Sejak awal gue masak sampai mau selesai, Topan ngebantu dengan memberitahu jika gue sedikit teledor atau kebingungan. Mama Pia juga baik banget, dia ngebantu gue dengan lembut.Gak ada tuh ciri-ciri mertua jahat dari Mama Pianka. Serius, gue gak nemu tuh sejak awal ketemu. Mama Pia bener-bener buat gue jatuh hati sama beliau.
"Ma, ini di taruh sini?" Gue bertanya setelah memotong cabe rawit yang katanya bakal di masukin ke panci sayur.
"Iya sayang, aduk bentar habis itu cicipin udah pas belum."
Tuh, mana ada calon mertua udah sayang-sayang gitu? Patut gue pertahanin kan, ya?
"Udah enak itu, calon istri aku pinter masaknya, Ma!" Gue menutup muka. Malu saat denger pujian itu. Ya memang sayur itu gue yang handle sendiri, mama Pia cuma kasih tau ini itu.
KAKAK! GUE BISA MASAK NIH! DI BANTU CAMER!
"Assalamualaikum." Suara dari depan mengalihkan adegan malu-malu mau tadi.
Tak lama seorang yang--gue gak mau menganggumi, tapi sayang kalau di lewatkan--gagah nan berwibawa dengan setelan jas hitam, mendekati area meja makan yang tak jauh dari dapur. "Lagi ngapa-eh Jira ya ini?"
Mama Pia mendekati suaminya, gue turut ikut buat salaman sama Om Rolis. "Iya, Om"
Om Rolis cuma mengangguk-angguk dengan senyumannya. Please, kenapa rumah ini penuh orang-orang yang bikin gue meleleh hanya dengan senyuman?
"Om keatas dulu ya? Kalian lanjutkan aja." Tanpa menunggu jawaban, Om Rolis melangkah menaiki tangga menuju lantai dua rumah ini.
Kok keliatan jengkel ya? Padahal tadi senyum manis banget.
"Jira, kamu selesaikan masaknya ya? Mama mau ke atas dulu." Gue hanya mengangguk walau sedikit bingung. Mama Pia juga keliatan khawatir. Apa yang sedang terjadi?
Gue kembali ke meja dapur dengan rasa penasaran. Astagfirullah, Jira. Ini urusan keluarga orang. Lo masih calon keluarganya.
Sialan batin gue kalau ngomong suka asal.
"Kamu kenapa?" Tanya Topan yang langsung mengembalikan nyawa gue.
"Itu, papa kamu gak suka aku di sini ya?"
Topan ketawa, kenceng banget sampai hampir kejungkal kebelakang karena kursinya goyang. "Jawab, Yang! Aku takut."
"Aneh banget kamu bisa punya pikiran gitu!" Perlu ya menghujat dulu baru mau jawab? "Papa kalau lagi capek kerja ya gitu, bukan gak suka sama adanya kamu disini. Aneh kamu!" Dia kembali ketawa.
Gue guyur juga lo pakai kuah sayur!
"Kan weekend, kok papa kamu masih kerja?"
"Papa emang gitu. Hari kerja dia dari senin ketemu senin. Kerja rodi sebenarnya!" Dia ngecibir papanya sendiri?
"Kok kamu gak bantuin?"
Topan melotot, "Enak aja. Siapa bilang aku gak bantuin! Dari senin sampai sabtu aku gak bisa jalan sama kamu itu karena apa?"
Oke, gue salah. Dia emang bantuin alias udah kerja di perusahaan papanya. "Ya tapi papa kamu katanya dari senin sampai senin lagi? Kok kamu gak?"
"Emang kamu mau aku gak ada waktu buat kamu sampe gila kerja kayak papa?"
Ya gak mau, mana bisa gue hidup sama orang kayak gitu! Eh bukan gitu Om Rolis, maaf maksudnya gak gitu kok.
"Ya jangan." Cicit gue pelan.
"Papa itu kalau udah gila kerja ya gitu. Gak tau juga aku, untung anaknya udah pada hampir gede. Yang repot biasanya mama sih. Mama kadang marah kadang juga kesel sama kelakuan papa." Gue tau sih alasan mama Pia bisa kesel dan marah sama Om Rolis.
"Kamu kalau kerja inget istirahat, kan?"
"Udah pasti, apalagi selalu di ingetin sama pacar. Duh kangen pacar nih, pengen peluk!" Kini giliran gue memukul kepalanya pakai centong yang gue bawa.
"Udah cocok kayak mama. Nikah yuk!" Bukannya marah malah ngerayu dia. Ya Allah, pipi gue kok panas ya.
***
Berkat bantuan Topan, hidangan yang tadi gue dan Mama Pia masak sudah terhidang dimeja makan. Alhamdulillah, tes calon menantu idaman terlewatkan dengan baik tanpa adanya insiden yang bikin Mama Pia memikirkan lagi apakah gue cocok jadi menantunya.
"Tinggal nunggu papa dan mama. Kita nonton dulu yuk?" Ajak Topan setelah gue menutup makanan pakai tudung saji.
Topan bilang gak berani ketok pintu kamar orang tuanya itu, takut ganggu papanya yang lagi istirahat karena capek. Toh jam makan siang belum sepenuhnya datang.
"Adek kamu mana? Udah siang kok belum pulang?"
"Nanti juga balik sendiri. Lebih baik gak pulang dulu deh." Tuh kan, pasti adiknya Topan ganteng-ganteng.
Topan yang berubah bete gue biarin. Kaki gue ngajak keluar menuju teras buat mencari jika ada sekumpulan anak kecil lagi main atau gak di depan rumah.
Rupanya sepi, hanya ada debu lalu lalang dan burung merpati yang menghiasi pemandangan siang ini.
"Cari siapa?" Kaget, hampir gue tabok kalau gak ingat dia lagi bete, "Cari Fajar?" Gue hanya senyum gak mau jawab pertanyaannya.
"Kamu tau gak, Yang? Kasih sayang aku masih banyak buat kamu loh, kamu gak perlu tuh cari kasih sayang yang lain." Tahan Jira, jangan tersenyum apalagi ke goda.
Gue bukan mau mendua. Cuma penasaran aja sama si kembar yang udah gue yakinin ganteng-ganteng karena kakaknya waspada sekali.
"Aku tahu, kamu pasti merasa kurang soalnya dari kemaren aku lumayan sibuk sama kerjaan. Iya kan?" Gue tahan kok, mulut gue tolong tahan ya. Jangan senyum apalagi ketawa.
"Kalian kenapa di depan?" Teriakan mama Pia membuat gue dan Topan terkejut.
Teriakannya ituloh, aduhai sekali ma.
"Mama bisa gak usah pakai toa?" Gerutu Topan sambil melangkah masuk kembali. Gue ngikut di belakangnya, terlihat Mama Pia baru berjalan dari dapur.
Ya Allah, itu tadi mama Pia teriak dari dapur? Jarak dapur dan pintu masuk lumayan jauh loh, dan hasilnya? WOW, MAMA. YOU're AMAZING MOM.
"Jira kenapa gak makan?"
Gue tersenyum, mendekati wanita yang sudah duduk di sofa sambil memegang remote TV, "Nunggu mama."
"Loh, mama makan nunggu papa." Iya gak masalah, kan gue ini tamu. Masya allah, gue berasa jadi anak rumah ini.
"Gak papa, Ma."
"Ma..." Topan merengek? Ya Allah, lupa. Dia kan lagi gue kerjain.
"Apa, Sayang?"
"Boleh gak kalau aku ajak pacar ke kamar?" Mama Pia mengerjapkan mata, pun gue juga lakuin hal sama. Gue kira bakal ngadu kalau gue ngerjain dia, lah kok?
"Bawa aja. Biar dia tau kelakuan kamu berantakin kamar!" Topan mencebik, gue ketawa lirih. Tapi ekpresi Topan gak lama, karena dia udah berdiri kemudian ngambil tangan gue yang masih berdiri di samping sofa tempat dia duduk tadi.
"Jadi ke kamar?" Suara mama Pia menghentikan langkah gue yang baru satu langkah.
"Jadi, kenapa? Kan tadi boleh!" Topan bertanya.
Mama Pia gak jawab, tapi dia narik kenceng banget tangan gue sampai reaksi tubuh gue adalah kejungkal disofa.
"Duluan aja, mama mau kasih petuah dulu ke putri mama ini!" Kata mama Pia, Topan keliatan santai banget sambil mengangguk.
Gue mau di apain?
"Kamu mama bolehin masuk kamar Topan. Tapi ada satu misi yang harus kamu lakukan!"
"Apa, Ma?"
"Cari tau di kamar pacar kamu itu ada foto cewek lain atau gak, kalau ada mama sangat setuju kamu aniaya dia saat itu juga!"
==Bersambung==
1200 Kata
06-July-2023PuMa
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Buat Kakak |TAMAT|
RomanceFamily || Selesai Jira hanya ingin satu hal. Menikah setelah kakaknya. Hanya itu, tapi rasanya begitu sulit di gapai. Bagi Jira, lebih dulu menikah sebelum kakaknya adalah larangan, sangat di haramkan oleh dirinya sendiri. Karena itu sama saja baha...