30. But, I'm Happy

0 0 0
                                    


Oke, gue harus bilang kalau hari ini terdapat hal yang sedikit memalukan. Belum tahu apakah akan abadi terkenang sebagai aib di hari istimewa ini, tapi gak masalah kalau berbagi.

Saat Mama Pia mempertanyakan lanjut tidaknya acara ini pada gue, Topan dengan ringannya melepas suara manja yang gue tau kalau itu di pakai saat sedang merengek pada Mamanya di rumah.

Mana suara manja yang mengatakan, "Mama! Jangan gitu dong!" Dengan nada yang bukan Topan biasanya.

Lelaki gagah yang tinggi itu, berdialog layaknya bocah kecil yang direbut mainannya.

"Mama tanya Jira, kalau dia gak mau di lamar. Kamu mau lamar siapa?"
Ketahuilah, Mama Pia pandai berakting. Dia dengan mudah memperdaya Topan yang harusnya sudah memahami kelakuan mamanya sendiri.

"Kamu gak mau aku lamar?" Topan hendak mendekat, tapi kemudian mundur kembali karena Mama Pia memperingatinya.

Begitu drama anak dan Mama itu belum berakhir, Om Rolis menengahi dengan memberhentikan pertengkaran dari pihak keluarganya. Mungkinkah Om Rolis merasa malu?

Kemudian, Mama Pia mengajak Kak Anri untuk kembali merias gue. Ya, wajah gue gak tau bentuknya seperti apa setelah menangis tadi.

Tapi rasanya, Mama Pia dan Kak Anri tidak membutuhkan waktu lama untuk memperbaiki riasan gue.

Hanya saja, saat di dalam kamar Mama Pia menanyakan beberapa hal. Pada gue dan Kak Anri juga.

"Kenapa punya ide seperti ini, Kak?"
Kak Anri tertawa pelan, kemudian menjawab sambil mengoleskan eyeshadow di mata gue, "Iseng saja, dari sebelum kabur berkedok magang dia galau terus!"

Gue mau melotot tapi gak mau kecolok, jadinya gue mengerucutkan bibir pertanda kesal.

"Topan gak terlalu kelihatan sih, makanya Mama kira masih baik-baik saja. Cuma anehnya, Jira gak pernah lagi di ajak main kerumah. Alasannya maganglah, skripsilah, balik kampunglah. Tapi sepertinya gak bohong."

"Tapi anak tante yang persiapkan ini semua, saya dan keluarga cuma kasih bantuan sedikit." Termasuk memuji bukan ini?

"Memang harus begitu, laki-laki usahanya harus lebih. Biar tau dia rasanya perjuangan, kalau sudah begitu dia akan lebih menghargai apapun hasilnya. Begitu bukan, Jira?" Mama Pia menanyai gue tepat setelah Kak Anri menutup tas make up-nya.

Gue tersenyum malu, sebab Mama Pia layaknya menggoda gue. "Ya, Ma."

"Jangan khawatirkan apapun, memang ini baru langkah awal. Tapi yakinlah pada diri kamu sendiri dan juga Topan, kalau tujuan kalian tetap sama sampai akhir. Maka akan selalu terbuka jalan untuk kalian tetap bersama. Sekarang, yang terpenting adalah, nikmati momen hari ini, abadikan dalam ingatan. Jangan mencoba untuk merasakan hal lain selain kebahagiaan, dan tetaplah menjadi Jira yang apa adanya."

****

Keluar kamar, gue sudah di perlihatkan pemandangan yang indah. Memang, keluarga yang hadir lebih banyak dari pihak Topan. Karena kurang akrabnya keluarga gue, jadinya pada hari ini yang hadir dari pihak gue hanya keluarga inti, Dera dan pasangannya.

Minimalis. Tapi begitu melihat Fajar, Senja dan Cahya sudah duduk melingkar bersama. Membuat gue seketika bahagia. Di sisi lain, Topan dan Hazim yang memang sudah lama mengenal itu juga sedang bercengkerama.

Ya allah, perbuatan baik apa yang telah hambamu ini perbuat. Sampai kau perlihatkan pemandangan ini tanpa terduga.

"Sudah siap?" Mamak datang, dengan senyuman. Seakan Mamak memperlihatkan perasaannya yang dengan tulus ikut berbahagia.

Gue tau, selama ini menutupi hubungan Gue dengan Topan. Meskipun terdapat alasan di baliknya, Mamak gak pernah mempertanyakannya.

Seketika gue hendak menangis, melihat wajah Mamak rasa sesal gue teramat dalam. "Gak boleh nangis, mau di lamar loh!"

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang