25. Akhir dari Menonton

1 0 0
                                    

Dialog itu, kalimat itu, kata-kata itu. Kenapa sangat menampar diri gue?
Seakan film ini memang di takdirkan untuk menghina, menusuk, menampar dan membunuh harapan gue pada cinta yang gue punya.

Gue mencoba bertahan, tapi layaknya di berikan sebuah nasihat yang mematikan. Sekejam itukah proses dalam mempertahankan sebuah hubungan?

Saat mata gue melirik Topan yang masih fokus menonton dan memakan popcorn-nya itu, gue tidak melihat satupun mimik wajah yang menunjukkan tanda-tanda seperti gue.

Se-santai itukah Topan? Kenapa dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan memulai pembicaraan. Apakah etis gue menanyakan lebih dulu tentang hubungannya dengan kakak gue?

Gak! Lebih baik gue menunggu Topan yang mengatakannya sendiri, dan mengakhiri hubungan kami. Karena gue seratus persen yakin, bahwa gue akan lebih mudah untuk melupakan saat otak gue di penuhi anggapan Topan tidak lagi menginginkan hubungan ini.

Ya, pasti!

"Kamu gak suka filmnya?" Topan sepertinya melihat gue yang terus-terusan menatapnya.

"Suka."

"Terus? Mau ke kamar mandi?" Gue hanya menggeleng, dia malah memberikan gelas gue yang berisi milo.

"Kamu, gak mau ngomong apapun?"

Memancing, gue berusaha untuk cepat mengakhiri ini. Otak gue sudah banyak di penuhi spekulasi aneh yang bisa saja bikin gue meledak.

"Gak, emang kamu mau ngobrolin apa?" Topan tidak menatap gue, dia serius sekali mengikuti jalannya cerita pada layar disana.

"Li?" Entah sudah berapa menit, gue tidak menjawab dan membiarkan Topan fokus pada film. Ternyata Topan menunggu, dan akhirnya memanggil gue karena tidak kunjung mendapat jawaban.

"Gak, gak ada!" Harus gue akui, Topan itu sadar kiat-kiat memahami perempuan.
Karena jujur, gue pernah menyindirnya dulu dengan membacakan sebuah postingan. Dulu, saat kami masih mesra-mesranya.

Postingan yang gue tau dari Instagram itu gue bacakan dengan lantang di hadapannya.

Postingan yang berjudul, 'Cara memahami hati cewek!'. Tidak di sangka, Topan masih mengingat dan menjadikannya nasihat hingga sekarang.

"Kita keluar? Aku tau kamu gak nyaman disini!" Jujur, saat Topan mengatakan itu. Gue gak berani mengiyakan ataupun menatapnya. Bahkan saat Topan mulai memutar arah tubuh menjadi menghadap gue, tubuh gue hanya bisa membatu. "Ayo, kita keluar."

"Jangan, selesaikan saja nontonnya!" Sedikit kaku, tapi lebih baik begitu. Daripada di tatap terus, gue takut yang ada.

"Kamu ikut nonton?"

"Iya," jawab gue.

Beberapa menit kemudian, gue berhasil mengembalikan fungsi kerja otak untuk mengendalikan diri gue. Haruskah gue selalu mati gaya jika Topan menatap?
Dalam hati meminta otak untuk bekerja sama, gue bersiap untuk menuntaskan segalanya hari ini. Ya, harus hari ini!

"Kok merem?" Sial! Gue belum membuka mata, kemudian otak gue memberikan ide untuk pura-pura tertidur.

Gak mungkin! Film sudah menjelang ending, dan gue pernah tidur saat menonton film bersama Topan.

"Kelilipan!" Mulut! Kenapa kelilipan alasannya? Yang masuk akal sedikit dong!

"Yang mana?" Topan tergopoh-gopoh hendak meniup mata gue. Dari jarak segitu, gue gak bisa lagi mencerna apapun.

"Kiri!" Tapi Topan meniup mata kanan gue. Mungkin dia mengira kiri arahnya.

"Udah?" Gue mengedip, bukan untuk menghalau para debu. Tapi mengembalikan diri supaya tidak bertindak bodoh lagi.

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang