ruang kelasnya, Jeno lebih dulu menghampiri mejanya. Memperhatikan omega yang kini tengah merapihkan barangnya dan memasukkannya kedalam tas.

"Jeno..." Renjun menyebut nama alpha itu saat sadar sosok itu ada di dekatnya.

"Kau benar aman kan kemarin?" Tanya Jeno penasaran, ia ingin memastikan bahwa apa yang ia lakukan tak sia-sia.

Renjun mengangguk. "Aku akan mengatakannya lagi, terimakasih, Jeno." Ujarnya tulus.

"Pagi ini juga ayah hanya memperingatkanku tentang peringkat akhir nanti dan itu hanya dengan ucapannya saja." Renjun tadinya sudah cukup tegang saat keluar kamar lalu matanya menemukan sang ayah sudah duduk untuk sarapan.

Saat namanya diserukan oleh mamanya pun Renjun agak tak enak hari, takut hukumannya tetap akan ia dapat. Tapi ternyata, ayahnya memintanya untuk lebih tekun dan tak melewatkan jadwal lesnya. Hanya kalimat penuh penekanan saja yang ia dapat, tapi tak apa, selama tak ada lagi cekikan dari feromon ayahnya Renjun merasa tak begitu—ketakutan.

"Ia sedikit terlihat marah saat aku menemuinya kemarin, tapi ia menerima ucapanku." Ujar Jeno.

"Aku juga ingin minta maaf karena tak membicarakan dulu padamu sebelumnya." Lanjut Jeno, matanya menatap mata omega itu lembut.

"Iya." Renjun mengangguk tak keberatan, toh rencana Jeno itu untuk menyelamatkannya.

Jeno menghela napasnya pelan, kemudian mengeluarkan satu bingkisan kecil yang tadi ia pesan pada Eric. Itu berisi tiga cookies—Jeno memaksa Eric agar membelikan makanan yang tak akan membuat Renjun sakit gigi. Eric yang sedang berada di cafe hanya bisa menghela napasnya, dan membeli apa yang terlihat matanya saat itu.

"Aku salah beli lagi." Jeno meraih tangan Renjun dan memberikan itu padanya. Raut wajahnya tak seserius tadi, ia bahkan kembali menunjukkan sifatnya yang biasa.

"Kenapa sering salah beli?" Gerutu Renjun sambil menatap pemberian Jeno.

Alpha itu tak menjawab, ia justru meraih tas Renjun yang ada di atas meja. Memastikan barang milik omega itu sudah selesai di rapihkan, lalu membawanya keluar dari kelas. "Aku antar pulang, agar ayahmu lebih percaya dengan kebohonganku kemarin."

Setelah itu, Renjun mengekori Jeno. Kebetulan juga keduanya menuju loker masing-masing, Renjun meraih sweaternya namun belum sempat ia mengenakannya Jeno justru mengambilnya. Memasukkan sweater maroon miliknya ke dalam tasnya yang ada pada alpha itu.

Jeno ganti menyodorkan jaket hitamnya pada Renjun. "Aku tak mungkin melakukan scenting padamu setiap hari, kau tak akan suka dengan yang kulalukan. Jadi untuk membuatmu tetap dengan bauku, tak apa kan kau memakai jaketku?"

"Kau tak keberatan aku memakai jaketmu?" Renjun bertanya balik.

Mendengar pertanyaan Renjun, Jeno mendengus geli. "Kenapa percakapannya jadi se-kaku ini."

"Pakai saja, Renjun. Aku tak keberatan barangku dipakai olehmu." Lanjut Jeno dengan senyum tulusnya.

"Aku tak mau nanti mengomel karena aku memakai jaketmu, sementara kau tak mengenakan jaket." Renjun mendelik sambil memakai jaket alpha itu.

Jeno menatap Renjun dengan sebelah halis terangkat, senyum miringnya tercetak dalam bibir tipisnya.

"Dulu mungkin iya, kalau aku sampai harus terpaksa memberikan barangku padamu aku jelas akan menerormu setelahnya. Karena aku benar tak suka padamu!" Mata Jeno melotot setelah mengatakan kalimat terakhir, tapi detik berikutnya ia tersenyum lebar membuat matanya menyipit.

"Sekarang, tak apa kalau kau mau memakai barangku juga. Rasa tak sukaku padamu entah aku buang dimana." Jeno mengedikkan bahunya.

Renjun menatap Jeno dengan sambil berkedip lambat, masih tak percaya alpha di depannya itu sudah tak membencinya. "Kau tak membenciku lagi?"

Mendapat pertanyaan itu sontak saja Jeno terkekeh, kemudian menggelengkan kepalanya. "Sekarang, rasa peduliku jauh lebih besar padamu. Mungkin ini yang disebut sayang ya?"

Senyum Jeno tak luntur barang sedikitpun dari wajahnya saat menanyakan pertanyaan retoris itu pada Renjun, sementara Renjun sendiri hanya terdiam mendengar segala ucapan alpha itu yang terdengar begitu manis di telinganya.

Autumn Morning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang