Acara berjalan dengan lancar, mulai dari sambutan hingga penyerahan seserahan yang gue gak tau apa aja. Banyak banget kotak yang Mamak terima, gue gak bisa lihat apa aja isinya.
Yang gue tau, seserahan biasanya terdiri dari barang-barang yang pihak perempuan inginkan. Tapi guenya aja gak tau persiapannya, tiba-tiba aja di lamar.
"Udah, gak usah kepo sama isinya. Gue jamin bermutu terbaik kok!" Mulai, Dera jail."Emang lo tau? Kayak bisa lihat aja!" Gue berbisik, masih berusaha jaga image.
Posisi gue dan Dera sama, bedanya gue di depan sedangkan Dera di belakang gue. Gue aja gak bisa lihat, apalagi Dera.
"Topan! Anak konglomerat yang punya perusahaan kelas nasional. Kok lo meragukan kekayaan Topan?" Bukan itu yang gue takutkan, hanya saja barang-barangnya gue gak tau apa saja. Bukan tentang harganya.
Membalas ucapan Dera sama saja cari ribut. Berdebat dengan Dera sudah pasti tidak akan ada ujungnya.
"Calon suami lihatin tuh!" Bodohnya gue, yang reflek melihat ke arah Topan. Tidak salah perkataan Dera, hanya saja jantung gue gak aman kalau bertatapan dengan lelaki di sana.
Gimana jelasinnya? akhir-akhir ini, Topan terlihat cuek yang bahkan membuat gue curiga dengan kedekatan yang mendadak terlihat, antara Topan dan Kak Anri.
Tidak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran gue, bahwa Topan mempersiapkan acara hari ini. Harusnya gue senang, memang. Gue sangat senang hari ini. Tapi gue merasa deg-degan saja saat Topan terus menatap gue seperti itu.
"Ra!" Mencari sumber suara, Kak Anri menatap gue dengan tatapan heran. "Ayo sini, mau tukar cincin gak?"
Gue ketinggalan apa?
"Topan juga sini, Nak! Kalian berdua kok bengong, mikirin apa?" Mama Pia harus banget ya bicaranya keras begitu suaranya? Malu saya, Ma.
"Masih tunangan, belum menikah loh ya! Jangan ngambek kalau nanti malam belum sekamar!" Giliran Om Rolis. Masyaallah keluarga ini, suka sekali membuat gue jadi malu sendiri.
"Pa!" Topan merengek, suaranya terdengar diantara bunyi tawa yang menggelegar.
Gue dari selesai perkataan Om Rolis, hanya menutup mata gak berani gerak. Benar, gue udah berdiri tapi karena lelucon ini gue malu buat sekedar nafas di sini. Tega sekali, Om."Nak, kok diam aja? Sudah dong, Pa! Jira jadi malu nih!" Gue belum berani bereaksi apa-apa, gak tau juga gimana orang-orang reaksinya. Yang jelas sekarang Mama Pia menuntun gue.
Background-nya memang tidak aneh-aneh, hanya sebuah tembok yang terdapat nama gue dan Topan tertempel di sana. Tidak ada hiasan bunga, hanya ada Topan yang berdiri tepat di tengah-tengah.
Gue tersenyum, mengabaikan suara dari orang sekitar. Fokus pada langkah gue yang mendekati Topan. Mama Pia tersenyum, mengelus kepala gue pelan kemudian menatap Topan.
Beliau berdiri di tengah-tengah kami, Mamak berdiri di samping kiri gue. Seorang yang gue kenal memanggil kami, "Hadap sini, sebelum tukar cincin!" Om Rasya, suami dari adiknya Mama Pia. Gue pernah lihat foto beliau saat datang kerumah Topan pertama kali, Om Rasya dan Tante Ivanka sudah sembilan tahun menikah dan baru di karuniai seorang putri.
"Satu, dua, tiga." Kilatan flash menjadi bukti momen detik itu tergambarkan melalui jepretan foto.
"Sekarang, tukar cincin. Saya wakilkan ya? Kalian belum mahramnya!" Mamak ikut mengangguk, dan tetap mendampingi gue. "Bu Hanna yang pasangin ke Topan?"
"Iya." Mamak kelihatan sekali mau nangis, gue peluk bentar kemudian Mamak bilang, "Tidak apa-apa, Nak. Mamak cuma terharu."
"Jira bahagia, Mamak juga bahagia, kan?"
"Tentu, cantik! Selalu bahagia ya, Nak."
"Mamak juga." Sempat ingin menangis, tapi gue gak mau merusak make up lagi. Bisa-bisa Kak Anri bahkan semua orang kesal dengan gue.
"Sudah siap?" Mama Pia menunggu ternyata, gue dan Mamak mengangguk bersama.
Senja, menghampiri kami membawa sebuah kotak kaca yang di dalamnya berisi dua buah cincin. Cantik, baik Senja maupun cincinya.
"Hai, Kak Jira!" Begitu sapaannya.
"Halo," jawab gue. Kami belum punya kesempatan menyapa.
"Mbak Pia dulu, pasangin cincinnya ke Kejira." Om Rasya menata formasi, gue di hadapkan dengan Mama Pia kemudian Topan tepat di sebelah kami menatap ke arah depan. Mamak di posisikan tepat di belakang gue, terus mendampingi gue.
Mama Pia mengambil cincinnya, kemudian meraih tangan gue dan menatap mata gue, "Setelah ini, jangan ragukan apapun. Percaya dan yakin pada diri kalian dan hanya terima saran yang baik untuk hubungan kalian. Juga, selamat datang di keluarga Mahesa, Sayang!"
Bunyi tepuk tangan riuh terdengar setelah Mama Pia memasangkan cincin pada jari manis tangan kiri gue. Cincin yang begitu indah dan ukurannya tepat, tidak sesak atau longgar pada jari gue.
Kami bergantian, gue berdiri di posisi Topan. Melihat Mamak yang akan memasangkan cincin pada jari Topan. Gue tersenyum saat Topan tersenyum melihat gue.
"Mamak sudah banyak memberi pesan padamu, Nak. Tapi untuk kali ini, Mamak dengan yakin menyerahkan putri Mamak untuk kamu jaga dan kamu sayangi."
***
"Sebagai orang tua, saya tekankan sendiri untuk Topan. Silahkan mengenal, berteman, menyukai, mencintai siapapun asalkan dia perempuan." Oke, gue paham sekarang. Om Rolis hobi melawak.
Sekarang gue sedang mendengarkan cerita Om Rolis, seluruh keluarga masih berkumpul. Hanya saja posisi duduknya sudah tidak seperti tadi.
Para keluarga sedang bersantai menikmati hidangan yang Mamak sudah persiapkan. Dengan hidangan utama bakso dan aneka camilan pendamping.
"Tapi satu hal yang harus Topan ingat, bawa hanya satu perempuan saja ke hadapan Papa dan Mama jika perempuan itu adalah masa depan kamu." Topan ikut duduk di samping gue mendengarkan Om Rolis berbicara. Namun setelah memakai cincin dan melewati sesi foto bersama belum ada buka suara dia."Kejira, sebagai seorang putra. Dia berhasil dalam menepati janjinya. Belum pernah sekalipun, dia membawa teman perempuannya ke rumah. Baru kamu, dan hanya kamu."
Gue harus jawab apa? Spechless doang sekarang.
"Percaya, kan?" tanya Topan tiba-tiba.
"Kalau Om Rolis yang bilang, aku percaya!"
"Om?" Bahaya, Om Rolis marah ya? "Mama dipanggil Mama, saya Om?""Ya papa gak pernah ngobrol sama Jira sebelumnya. Gak tau aja, Jira selama ini masih segan dan takut sama Papa!" Gue pukul tangannya, bisa-bisanya dia dengan lancar bicara rahasia gue. "Gak salah kan, Yang!"
Belum sempat gue merasa aneh dengan panggilan dari Topan yang sudah lama sekali tidak terdengar, Om Rolis mengatakan sesuatu.
"Kenapa takut? Emang papa gigit?"
Segera gue ralat, bisa di pecat jadi calon menantu yang baru disandang beberapa menit lalu, "Bukan gitu, Om!"
"Lah, Om lagi."
Maunya gue langsung ralat, tapi keduluan sama adik perempuannya Mama Pianka yang berkata, "Cocok, Mas! Makanya jadi orang jangan terlalu ketus, menantu sendiri jadi takut!"
===Bersambung===
1007 Kata
24 August, 2023
PuMaKeluarga Pianka Rolis Hadir, aku kangen mereka😔
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Buat Kakak |TAMAT|
RomanceFamily || Selesai Jira hanya ingin satu hal. Menikah setelah kakaknya. Hanya itu, tapi rasanya begitu sulit di gapai. Bagi Jira, lebih dulu menikah sebelum kakaknya adalah larangan, sangat di haramkan oleh dirinya sendiri. Karena itu sama saja baha...