Part 22

2.4K 107 1
                                    

Karin yang masih asik melamun sambil memperhatikan jalan disampingnya seketika tersadar saat ponselnya berbunyi. Ia meliriknya sekilas ternyata pesan itu berasal dari Sheila.

Sheila: Hari ini lo ke kampus juga kan buat minta ttd?
Udh otw belom??

Karin menghela napas pelan, sepertinya harapannya tidak terkabul karena Sheila juga akan ke kampus untuk meminta tanda tangan.

Ia menutupi wajahnya dengan tangan, tidak siap menghadapi Sheila. Karin tidak setega itu untuk membenci Sheila dan langsung mengcut off dari hidupnya. Bagaimanapun juga Sheila orang yang cukup penting baginya. Tapi jika mengetahui sikap Sheila, Karin tetap saja kecewa.

"Kamu kenapa? Pusing?"

Karin seketika menegakkan tubuhnya sambil menggelengkan kepalanya. Ia memaksakan seulas senyumnya sambil menatap Andi.

"Gapapa kok Pa, cuma agak ngantuk aja," sahut Karin beralasan.

"Nanti selesai bimbingan langsung pulang, biar bisa istirahat." Pesan Andi.

"Iya Pa."

Setelah tiga puluh menit di jalan, mereka akhirnya tiba di kampus Karin. Dengan segera Karin mencium punggung tangan Papanya sambil berpamitan.

"Nanti dijemput Pak Amrin aja ya pulangnya, setelah selesai antar Papa biar dia jemput kamu," ujar Andi.

"Nggak usah Pa, Karin bisa pulang sendiri." Karin menolak ide Andi.

"Beneran gapapa?"

"Iya, Papa tenang aja. Udah ah aku turun dulu, bye Pa."

Karin segera turun dari mobil Andi dan berjalan masuk ke area kampus. Ia melihat sekeliling kampus sambil tersenyum, ternyata ia cukup merindukan suasananya karena sudah hampir satu bulan tidak ke kampus. Dulu saat ada kelas Karin sering malas masuk dan selalu mengeluh tapi sekarang saat hampir lulus ia malah merindukannya. Benar-benar aneh.

Saat berjalan menuju ruang dosen pembimbingnya, Karin bisa sedikit lega karena disana sudah ada Suci yang merupakan salah satu teman sekelasnya yang  juga satu pembimbing dengannya. Dengan segera Karin menghampiri Suci dan duduk di samping kirinya.

"Udah nunggu lama Ci?" tanya Karin berbasa-basi.

"Baru lima menit sih," sahut Suci.

"Oh orangnya belum datang ya?"

"Belum, gue barusan cek Bu Astri nggak ada di ruangannya."

Karin tidak heran dengan hal itu, dosennya memang sering telat datang saat membuat janji. Tapi sebagai mahasiswa ia hanya bisa pasrah dan menunggu dengan sabar sampai dosennya datang.

Tidak lama setelah itu, Karin bisa melihat Sheila dari kejauhan. Ia segera mengalihkan tatapannya dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Orangnya belum datang ya?" tanya Sheila kepada Karin dan Suci, ia sempat berlari dari parkiran karena takut terlambat tapi ternyata dosennya itu malah belum datang.

"Belum." Sahut Suci sedangkan Karin pura-pura tidak peduli.

"Syukur deh gue nggak telat." Sheila segera duduk di samping Suci.

Beruntung ada Suci sekarang, jadi Karin tidak perlu bersusah payah menghindari Sheila karena duduk mereka sudah terpisah.

"Eh Rin gue tadi wa lo kok nggak dibales sih, kan gue nungguin tadi supaya otw kita barengan," ujar Sheila sambil melirik Karin.

Karin balas melirik Sheila, "Baru lihat," jawabnya singkat.

Setelahnya Sheila tidak bertanya lagi, ia sibuk mengobrol dengan Suci dan Karin hanya mendengarkan sambil sesekali menimpali.

Setelah menunggu selama satu jam setengah akhirnya Bu Astri datang juga. Meskipun sudah cukup bosan dan sedikit kesal, Karin, Suci dan Sheila tetap memberikan senyum terbaiknya. Setelahnya mereka segera mengekori Bu Astri yang sudah masuk terlebih dahulu ke ruangannya untuk melakukan bimbingan.

***

Menunggu selama satu jam lebih tapi ketika bimbingan hanya beberapa menit, itulah hal lumrah yang pasti dialami mahasiswa semester akhir termasuk Karin. Setelah selesai bimbingan selama lima belas menit, Karin akhirnya keluar juga dari ruangan dosennya. Setelah ini ia harus ke bagian Prodi untuk mengumpulkan skripsi yang sudah ditanda tangani oleh dosennya tadi.

"Karin, cepet amat sih lo jalannya. Tungguin gue napa." Keluh Sheila sambil berjalan disamping Karin.

Tapi Karin memilih diam, ia tetap meneruskan langkahnya menuju ruangan Prodi. Setelah selesai menaruh skripsinya, Karin segera mengeluarkan ponselnya untuk memesan ojek online.

"Habis ini lo mau kemana Rin?" tanya Sheila.

"Pulang."

"Lo lagi bad mood ya? Atau lagi ada masalah?"

Sheila bisa menebak pasti ada sesuatu yang terjadi kepada Karin. Tidak biasanya sahabatnya itu mengabaikannya seperti ini. Apalagi sampai tidak membalas chatnya.

"Lo bisa cerita sama gue Rin, biasanya kan juga kayak gitu. Lo ada masalah apa?"

Karin menghentikan aktivitasnya yang sibuk menggeser layar ponselnya, ia lalu menatap Sheila dengan tatapan tidak percaya.

"Lo kok tega sih Shel sama gue." Lirih Karin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Maksudnya?" Sheila terlihat bingung mendengar ucapan Karin.

"Gue salah apa ke lo, sampai lo tega melakukan itu ke gue?"

"Apa sih Rin, gue bener-bener nggak ngerti."

"Sandi," sahut Karin yang langsung membuat Sheila bungkam.

Wajah Sheila seketika pucat karena hal yang ia takutkan terjadi. Karin tahu jika ia sudah membongkar semuanya kepada Sandi.

"Gue nggak nyangka, orang yang gue anggep kayak saudara, yang gue percaya untuk jadi tempat cerita semua masalah gue malah tega ngancurin hubungan gue." Setelah mengatakan itu Karin langsung pergi dari hadapan Sheila.

Dengan segera Sehila mengejar Karin dan menahan tangannya, "Tunggu Rin."

"Gue pengen sendiri." Karin menghempaskan tangan Sheila dengan kasar.

"Dengerin gue dulu." Tahan Sheila lagi, "Gue tahu gue emang salah, tapi gue sama sekali nggak berniat buat ngancurin hubungan lo sama Sandi Rin. Gue berani sumpah. Gue cuma mau bantu lo aja, siapa tahu dengan gue cerita semua ke Sandi dia bisa berubah dan Mamanya nggak ganggu lo lagi."

"Gue emang sering cerita keburukan Sandi ke lo Shel, tapi lo nggak tahu di beberapa kesempatan Sandi sangat baik. Dan hal itu sangat berarti buat gue, tapi lo malah ngancurin semuanya. Gue bisa bilang ke Sandi sendiri dan nggak sampai membuat dia kecewa seperti sekarang. Tapi lo udah merusak semuanya dan gue udah kehilangan Sandi sekarang." Sahut Karin dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, ia memilih menumpahkan semua kekecewaanya kepada Sheila.

"Gue minta maaf Rin, gue nggak tahu kalau akhirnya akan kayak gini. Sekali lagi gue minta maaf. Maaf karena kecerobohan gue, lo malah putus sama Sandi." Sahut Sheila ikut menangis melihat kondisi Karin sekarang.

Tanpa berniat menjawab, Karin segera pergi dari hadapan Sheila. Ia belum bisa memaafkan sahabatnya itu, ia masih membutuhkan waktu untuk memulihkan perasaannya. Apa yang Karin rasakan sekarang begitu campur aduk. Mulai dari sakit hati karena diputuskan Sandi, lalu ia juga merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri yang sangat ia percaya. Entah dengan cara apa Karin bisa menyembuhkan luka di hatinya, ia benar-benar bingung sekarang.

***

Tbc...

Finally, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang