Vote dulu sebelum baca, tandain typo!!!
Happy Reading
.
.
."Mau kemana?" Luxio bertanya kemana istrinya akan pergi setelah melihat Jeanna sedang bersiap-siap dengan dress longgar yang membuat perutnya tidak terlihat seperti orang hamil.
Setelah sarapan pagi tadi, Jeanna langsung bergegas ke kamar suaminya karena ada jadwal kuliah pagi ini. Luxio mengikuti istrinya karena dia juga akan berangkat ke kantor, menghadiri meeting penting. Jeanna tidak memberitahu Luxio kalau dia akan pergi kuliah, makanya Luxio merasa heran melihat istrinya berpakaian rapi.
Jeanna menatap Luxio yang juga tengah menatapnya melalui cermin rias di depannya.
"Kampus"
"Tidak bisakah kau ambil cuti saja? Perutmu sudah mulai terlihat, aku khawatir terjadi sesuatu pada bayi kita,"
Pria itu memeluk Jeanna dari belakang dan mengelus perut istrinya yang semakin membuncit meskipun usia kandungannya baru sembilan belas minggu dan masuk bulan ke lima dua minggu lagi. Namun perut istrinya itu hampir seperti hamil enam bulan, sangat besar.
Luxio membenamkan wajahnya di ceruk leher Jeanna dan menghirup dalam-dalam aroma lavender favoritnya.
"Kau tidak mengkhawatirkanku?" Tanya Jeanna mengerutkan keningnya kesal mendengar ucapan Luxio. Entah mengapa, dia tidak suka jika pria itu hanya mengkhawatirkan bayinya.
"Bukan begitu sayang," Luxio terkekeh dan mencium bibir istrinya yang sedang cemberut padanya.
"Kau dan calon anak kita sama pentingnya buatku. Aku juga mengkhawatirmu, keadaan bayi kita juga bergantung padamu. Apalagi dokter menyarankan agar kau tidak kelelahan bukan?"
"Tapi aku masih ingin kuliah. Kalau aku cuti, bagaimana dengan study ku?" Tanya Wanita itu menunduk dengan memilin dress hamilnya.
Jeanna juga berencana mengambil cuti tapi tidak dalam waktu dekat ini. Wanita itu tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis seperti ini.
Hidup bersama Luxio tidak pernah ada dalam daftar rencananya. Karena wanita itu tidak pernah sedikitpun berkeinginan mencari ayah biologis dari bayi dalam kandungannya. Namun, takdir berkata lain. Pria itu mendatanginya dan memaksanya untuk tinggal bersamanya.
"Hei, lihat aku." Luxio mendongakkan wajah istrinya yang tengah menunduk enggan menatapnya. "Aku tidak pernah melarangmu menempuh pendidikan tinggi, aku akan selalu mendukung cita-citamu sayang. Tapi kesehatanmu dan bayi kita harus benar-benar dijaga karena kau tidak boleh terlalu kelelahan. Sekali saja turuti ucapanku, hmm,"
Pria itu menatap istrinya yang mulai menangis. Luxio sebenarnya merasa menyesal, karena harus menahan istrinya menghentikan study nya untuk sementara waktu. Namun nasehat dokter yang menyarankan untuk menjaga kesehatan mereka berdua membuat Luxio harus tegas dan memantapkan keputusan.
"Please, sekali saja jangan membantah. Ini juga demi kebaikanmu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, sayang." Luxio menatap wanita itu lembut dan menghapus air mata yang mengalir di pipi istrinya. Pria itu merasa kasihan, namun bagaimana lagi.
"Sudah, berhentilah menangis. Ayo, aku akan mengantarmu ke kampus,"
Andai saja, andai saja waktu itu Luxio masih mampu bersabar. Mungkin pria itu tidak akan menghancurkan masa depan istrinya. Rasa ketertarikan yang awalnya Luxio anggap biasa saja membuat perasaan pria itu semakin tumbuh dari hari ke hari.
Pada awal pertama kali, ketika Luxio melihat Jeanna berteduh di halte yang sama dengannya satu tahun lalu, membuat perasaan lain muncul di hatinya. Rasa takut yang berlebihan hadir ketika Jeanna tidak berada dalam jangkauan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become A Mother My Son [RE-UPLOAD]
Fanfiction⚠️⚠️⚠️ Disclaimer, cerita ini tidak diperuntukkan untuk usia di bawah umur || DILARANG KERAS MELAKUKAN PLAGIASME!!! ⚠️⚠️⚠️ Yang tak pernah terpikirkan dalam benak gadis cantik itu kini menjadi hal mustahil yang ia alami. Clara Amberly Jensen, gadis...