36. Kotak Merah

0 0 0
                                    

"Kalau kakak bodoh, kakak tidak akan pernah membuka mata pada kebenaran, kalau Topan itu lelaki baik yang tulus sayang sama kamu. Kakak akan terus diam tanpa mau menanggapi keinginan kalian untuk menikah. Kakak bisa menjadi kakak yang jahat dengan menghancurkan cinta di antara kalian berdua!"

"Ra, gak semua yang kamu bayangkan bisa menjadi kenyataan. Dengan kamu yang menyembunyikan Topan selama ini saja, itu sudah salah besar. Tanpa kamu, tanpa perlindungan dari kamu. Dia mampu dan berani menghadapi kakak. Dia bisa menunjukkan diri dia supaya kakak bisa membuka mata, kalau jodoh adiknya memang sudah tiba."

"Maka dari itu, berhenti ikut campur dengan urusan percintaan milik kakak. Tidak semua yang kamu lihat dan pahami selama ini, itu benar adanya. Oke, kakak tau dan paham dengan perasaan Fahmi yang mencintai kakak. Lalu, apa yang terjadi kalau kakak tidak memiliki perasaan yang sama?"

"Kakak tidak mampu membangun perasaan yang sama dengan yang Fahmi berikan pada kakak. Hati kakak menolak, dan itu berarti tidak bisa kakak lakukan. Kakak menghargai, Fahmi meminta untuk kakak perlahan menyayangi dirinya dengan cara sering berkencan. Kakak lakukan, tapi perasaan itu tidak kunjung ada. Kakak tidak bisa membohongi dia dengan mengatakan, perasaan itu nyata. Karena kakak tau, dia akan lebih tersiksa."

"Memahami seseorang tidak bisa satu dua kali pertemuan, itu yang kakak lakukan dengan Topan. Bertemu dia beberapa kali, menyadarkan Kakak. Begitu juga dengan Fahmi, kamu hanya mendengar perasaan dia yang mengatakan cintanya pada kakakmu. Tapi kamu harus bisa memahami, kalau kakakmu ini tidak bisa mencintai dia. Mengertilah, kakak bukan orang jahat yang bodoh dan buta. Kakak bisa memahami dengan cara kakak sendiri, kamu mau memahami kakak, Ra?"

Gue diam sejak tadi, bukan berarti tidak mendengarkan. Kepala gue menunduk, menyembunyikan wajah gue yang terlanjur malu.

Ya, gue sadar. Selama ini bukannya gue mencoba cari jawaban kenapa Kak Anri memutuskan pilihan itu. Tapi gue malah mencari cara supaya Kakak mau dan setuju.

Begitupun dengan Topan, selama ini gue memaksakan cara yang sebenarnya tidak membantu sama sekali. Bahkan cara itu menyiksa Topan sendirian.

Harusnya gue dengarkan ide Topan saat akan bertemu Kak Anri. Dan gue juga harus mencari penyebab kenapa Kak Anri memutuskan Bang Fahmi terlebih dulu, sebelum akhirnya bertindak secara bijak.

"Maaf, Kak. Aku salah, seharusnya dengarkan penjelasan kakak. Bukannya memaksa kakak seperti tadi."

Kak Anri bernapas panjang, kemudian mendekati gue. "Kamu sudah dewasa, bisa mengetahui mana yang baik dan tidak baik. Bisa kita menggunakan pemikiran untuk memecahkan suatu masalah, tapi jika perlu dengarkan orang lain terlebih dahulu. Itu akan lebih baik dan membantu kamu dalam menyelesaikannya!"

"Iya, Kak. Tapi yang aku minta hanya satu, Kakak menikah lebih dulu daripada aku. Hanya itu!"

"Tanggal pernikahan kamu saja masih tahap penentuan. Masih menunggu keputusan diskusi para orang tua!"

Kakak mulai santai bicaranya, gue pun lega dengarnya. Karena jujur, setelah Kak Anri menjelaskan dengan cepat dan panjang. Gue sedikit takut, Kak Anri akan lebih marah lagi. Syukurnya tidak, alhamdulillah.

"Tapi janji, Kakak harus menikah lebih dulu daripada aku? Siapapun jodoh kakak, meski bukan Bang Fahmi!"

"Jangan memaksa, Kakak sendiri gak pernah tau takdir seperti apa yang akan Kakak terima. Jangan pernah mendahului takdir dengan berbicara yang tidak-tidak!" tegas Kak Anri.

"Ucapan adalah doa, kakak sendiri yang bilang!"

"Ra, baru tadi kakak bilang kamu udah dewasa. Bicara kakak panjang lebar tadi harus diulang, kah?"

"Ya, tapi...."

"Kamu bisa paham? Jodoh, maut, rezeki, ada di tangan Allah. Kakak tidak pernah tau, begitupun kamu!"

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang