Part 20

3K 133 0
                                    

Karin memilin jarinya dengan gugup, kini ia sudah duduk di dalam coffee shop bersama Sandi. Saat melihat pria itu tadi Karin segera menghampirinya dan meminta waktu sebentar untuk berbicara dan untung saja Sandi mau. Sedangkan Arya sudah pergi atas permintaan Karin. Mereka batal membeli kue untuk Novi dan nanti kemungkinan Karin akan pulang sendiri.

"Kamu baik-baik aja kan?"

"Kita putus aja ya Rin."

Mereka mengatakan itu secara bersamaan, tapi apa yang Karin dan Sandi ucapkan sangat jauh berbeda. Hingga membuat Karin mengernyitkan dahinya bingung sambil menatap Sandi. Ia tidak salah dengar bukan?

"Maksud kamu?" tanya Karin meminta penjelasan Sandi.

"Kamu kelihatan jauh lebih bahagia tanpa aku," sahut Sandi.

"Maksud kamu soal Arya tadi? Dia cuma teman lama aku San. Kita nggak ada hubungan apa-apa," jelas Karin.

Sandi menghela napas pelan, ini bukan hanya soal laki-laki bernama Arya itu. Tapi Sandi merasa tidak pantas untuk Karin dan gadis itu berhak bahagia tanpa dirinya.

"Bukan hanya soal laki-laki itu saja, tapi kamu pantas bahagia tanpa aku."

"Enggak, itu semua nggak benar. Kamu sumber kebahagiaanku selama ini San. Kamu nggak tahu akhir-akhir ini aku sangat sedih karena nggak bisa ketemu dan berkomunikasi sama kamu. Kamu yang paling berhak membahagiakan aku." Karin menolak untuk putus dengan Sandi.

"Aku nggak bisa bahagiakan kamu Rin. Apa yang kamu harapkan dari laki-laki kayak aku? Prioritas utamaku sekarang adalah Adis dan Mama, nggak seharusnya aku melibatkan kamu dan membuatmu menderita. Seharusnya aku sadar, aku belum siap untuk berkomitmen dengan siapapun di tengah kondisiku sekarang."

"Apa aku pernah nuntut sesuatu dari kamu?" tanya Karin kesal karena nyatanya ia tidak pernah menuntut apapun dari Sandi selain waktu yang pria itu berikan untuknya.

Sedangkan Sandi hanya bisa diam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Karin karena sadar hal itu memang benar.

"Sudahlah Rin, itu semua percuma. Makasih sudah menjadi bagian paling membahagiakan di hidup aku, kamu jaga diri baik-baik ya." Sandi menepuk pundak Karin sekilas sebelum keluar dari coffee shop.

Sedangkan Karin hanya bisa diam selama beberapa saat, sebelum akhirnya keluar untuk menyusul Sandi.

"Sandi tunggu." Karin menahan lengan Sandi sampai pria itu akhirnya berhenti.

"Apa lagi?" tanya Sandi melepaskan tangan Karin dari lengannya.

"Aku akan nunggu kamu, aku bisa nunggu kamu sampai kamu selesai menguliahkan Adis. Selama itu kita bisa merencanakan masa depan kita seperti sebelumnya," ujar Karin sungguh-sungguh. Ia tidak mau putus dengan Sandi karena ia sangat menyayangi pria itu.

"Udah aku bilang Rin, kamu nggak pantas nunggu laki-laki kayak aku, yang ada aku malah semakin menyakiti kamu. Kita selesai dan udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Kita nggak usah bertemu lagi dan nggak usah berkomunikasi kecuali ada hal yang penting. Utang mamaku ke kamu akan aku lunasi sesegera mungkin," ujar Sandi benar-benar ingin menyelesaikan hubungannya dengan Karin.

Sedangkan Karin hanya bisa menatap Sandi dengan mata berkaca-kaca, "Kamu beneran udah nggak mau mempertahankan hubungan kita?" tanya Karin sekali lagi.

"Enggak!" Tegas Sandi.

Bahkan setelah ia merendahkan harga dirinya, pria itu tetap meminta putus.
Seketika air mata jatuh di pipi Karin, ia benar-benar sedih hubungannya dengan Sandi harus berakhir seperti ini.

"Kalau boleh tahu, kamu tahu semua ini dari siapa?" Karin masih penasaran soal itu.

"Sheila."

Dan jawaban Sandi barusan membuat Karin terpaku di tempatnya berdiri. Ia tidak menyangka orang yang paling ia percaya dan ia anggap layaknya saudara malah menghancurkan hubungannya seperti ini. Jika Sandi dengar masalah ini dari Sheila, itu berarti pria itu sudah mendengar semua yang ia rasakan selama ini. Karin bisa merasakan sekecewa apa perasaan Sandi saat mendengar semua itu dari Sheila. Dan Karin tidak mau Sandi salah paham, ia harus menjelaskan jika yang pria itu dengar dari Sheila tidak semuanya benar.

Finally, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang