18. Dera Jahat, Tapi Juga Baik!

1 0 0
                                    

Jujur gue pikir, otak lagi halu. Tapi yang duduk di depan gue beneran Kak Anri. Sejak disadarin Dera karena kelamaan gantung mie matang. Gue belum ucap apapun.

"Kakak kok di sini?" tanya gue gak yakin.

"Kabar kamu baik, kan?" Malah balik nanya sih!

"Alhamdulillah."

"Kakak kesini cuma mau kasih tau, kalau rumah kontrakan sudah kakak lepas dan kakak juga udah balik ke kantor lama. Magang kamu beberapa hari lagi selesai, kan?" Gue cuma mengangguk gak tau mau jawab gimana.

"Selesai magang kamu bisa langsung pulang ke rumah Mak aja, barang semua udah beres. Kampus kamu juga bimbingan skripsi secara daring, jadi bisa kalau di kerjain di rumah Mamak aja. Nanti kalau mau ke kampusnya biar kakak anterin."

Gue? Cuma melongo gak percaya. Gimana bisa percaya, si kakak yang kalau chat gue selama magang ini cuma nanya makan gimana, uang saku masih ada dan larangan jangan pulang malam meski terkadang gue langgar.

Gak pernah sekalipun selama dua bulan ini dia tanya kuliahnya gimana, jadwalnya magang sampe hari apa, selesai magang jadwalnya ngapain, Intinya gak pernah tanya mengenai masalah kuliah gue.

Tiba-tiba aja gue takut kakak gue yang tadinya anak kantoran jadi anak cenayang.

"Kakak gak bisa lama-lama. Harus balik rumah sebelum larut malam. Kakak pamit ya!" Gue di saat itu masih melongo, gak bisa cerna apapun. Bahkan sesi berpamitannya kak Anri, gue gak bisa proses sama sekali.

Mungkin Dera yang juga bingung tapi masih bisa menyadarkan diri jadi langsung berbicara, "Loh Mbak, baru juga bentar duduk. Belum ditawarin minum juga. Gak mau minum dulu, Mbak?"

"Gak usah, Dera. Saya cuma mampir bentar." jawabnya kemudian menunjuk arah samping tubuhnya. "Ini ada bahan masakan buat kalian berdua, jangan makan mie instan mulu!"

Sedetik kemudian kakak gue pergi diantar Dera sampai gerbang kayaknya. Gue? Masih bengong lah, bahkan gue belum gerak atau ngucapin apapun.

"SADAR WOY KEJIRA!" Ketahuilah itu bentakan, dari Dera tepat ditelinga gue.

"Sakit, Der!" Telinga gue berdengung karena dia. Sialan.

"Lagian di panggil kagak respon!"

Entah, celotehan dia apa aja. Gue masih sibuk nyembuhin telinga soalnya.

"JIRA!"

Masyaallah, "Iya bentar, Dera. Telinga gue kayak lo masukin ke toa tahu bulet tau gak! Lain kali kalau bentak yang kira-kira jaraknya! Ngeselin banget jadi orang!"

Suara Dera kalau lagi bentak gue itu terkadang lewat batas wajar, gue takutnya ini berefek jangka panjang. Naudzubillah.

"Udah belum?" tanyanya waktu gue pelototin dia yang duduk sambil makan mie gorengnya.

"Jangan di ulang! Sakit beneran ini! Besok gue tuli lo yang tanggung jawab!" Mulut gue di tabok. Habis telinga sekarang mulut gue. Ini tindakan asusila nih, harus di laporkan.

"Lo kalau ngomong jangan asal, ucapan adalah doa. Jangan sampai ada yang denger terus aminin ucapan lo. Kejadian beneran baru tau rasa lo!"

Gue mau nangis, punya teman kejam banget ya? Udah main tangan, main kata juga. Gue salah apa sih sebenarnya?

"Makan buruan, dingin itu mie gak lo makan awas kalau lo buang!"

Mamak, tolong!

***

"Kenapa lo gak pernah cerita?" Itu adalah pertanyaan dari Dera setelah gue berkisah mengenai alasan di balik keputusan gue untuk ikut dia magang jauh dari rumah.

Gue dengar pertanyaannya, tapi gue bingung jawab apa. "Hidup gue gak pernah bisa gue kendaliin sendiri. Selalu ada kakak di setiap keputusan yang bahkan gak pernah gue ambil."

"Ra? You okey?"

Gue menggeleng, gak nangis memang. Air mata gue sudah habis mungkin ya? "Bisa gak sih, gue lahir jadi anak tunggal aja?"

"Kalaupun lo lahir jadi anak tunggal bukan berarti hidup lo akan baik-baik aja." Ya, setidaknya gue bisa hidup dengan cara gue sendiri. "Sekarang gue tanya, emang kalau kakak lo ngelarang itu berdampak negatif buat hidup lo?"

"Iya!"

"Kalau gitu otak lo yang harus dicuci nih!"

Dera dorong kening gue pakai telunjuknya, kalau kalian mau tau. "Sekarang kita nih udah dewasa, bukan lagi remaja. Seharusnya lo udah harus belajar, kalau apapun masalah kehidupan memiliki dua sisi. Satunya baik yang lain ya buruk!"

"Kalau dari cerita lo yang awalnya emang cara Topan ketemu kakak lo gak sesuai harapan lo, berarti yang harus lo lakuin adalah ketemuin mereka berdua secara baik."

"Kan udah gue bilang! Udah, Dera!" Berusaha tetap membela diri gue.

"Secara baik, gak pakai emosi!"

"Kakak gue duluan!"

Dera malah ketawa, "Lo masih merengek gini mau nikah? Kalau gue jadi Topan, gue batalin, Ra! Gak jadi gue nikahin lo!".

"Lo jangan ngomong gitu dong, Der!"

Dera ninggalin gue yang duduk bersila dikarpet, dia rebahan sambil ambil handphone-nya di atas kasur, "Nikah tuh bukan hanya dapat restu, nikah, hidup bersama dan bahagia sentosa!"

"Gue paham itu!"

"Tapi cara berpikir lo sekarang itu yang ngebuktiin kalau lo gak paham apa itu pernikahan, Jira!" Gue menciut, "Balik ke perkataan lo tadi, lo bilang kalau capek lari-larian terus kayak gini. Lo juga ngerasa Topan makin menjauh setelah lo merantau gini, terus lo mau cari apa dari perantauan seperti ini? Ketenangan? Damai? Gue tanya sekarang, tenang gak? Damai gak?"

Gue pun gak bisa menjawab, karena setiap hari pertanyaan itu juga yang selalu gue cari jawabannya.

"Lo juga pernah ngasih gue nasihat loh, Ra! Masalah itu dihadapi, kalau lo kabur bukannya menyelesaikan, masalah itu akan terus ada dan abadi. Inget gak?"

Iya, gue inget. Itu nasihat gue kasih saat Dera berantem sama Hazim, yang berujung Hazim ngalah. "Sekarang kenapa malah lo jilat ludah sendiri?"

"Gue cuma mau menjauh sementara sambil cari cara gimana menyelesaikannya!" dalih gue gak tau lagi mau bicara seperti apa.

"Oke, udah tau caranya?" Gue diem lah! "Gak perlu cari tau caranya, cukup lihat dari sisi lain kenapa kakak lo bersikap demikian sama hubungan lo dan Topan. Gue yakin, kakak lo ada alasan baik sampai mau misahin kalian."

"Apaan? Pacarin Topan?"

"Istighfar woy! Lo tega banget suudzon kayak begitu sama kakak sendiri!"

"Terus apaan?"

"Ya gak tau! Tanya sendiri sana!" Bibir gue cemberut, tak suka dengan jawaban Dera.

"Yang penting sekarang, lo gak boleh marah-marah sama Kakak lo terus! Bicara, hanya itu dan gue yakin lo akan menemukan jawabannya. Kalau alasan kakak lo udah lo temuin, baru lo omongin baik-baik sama kakak lo, masalah keinginan lo yang gak mau pisah dari Topan."



===BERSAMBUNG===

1001 kata

23 July, 2023
PuMa

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang