15. Haruskah Begini?

1 1 0
                                    

AC alami alias oksigen masih jadi udara yang menyejukkan buat gue pribadi. Hampir delapan puluh jam setiap minggunya kulit gue terpapar ruangan bersuhu dingin, Efeknya bikin kulit gue jadi kering.

Body lotion pun tidak berdampak secara maksimal untuk pencegahan. Gue merasa kurang sesuai bekerja dalam ruangan seperti ini. Rasanya magang ini lama sekali berakhir.

Oh ya, lupa gue. Jadi saat ini adalah minggu ketujuh masa magang gue. Bisa di bilang gue sudah satu bulan setengah menghadapinya. Lama rasanya gue gak bagi cerita ke kalian ya? Sama, gue juga rindu.

Sekarang lagi jam makan siang, niatnya tadi mau beli fastfood salah satu franchise yang buka didepan kantor gue magang. Tapi batal aja deh, panjang sekali antriannya.

"Iya?" sapa gue pada panggilan yang baru gue terima.

"Bawain gue juga ya? Kantin full banget. Gue gak bisa keluar kerjaan gue melimpah nih!"

"Gue mau beli kwetiau goreng pak Sumad, lo mau bakminya?"

"Boleh deh, tambahan bakso gedenya ya?"

"Ya!"

Masa kalian gak kenal itu tadi suara siapa? Oh ya, kalian baca ya.

Jadi itu Dera, bisa di katakan kita memutuskan magang di tempat yang sama.

Selesai membeli makan siang, gue berjalan menenteng makanan gue dan Dera. Lift penuh banget sama karyawan naik turun buat makan siang, jadi gue berinisiatif naik tangga buat bakar kalori.

Hitung-hitung olahraga siang hari. Karena lantai tempat gue bekerja berada di lantai tiga, lumayan bikin gue sesak napas pas sampai di pintu lantai tiga.

Baru juga membuka pintu itu, Dera nampak nungguin gue didepan ruang yang di khususkan untuk tempat konsumsi karyawan. Setiap lantai kononnya ada.

"Lama banget sih! Gue udah lapar nih!" Merebut paksa bukannya membalas jasa. Dera melenggang pergi membawa bingkisan, yang juga terdapat makan siang gue.

Daripada bikin keributan, nafas gue belum sanggup. Akhirnya gue cuma ikuti dia yang masuk ruang makan di lantai ini.

Sejak hampir dua bulan lalu gue bekerja atau masih di bilang anak magang, gue selalu kemana-mana sama ini anak.

Di kota orang ini, gue hanya kenal Dera seorang---meski sekarang gue sudah mengenali beberapa manusianya. Dia yang pertama nawarin gue buat gabung sama tempat magang dia. Ini perusahaan sudah lama menjadi target Dera untuk menjalankan tugas magang dari kampus.

Sedangkan gue yang sejak dulu gak ada clue apalagi target buat magang dimana. Berakhir gue menerima tawaran Dera.

Bisa di katakan, gue lagi menghindari seseorang di kota seberang. Awalnya gue gak ada inisiatif seperti ini. Menjauh sampai ke kota lain.

Tapi gue gak bisa kalau di minta ketemu Kak Anri. Bilang gue lebay... Terserah! Gue gak peduli.

"JIRA!" teriakan Dera bikin gue inget sama mama Pia. Bedanya Dera bentak bukan lagi teriak.

"Gak usah bentak!"

"Ya lo! Gue ajak ngobrol malah bengong!" Kami sudah duduk, bakmi Dera sudah habis setengah. Ini anak makanannya di kunyah apa gak?

"Sumpah, gue muak sama muka lo yang kayak begini." lanjutnya mengomeli.

"Gak usah di lihat kalau muak!" Ribet amat. Gue yang sedang buka bungkusan makanan gue, Dera malah banting garpunya ke piring.

"Lo kalau mau cerita tinggal cerita! Lo sangka gue gak tau lo lagi gelisah?" Dera memang peka, tapi terkadang gue gak terlalu suka sama kepekaannya.

"Ceritanya masih sama!"

Jodoh Buat Kakak |TAMAT|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang