14. Perasaan Terdalam yang Berhasil Meledak.

5 1 0
                                    

Overthinking sebelum tidur itu tidak baik buat kesehatan jiwa dan raga, bagi setiap manusia di bumi ini. Gue tau, tapi malam ini gue gak bisa mengatur kendali otak ini untuk tidak berpikir macam-macam.

Gue mencoba menemukan jawaban dari pernyataan Topan sebelum meninggalkan gue yang bingung atas kalimatnya. Sampai satu jam setelah kalimat itu terucapkan dari dia, gue belum bisa menemukan jawaban dari pertanyaan gue,  "Apa maksudnya?"

Jika kalimatnya mengandung kata "Mulai kembali...." Lantas hubungan kita kan belum pernah berakhir.

"Kak?" suara dibelakang mengejutkan sekaligus menyadarkan diri ini, yang sedang bersila pada sajadah setelah menunaikan kewajiban malam. Gue lupa kalau habis sholat.

"Bukannya berdzikir malah melamun sih, Jira!" Gue merutuk dalam hati sebelum bangkit berdiri dan menjawab panggilan Senja tadi.

"Kakak berdoa lama sekali, doa apa saja?" tanyanya sambil mendekati ranjang dan duduk disana.

Tadi saat masuk kembali kedalam rumah, mama Pia yang sedang menonton televisi memerintahkan gue untuk istirahat dalam kamar. Tanpa membantah, gue mengangguk dan langsung masuk kedalam kamar Senja.

Pusing memikirkan kalimat Topan, gue memutuskan untuk sholat isya' guna menenangkan diri sekaligus melengkapi kewajiban gue sebagai muslim.

Gak sadar gue kembali terhanyut dalam topik yang sama. Gue yakin sih, kalau Senja gak panggil gue bakal terus memikirkannya.

"Doa apa aja yang ada didalam kepala. Sudah mau tidur ya?"

"Iya, kakak belum mau tidur ya?"

"Udah, ayo tidur." Selepas menaruh kembali mukenah dan sajadah kembali ke lemari, gue merapikan sedikit ranjang yang berantakan.

"Senja kalau tidur, lampu mati atau nyala?"

"Mati, tapi lampu di nakas di nyalain." Gue melakukan apa yang di katakan Senja. Setelah tuntas, gue membaringkan diri di sebelah kanan Senja.

"Senang deh, punya kakak perempuan gini." celetukan Senja bikin gue ketawa.

"Kenapa memangnya dengan Abang dan Mas, Senja?"

"Mereka gak bisa kalau Senja suruh matikan lampu begini, kalau kamarnya gelap walaupun kayak gini pasti Mas marah. Kalau Abang pasti bakal pindah kamar, ninggalin aku karena lampu di nakas gak di matiin."

"Abang gak bisa tidur kalau lampunya gak di matikan semua?" tanya gue penasaran. 

"Iya, Abang kadang aku minta buat nemenin bobok tapi selalu pindah kamar lain saat aku udah tidur. Abang gak bisa kalau tidur kayak gini, sedangkan aku gak bisa kalau lampu nakas di matiin, pasti ke bangun."

Mereka bertiga saudara tapi memiliki perbedaan dalam hal seperti ini. Lucu ya dengernya?

"Kalau kakak, bisa tidur kan kalau lampunya seperti ini?"

Gue langsung mengangguk, "Kakak bisa tidur kapan aja kok. Mau gelap atau terang sama aja buat kakak!" Gak bohong ya, ini memang fakta.

"Alhamdulillah, akhirnya aku nemu kakak yang tepat buat aku." Gue gak tau kenapa harus nahan ketawa, entah karena dengar kalimat Senja atau melihat gerakan tangan Senja yang mengusap wajah, seolah sangat bersyukur atas apa yang di terimanya.

Sejenak pikiran gue merasa lebih jernih setelah mengobrol dengan Senja. Melupakan apa yang menjadi topik pemikiran gue tadi.

Namun setelah Senja tertidur, hal itu kembali teringat dan membuat gue tidak bisa tidur hingga tengah malam.

Apa yang di maksudkan Topan atas pernyataannya?

****

"Main kesini lagi ya, Jira?" Gue tersenyum mendengar ucapan mama Pia.

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang