Selesai mengantar kepulangan keluarga Topan sebatas halaman depan. Kami sekeluarga dan Bang Fahmi yang juga ikut ke depan, tiba-tiba terkejut mendengar Bang Fahmi juga akan berpamitan.
"Bukan balik Surabaya, Bu. Saya tidur rumah teman malam ini, karena besok ada janji sama perusahaan buat rapat di cabang sini."
Bang Fahmi menatap gue, kemudian berkata, "Jangan kebanyakan overthingking, hari ini cuma bisa bawa bunga sama ucapan selamat. Untuk oleh-oleh dari Ausie, hadiah untuk wisuda?"
"Lama banget?" Protes dong, gak terima. Cahya saja langsung, kenapa gue di ulur?
"Biar semangat, kata Anri minggu depan jadwalnya sidang akhir dan bisa saja skripsi kamu di acc."
Menyenggol bahu Kak Anri yang berdiri di samping gue, dia hanya menaikkan kedua bahunya.
"Kelamaan wisudanya, belum ada jadwalnya pula. Kalau aku minggu depan sidang, Abang datang ke kampus bawa hadiah sekaligus oleh-olehnya!"
"Hei!" Kak Anri yang protes, "Jangan minta aneh-aneh! Sudah, kamu jangan dengerin bocah ini! Jangan kasih apa-apa sekalian!"
Beruntung, Mamak menengahi di saat yang tepat. Kalau tidak, sudah pasti Kakak akan gue bantai habis-habisan. "Jangan bertengkar, di depan Bang Fahmi pula!"
"Gak masalah, Mak. Saya gak punya adik, jadi gak pernah ada yang ajak berantem. Tapi juga gak ada yang bisa saya kasih oleh-oleh sekaligus hadiah saat wisudanya!"
Gue tersenyum menang, kalimat Bang Fahmi sudah menunjukkan bahwa gue lah yang menang. Kak Anri cemberut, gue tidak lagi takut.
"Kalau begitu, saya pamit ya Mak. Insyaallah sebelum kembali ke Surabaya, saya mampir lagi." Berganti menatap Kak Anri, gue bersiap mendengarkan. "Terima kasih undangannya, An. Gak mungkin aku bisa tau kalau kamu gak kabarin, sekali lagi makasih."
"Sama-sama," balas Kak Anri dengan singkatnya.
Selesai mengantar Bang Fahmi, tersisa gue yang melambai hingga mobil Bang Fahmi hilang dari pandangan. Gue bergegas menghampiri Kak Anri yang merupakan orang pertama yang masuk rumah setelah mobil Bang Fahmi melaju.
Kak Anri sedang membereskan piring dan gelas kotor yang ada di meja makan, gue memukul pelan, lebih tepatnya menyenggol bahu Kak Anri pelan.
"Apa?" tanyanya kesal.
"Bang Fahmi, gimana jadinya?"
"Putus, ya bahasanya putus. Begitulah!"
"Apaan putus, gak boleh!"
Kak Anri berdecih, kemudian berkata, "Siapa kamu, Ra? Yang punya hubungan Kakak dan Fahmi!"
Benar juga, tapi gak boleh! "Kok putus! Gak gitu kak ceritanya!"
"Cerita apa? Emang kamu pikir ini cerita romansa, koleksi kamu yang menumpuk itu!"
Gue gak akan putus asa. Sekalipun Kak Anri mengatakan kata putus, gue akan membuat mereka balikan. Pantas saja, gue gak lihat wajah Bang Fahmi senang saat bertatap mata dengan Kak Anri.
Karena biasanya, Bang Fahmi selalu cerah setelah melihat Kak Anri. Meskipun mendapat reaksi cuek dari ceweknya itu.
"Ra!" Baru mau masuk kamar, Mamak panggil gue. "Bawa itu nampan ke dapur! Taruh wastafel ya?"
"Baik, Mak!" Maunya gue cepat-cepat. Taruh wastafel, selesai tugas gue. Terus balik ke niat gue buat ambil handphone di kamar.
Tapi nyatanya, "Cuci sekalian, Ra! Mau jadi istri orang juga!"
***
Pagi tadi gue bangun tidur dalam keadaan pusing, mata gue berat banget buat terbuka. Kaki gue lemas untuk melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Buat Kakak |TAMAT|
RomanceFamily || Selesai Jira hanya ingin satu hal. Menikah setelah kakaknya. Hanya itu, tapi rasanya begitu sulit di gapai. Bagi Jira, lebih dulu menikah sebelum kakaknya adalah larangan, sangat di haramkan oleh dirinya sendiri. Karena itu sama saja baha...