22. A pile of leaves

5.2K 754 87
                                    

Mengenai penolakan Renjun, Jeno tak keberatan karena ia pun tau bagaimana sikapnya dulu pada Renjun. Sudah jelas tak akan mudah untuk omega itu menerima keberadaannya di sampingnya.

Rutnya sudah selesai, tapi feromonnya masih begitu pekat, mamanya mengatakan itu. Dan ia dilarang keluar rumah, takut Jeno berulah nantinya. Sudah empat hari ini Jeno menuruti ucapan sang mama, tapi di hari kelimanya Jeno tak bisa diam di rumah. Ia ingat ini hari olimpiade Renjun, Jeno ingin datang menemui omega itu.

"Jeno, biasanya kau mengalami rut seminggu." Nyonya Lee melarang Jeno keluar.

Alpha remaja itu meyakinkan kalau ia tak akan menyerang sembarang omega, karena ia benar sudah sadar sepenuhnya atas seluruh tubuhnya. "Aku sudah bisa keluar ma, lagi pula ini hari ketujuh—"

"Justru itu, feromonmu juga masih tercium kuat." Sahut nyonya Lee sambil menahan lengan putranya.

Jeno menatap sang mama, kembali meyakinkan kalau ia bisa mempertanggung jawabkan ucapannya pada sang mama ini. Dan akhirnya nyonya Lee mengizinkan, walau dengan ragu.

Tempat dilaksanakannya olimpiade kimia antar sekolah itu, Jeno ketahui terletak di aula yang ada di sekolah mereka. Tujuan alpha itu datang ke sekolah sudah jelas, maka saat ia sampai dengan langkah lebarnya ia segera mencari keberadaan Renjun.

Belum sampai ia di tempat tujuan, suara Renjun lebih dulu terdengar oleh telinganya. Membuat ia menoleh ke arah belakang, tempat Renjun berdiri menatapnya.

"Bukankah kau sedang rut?" Tanya Renjun.

Jeno maju mendekat. "Aku tidak boleh kemari?" Ia bertanya balik dengan nada sinis.

Renjun reflek berdecak. "Ck." Lalu matanya memicing curiga. "Atau sebenarnya alasan rut mu itu bohong kan? Kau memang malas sekolah saja."

Sebenarnya Renjun mencium feromon pekat alpha itu, tanda memang alpha itu baru saja melewati masa rut nya. Ia menuduh hal tak benar tadi, hanya untuk melihat respon Jeno dan memastikan kalau hubungan mereka tak akan jadi kacau lagi setelah kejadian tempo hari.

"Aku membawa minum, kau mau tidak?" Jeno menawarkan itu dengan nada malas.

Omega kecil itu sadar, kalau hubungan mereka memang tak menjadi kembali buruk seperti dulu. Hanya saja hubungan mereka tetap terasa berbeda, dengan kenyataan kalau Jeno pernah menanyakan tentang kemauan Renjun untuk menjadi mate nya.

Renjun menyipitkan matanya melihat botol minum yang dibawa alpha itu, dan Jeno yang sadar pikiran penuh kecurigaan Renjun mendengus geli.

"Kalau minumnya beracun hari ini adalah kali terakhir kau melihatku, karena kau akan mati tak lama kemudian." Jeno menatap Renjun dengan senyum lebar yang terkesan mengejek.

Tangan Renjun akhirnya tetap menerima air minum yang disodorkan Jeno, sementara matanya mendelik sebal. Setelah menegak airnya satu tegukan, Renjun mengembalikan botol minum Jeno itu.

Setelah menerima kembali itu, Jeno menatap Renjun dengan sebelah halis terangkat. "Kau tidak mengharapkan ucapan apapun dariku?"

Renjun mengedikkan bahunya. "Tidak."

Jeno tak merasa tersinggung atas itu, ia malah mengulas sebuah senyum tulus. Alpha itu mencoba memahami omega kecil itu, karena mungkin ia tak membutuhkan kalimat apapun untuk sekarang. Semua tuntutan dari orangtuanya cukup membuatnya muak terhadap beberapa kalimat yang bisa saja sudah lebih diucapkan ayah atau mama Renjun untuk semakin menekan omega itu.

Maka sekarang Jeno hanya meletakkan tangannya di atas kepala Renjun, lalu perlahan turun untuk mengusap kepala omega dengan wajah mungil itu.

Selama tangannya melakukan gerakan usapan lembut itu, mata Jeno menatap lekat pada Renjun. Sampai satu senyuman dari omega itu membuat Jeno tertegun, ia baru kali ini melihat senyum Renjun. Mata yang biasa menyorot sebal padanya kini melengkung cantik, pipi gembilnya yang semakin terlihat jelas karena sudut bibirnya yang naik membuat Jeno berpikir untuk memainkan pipi itu. Bibir yang kini mengulas satu senyuman terlihat manis dengan warna serupa peach itu.

Dan ada yang Jeno sadari setelah melihatnya, bahwa Renjun memiliki yang namanya killer smile.

Bagaimana Jeno tidak tambah jatuh setelah melihat senyum memikat milik Renjun itu?

Jeno bahkan merasakan wajahnya memanas setelah melihat wajah Renjun berhias sebuah senyum, pipinya memiliki rona kemerahan. "Aku tunggu sampai kau selesai, mau tidak?"

"Ingin memastikan racun dari minumanmu bekerja dengan baik atau tidaknya?" Tanya Renjun, rautnya tak banyak berubah.

Tidak seperti Jeno yang cukup repot dengan debaran di dadanya.

"Bukan, aku ingin melihat bagaimana wajah menderitamu setelah menyelesaikan semua soalmu. Mungkin itu cukup menyenangkan untuk dilihat." Jeno terkekeh saat melihat Renjun yang melotot padanya.

"Masuklah." Jeno mengedikkan dagunya, menunjuk ruangan tempat Renjun akan mengikuti olimpiade.

Renjun mengangguk lalu beranjak pergi, sebelum kembai menoleh pada Jeno. "Jeno, semua yang kau lakukan selama kau tak ada sekolah karena sedang rut. Terimakasih."

Seminggu belakangan, meski Jeno tak ada menemuinya. Tapi Eric rutin memberinya satu cup salad buah setiap harinya, kadang juga Jaemin atau kawan Jeno yang lain membawakan sandwich ke kelasnya. Mereka mengatakan kalau itu semua permintaan Jeno.

Saat Eric ataupun yang lain mengeluh malas, Jeno akan mengancam ia akan datang sendiri menemui Renjun dan mengantarkan semuanya tanpa bantuan kawan-kawannya. Jelas hal itu membuat semuanya panik, seorang alpha dibiarkan keluar hanya akan berakhir kacau.

"Yang barusan juga terimakasih." Ujar Renjun tulus.

Jeno melirik tangannya yang memegang botol minum. "Ini hanya air minum, Renjun."

"Bukan air minumnya, tapi tangan yang menyentuh kepalaku." Lagi-lagi Renjun mengulas sebuah senyum lebar yang lucu untuk Jeno.

Renjun benar-benar berterimakasih atas semua perlakuan Jeno, bahkan usapan lembut yang ia dapat barusan pun. Karena usapan yang pernah ia terima dari kedua orangtuanya tak pernah terasa selembut itu, karena banyaknya tekanan yang membuatnya seolah tak merasakan semua kasih sayang dari kedua orangtuanya. Ia sulit menemukan bentuk kasih sayang yang orangtuanya sebutkan.

Sementara dari Jeno barusan, cukup membuat Renjun merasa nyaman.

Sementara dari Jeno barusan, cukup membuat Renjun merasa nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Autumn Morning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang