Part 21

2.4K 106 3
                                    

Novi berjalan mendekat kearah ranjang Karin dan duduk disana. Ia mengusap punggung Karin agar bisa sedikit menenangkan putrinya.

"Karin," panggil Novi, tapi Karin hanya bergeming. Karin masih menutupi wajahnya dengan guling dan menangis.

"Apa yang Arya bilang tadi benar? Kamu ketemu sama Sandi dan akhirnya kalian putus?"

Karin hanya menganggukkan wajahnya masih dengan terisak.

Novi menghela napas pelan, meskipun sempat menyuruh Karin putus dengan Sandi tapi tetap saja ia ikut merasakan sakit melihat kondisi Karin sekarang.

"Kenapa dia minta putus?"

"Katanya dia nggak akan bisa bahagiakan aku Ma, padahal aku nggak pernah nuntut apapun dari dia. Aku cuma minta sedikit waktu yang dia punya, tapi kenapa seolah-olah aku nuntut banyak ke dia." Jelas Karin dengan terbata-bata.

"Karin kamu tahu kan, laki-laki yang suka minder sama perempuannya itu bukan laki-laki yang baik?"

"Iya Ma, tapi aku nggak tahu dia mindernya kenapa? Padahal aku nggak pernah minta apa-apa ke dia."

"Kamu pernah dengar nggak Rin, kalau kita lebih baik mencari pasangan yang setara dengan kita?" Jeda Novi sebelum melanjutkan.

"Maksud setara disini bukan hanya soal ekonomi tapi bisa jadi latar belakang pendidikan, gaya hidup, cara berpikir dan masih banyak lagi. Kita harus bisa selektif dalam memilih pasangan agar sederajat dan nggak berat sebelah."

"Mungkin nggak harus dengan orang kaya, tapi dengan orang yang dari cara berpikirnya bisa satu frekuensi dengan kita. Itu kenapa dalam suatu hubungan ada makna 'saling melengkapi' bukan harus sempurna. Mungkin di kasus kamu dengan Sandi sekarang kalian nggak satu pemikiran, dimana bagi Sandi cara untuk membahagiakan kamu membutuhkan banyak uang, waktu, atau tenaga padahal yang kamu minta hanya waktu dari dia."

"Itu kenapa selama ini Mama sedikit tidak suka dengan Sandi, Mama nggak bermaksud menentang hubungan kalian. Tapi kamu pikir-pikir lagi ya. Pesan Mama, jangan ada yang berat sebelah karena pasti ada yang merasa direndahkan dan ada juga yang merasa paling berkorban," ujar Novi mengakhiri penjelasannya, ia berharap Karin bisa mengerti apa maksud ucapannya tadi.

Karin benar-benar tertampar mendengar pesan Novi. Sepertinya hubungannya dengan Sandi persis seperti apa yang dikatakan Mamanya. Dimana Karin selalu merasa berkorban banyak dalam hubungannya dengan Sandi, sedangkan pria itu mungkin merasa direndahkan olehnya. Tapi Sandi tidak mau bilang dan memilih memendam semuanya sendiri.

Melihat tangis Karin yang sudah mulai reda membuat Novi ikut merasa lega.

"Kamu tenangin diri kamu dulu ya, nanti Mama antarkan makan ke kamar kamu." Novi segera membenarkan selimut Karin dan bersiap untuk keluar.

Ia tahu dalam kondisi seperti ini Karin tidak mau diganggu. Putrinya itu akan mogok makan dan bicara lalu memilih mendekam di dalam kamar. Jadi ia akan mengalah dengan membiarkan Karin sendiri. Novi melirik Karin sekali lagi sebelum akhirnya menutup pintu kamar dan turun ke lantai bawah.

***

Karin melirik ke arah pintu saat mendengar ketukan dari luar. Ia bisa mendengar suara Mamanya di sana tapi Karin tidak menjawab, karena ia yakin Mamanya pasti akan tetap masuk.

"Karin."

Karin diam saat mendengar suara Andi yang ternyata ikut masuk ke dalam kamarnya. Dengan segera ia membalikkan badannya agar bisa menatap Papanya.

"Papa." Panggil Karin dengan mata yang sudah berkaca-kaca, tanpa banyak kata ia langsung duduk dari posisi baringnya dan memeluk Andi, ia kembali menumpahkan semua tangisnya di pelukan Papanya.

Finally, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang