7. Ketakutan Itu Nyata!

5 1 0
                                    

Kalau kata orang, awali pagimu dengan rasa syukur. Lanjut gue 'Setelah itu lanjut tidur.' Nikmat sekali hidup ini, jadwal kuliah bukan di awal minggu, keadaan sunyi menambah hati riang bergemuruh.

Gue lagi malas-malasan di saat orang-orang pada sibuk sana sini mengejar ketepatan waktu demi gaji yang utuh. Atau berlomba masuk kelas padahal malas setelah istirahat terbatas.

Kasur, selimut dan musik penenang bagi gue dari band favorit melengkapi kehidupan dalam kamar gue. Rasanya surga dunia menyelimuti diri ini, di tambah poin penting adalah kakak gue gak bakal ngomel kalau gue belum bangun juga pagi ini.

Dia belum balik, katanya sih perjalanan pagi mengingat ia tidak ambil cuti. Tapi sejak jam enam belum ada tanda-tanda dia datang. Nah, daripada mubazir waktu yang gue punya lebih baik di gunakan untuk hal yang unfaedah seperti ini.
Rebahan, selimutan, dengerin musik kencang.

"JIRA, KAMU APA-APAAN INI?"

Tarik napas lo Jira, kemudian tutup selimut sampai atas kepala. Baru juga nikmat dunia gue rasa sekelebat mata.

"Eh kakak udah balik?" gue lagi nyengir saat selimut gue dibuka paksa oleh kakak gue tercinta. Si pengacau pagi gue malah berkacak pinggang sambil nunjuk music box yang gue pasang di volume paling kencang.

"Matiin!" Perintahnya gak menjawab pertanyaan gue.

Terpaksa, tubuh malas gue bangunkan. Meraih benda itu kemudian mematikannya sebelum di banting oleh kakak gue. Dari sorot matanya udah mau bunuh adiknya soalnya, ngeri.

"Kapan balik kak?"

Dia berdecak, "Dari tadi, kakak salam pasti kamu gak denger!"

"Maaf!"

Gue mengikuti langkahnya keluar kamar, melihat tas tergeletak di lantai dan seorang pria nan tampan berdiri tak jauh dari kursi ruang tamu. "Bang Fahmi!"

"Cuci muka dulu sana. Sambut tamu pakai muka bantal, dasar gak punya malu!" Rasanya pengen gue sambit kakak gue pakai celurit.

"Bilang aja kakak cemburu sama aku!"

"Siapa yang cemburu." Dia pergi gitu aja setelah mengatakan itu. Kalau bukan kakak gue, mungkin udah gue kutuk jadi batu.

"Bang Fahmi kenapa bisa di sini?" Biarin muka bantal, penting cantik. Lagian bang Fahmi keliatan kagak masalah, toh gue udah cuci muka shubuh tadi.

"Tadi di jalan ketemu kakak kamu, mobilnya mogok terus kebetulan ada abang lewat. Jadinya bareng deh."

Pantas, dari tadi malam katanya berangkat pagi gak sampai-sampai. Tapi napa tuh kakak kagak telpon gue?

"Handphone kamu mati?"

"Enggak, Bang. Kenapa?"

"Kata nya kamu di telpon gak di angkat-angkat."

"Bentar, Bang. Duduk aja dulu." Gue kembali masuk kamar, memastikan ponsel gue yang tergeletak di atas meja.

Sial, colokannya lepas jadi baterai tidak terisi. Mau lempar tapi mahal, baik gue sambungkan lalu pergi ke dapur untuk mengambil minum.

"Kakak langsung berangkat kerja?"

Melihat kakak sudah rapi dengan setelan kerjanya, gue menebak dengan pandangan tak terduga. Baru sampai mau langsung berangkat kerja?

"Iya, udah telat banget gara-gara ngurus mobil tadi. Orang bengkel nanti antar mobil kakak ke rumah, kamu gak ada jadwal kuliah, kan?"

Gue heran, sangat heran sama kakak. Dia itu kerja, ngurus rumah, ngurus apapun semuanya bisa ingat segalanya tanpa pernah melupakan. Termasuk jadwal kuliah gue.

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang