Part 16

2.7K 123 2
                                    

Karin mengusap air mata dipipinya sambil berusaha menahan agar laju air matanya tidak semakin deras. Ia sekarang sedang berada di jalan pulang, Sandi benar-benar marah sepertinya dan pria itu juga tidak mau mendengarkan penjelasan Karin lebih jauh lagi.

"Aku nggak mau pulang," ujar Karin masih sambil menangis.

"Terus mau kemana?" tanya Sandi sambil melirik Karin sekilas dari kaca spion.

"Anter aku ke rumah Sheila aja."

Karin tidak mungkin pulang dengan kondisi seperti ini. Ia bisa di cecar oleh kedua orang tuanya dan ia bingung harus menjawab apa nanti. Mamanya yang kurang suka kepada Sandi bisa semakin benci jika tahu pria itu membuatnya menangis seperti sekarang.

Karin segera turun saat motor Sandi berhenti di depan rumah Sheila. Ia melepas helmnya lalu beralih menatap Sandi.

"Aku beneran minta maaf. Aku nggak bermaksud bohong dan menyembunyikan semua ini dari kamu," ujar Karin berharap Sandi mau memaafkannya.

"Aku pulang dulu," jawab Sandi tanpa bersusah payah menanggapi ucapan Karin.

"Kita nggak putus kan?" Karin menahan lengan Sandi yang akan pergi dari hadapannya.

"Kita break dulu. Kamu sama aku sama-sama butuh waktu buat memikirkan ini semua." Sahut Sandi akhirnya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Karin.

Karin hanya bisa menatap punggung Sandi yang mulai menjauh dengan perasaan semakin sedih. Pertahanan yang ia bangun sejak tadi hancur juga, tangis Karin semakin menjadi setelah Sandi benar-benar hilang dari pandangannya. Seolah-olah pria itu akan pergi dari hidupnya juga.

Karena malu jika dilihat orang menangis seperti orang gila, Karin segera menelpon Sheila. Ia belum memberi kabar kepada sahabatnya itu jika akan main, Karin hanya bisa berharap semoga saja Sheila ada di rumahnya sekarang.

Karin menempelkan ponselnya ke telinga berharap Sheila segera menjawab panggilannya.

"Sheila." Rengek Karin saat Sheila menjawab panggilannya.

"Lo kenapa Rin kok nangis?" tanya Sheila bingung diujung sana.

"Gue berantem sama Sandi, gue ada di depan rumah lo sekarang. Lo ada di rumah kan?" tanya Karin dengan isakan kecilnya.

"Astaga, gue turun sekarang. Lo tunggu disana," ucap Sheila memutus panggilannya.

Karin menunggu Sheila membukakan pintu dengan sabar. Saat sahabatnya itu sudah ada di depannya, Karin segera memeluknya dan menumpahkan semua tangisnya di pundak sahabatnya itu.

"Berantem kenapa kok sampai nangis kayak gini?" tanya Sheila sambil mengusap punggung Karin untuk menenangkan sahabatnya itu.

"Sandi udah tahu semuanya." Lirih Karin.

Sheila menghela napasnya pelan. Jadi, Sandi sudah bilang kepada Karin. Sheila tahu Karin pasti sangat terkejut dan sahabatnya itu juga pasti sakit hati ketika bertengkar seperti ini.

"Kita masuk dulu yuk. Lo tenangin diri lo di kamar gue ya. Baru lo cerita pelan-pelan sebenarnya ada apa." Bujuk Sheila sambil menuntun Karin masuk ke dalam rumahnya.

Dengan pasrah Karin mengikuti Sheila ke kamarnya dan berusaha meredakan tangisnya sebelum ia menceritakan semuanya.

***

Karin menaruh gelasnya di samping nakas tempat tidur Sheila setelah ia selesai meminumnya. Ia sudah sedikit tenang meskipun masih menangis.

"Kok Sandi bisa tahu semuanya ya?" tanya Karin bingung, "Apa nyokap gue yang bilang ke Sandi?"

"Cepat atau lambat Sandi juga akan tahu masalah ini Rin. Jadi nggak penting Sandi tahu dari siapa," ujar Sheila.

Finally, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang