Di dalam mimpi, sebuah cahaya putih yang terang memenuhi penglihatannya. Bai Suzhen berusaha memejam untuk menghindar. Namun cahaya itu tidak hilang. Bai Suzhen berlari, menjauhi cahaya, berharap menemukan titik hitam di antara terang cahaya ini. Bai Suzhen tidak pernah melihat cahaya seterang ini sebelumnya. Di Tanah Iblis, kegelapan dan cahaya temaram adalah satu-satunya warna yang ia miliki.
Namun, sebuah bisikan pelan samar-samar terdengar.
"Semua sudah terbukti, kak. Kau membuka ruang terlarang, dan dengan mencuri catatan saja kau sudah melanggar aturan Guru. Kau berkhianat." Itu suara adiknya, Hei Suzhen.
"Aku tidak..." jawab Bai Suzhen pelan padahal ia ingin berteriak keras.
"Energi cahaya dalam darahmu sudah aktif. Sebentar lagi kau akan membelot dan aku sangat membenci para dewa..." kali ini suara Mo Lushe, terngiang tajam dan tegas.
Bai Suzhen berusaha menjangkau pandangan, berharap dapat melihat kedua anggota keluarganya itu, namun hanya suara mereka yang terus berputar-putar seperti kaset rusak. Hati Bai Suzhen terasa berat. Ia terus berlari ke sana kemari di antara sinar putih itu, berharap menemukan mereka. Namun semakin mencari, tak ada satupun dari mereka yang muncul.
"Aku bukan keturunan dewa!"
Bai Suzhen membuka mata dan terlonjak bangun. Detik berikutnya, ia terengah-engah dan sadar kalau itu semua hanya mimpi. Ia menoleh dan mendapati dirinya tertidur di atas sebuah batu panjang dengan kanan dan kiri terdapat banyak jamur-jamur kecil membentuk lampu. Jamur-jamur itu bersinar kebiruan. Ada yang berwarna hijau dan ungu. Bai Suzhen menelaah situasi.
Ternyata ia ada di sebuah gua. Dindingnya berbatu tak rata. Di atas gua terdapat banyak jamur-jamur bersinar penuh warna. Di sekitar jamur itu terdapat bintik-bintik seperti debu kristal yang mengelilingi mereka. Pikiran Bai Suzhen menerjang kembali ingatannya.
"Oh, kau sudah bangun, siluman kecil?"
Seseorang muncul dari ujung lorong tempat Bai Suzhen terbaring. Seorang pria ramping berpakaian sutra putih kebiruan yang dijahit dengan benang perak dan keemasan. Rambutnya panjang, setengah diikat dan berponi tipis. Di atas kepalanya terdapat mahkota giok tanpa mutiara. Mahkota itu berkilau cantik.
Ketika Bai Suzhen menatap pria itu, ia langsung berdiri dan menderik. Hendak bertransformasi menjadi ular untuk pertahanan. Tapi pria itu segera mengangkat tangan.
"Tenang dulu. Aku bukan musuhmu. Dewa setampan aku, tidak menginginkan siluman cantik sepertimu menjadi tawanan."
Bai Suzhen tidak mengindahkan kata-katanya. Ia mengeluarkan sisik di sekitar lengan dan pipinya. Pria yang mengaku dewa tadi sedikit terpana.
"Tawanan apa? Kau siapa?"
Dengan santai, pria tadi mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Ah, sudahlah. Menjadi dewa terkuat juga tidak ada gunanya kalau siluman cantik sepertimu saja sudah tidak percaya padaku."
Bai Suzhen tidak suka mendengar kata-katanya. Dia mengeluarkan selendang, hendak menusuk pria itu dengan sekali gerakan. Ia melangkah cepat dan menebas ke arah muka. Pria tadi memiringkan kepala dan mengangkat satu tangan untuk menepis pergelangan tangan Bai Suzhen. Pedang terlepas dari tangannya. Bai Suzhen terkesiap. Dengan kekuatannya—yang ternyata masih lemah karena masih dalam pemulihan dari pertarungan dengan tiga dewa siang tadi, Bai Suzhen tidak berhasil menggapai pedangnya.
Sedetik, pedang itu berubah kembali menjadi selendang putih panjang dan terkulai jatuh ke lantai.
Pria tadi mendekati Bai Suzhen dan meraih selendangnya untuk dikembalikan. Bai Suzhen menatapnya dingin.
![](https://img.wattpad.com/cover/343303214-288-k123559.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance Between the White Snake and the Prince
FantasiCompleted. [Retelling Chinese Mythology] Bai Suzhen, siluman ular putih yang cantik harus mendapatkan kembali kepercayaan gurunya-Mo Lushe dan membuktikan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati Tanah Iblis. Gara-gara energi cahaya yang tidak sengaja...