Chapter 52: Perang Tianhong (Langit Merah) (2)

2 1 0
                                    

Guncangan hebat tiba-tiba menyela. Semua dewa menengadah, saling pandang dan terkejut. Shanqi seketika bangkit disusul Pengawal Chi yang dari tadi berdiri di sebelahnya. Di depan aula istana, awan putih yang melayang-layang di antara langit seketika berubah merah. Pergerakannya lambat, seolah ada darah yang meresap ke dalam awan, membuat ketenangan berubah menjadi ancaman. Para Dewa Shantian; Xiangshui, Taiyang, Wuxing langsung menerjang ke depan, membuat segel tipis transparan melalui tapak. Bersamaan itu, sebuah udara pekat berbentuk gelombang panjang menerjang ke arah aula.

Udara hitam pekat itu menabrak dinding segel hingga pecah. Ketiga dewa mental ke belakang. Dari udara hitam yang luruh, muncul wanita cantik berbalut pakaian serba hitam. Di atas kepalanya terdapat mahkota perak yang meliuk membentuk simbol ular. Ketika Shanqi tahu siapa itu, mata wanita itu sudah menusuk ke arahnya.

Merah seperti darah.

Kelam seperti dendam.

Shanqi mengeratkan tongkat cahayanya lalu terbang sambil mendorong tapak. Angin besar membelah serangan itu. Mo Lushe menarik ujung bibir, ia ikut terbang, menyambut serangan pertama Shanqi. Di tapaknya energi berwarna merah hitam mendorong. Ketika saling menghantam dengan energi Shanqi yang berwarna kuning putih, guncangan hebat menerpa semua orang di aula istana.

Angin ribut bagai badai berputar melampaui ketegangan.

Bersamaan dengan itu, pengawal hitam, hantu-hantu bermata hijau ungu menyambar area istana dengan kacau.

Xianlong berseru, "Jangan biarkan mereka masuk ke dalam Cangkang Cahaya! Shantian, dorong segel ke arah sana!"

Saat itu Mo Lushe yang masih melayang di atas mendengar teriakan Xianlong. Ia tersenyum ke arah Shanqi, menggunakan tenaga dalam untuk merangsang tenaga dalam milik Shanqi supaya lebih keluar. Tapi ketika tidak ada reaksi lebih, Shanqi malah terdorong ke belakang. Mo Lushe langsung tahu kalau Shanqi belum ada kekuatan tambahan untuk mengalahkannya. Pengawal Chi ikut terbang ke atas, menghadang Mo Lushe dengan satu hempasan panjang dan kuat seperti topan yang mendorong Mo Lushe sedikit ke belakang.

Tapi serangan itu bukan apa-apa baginya. Mo Lushe tertawa nyaring.

"Sudah nyaris dua ribu tahun lebih, Shanqi," ujar Mo Lushe dengan suaranya yang menggetarkan nadi. Shanqi menarik napas dalam, ia malu. Sungguh malu. Ia tahu Mo Lushe akan meremehkannya lagi sementara ia tidak bisa melakukan apa-apa selain meminta pertolongan orang lain.

"Kau masih tidak sanggup melawanku?" Mata Mo Lushe bercahaya merah. Ia maju ke muka, mengangkat tongkat, menyerang duluan.

Di bawah istana, segel berhasil dibuat. Xianlong dan tiga dewa Shantian sudah berdiri di belakang area Cangkang Cahaya tempat sakral milik Shanqi yang bisa kapan saja terkontaminasi oleh para hantu. Para hantu itu mundur. Xianlong mendongak, melihat ke arah pertempuran Shanqi dan Mo Lushe.

Gawat, gumam Xianlong pelan.

Ia melesat ke atas, terbang dan menghadang Mo Lushe yang sedang mendorong energi merah dari tongkatnya. Pengawal Chi ada di depan Shanqi. Menahan energi merah itu dengan tongkatnya sendiri. Xianlong berdiri di sampingnya, mendorong tapak dan mengeluarkan energi berwarna biru terang. Sama-sama mendorong ke arah Mo Lushe hingga Mo Lushe terpelanting ke belakang.

Mo Lushe sedikit kewalahan. Ia menerima banyak energi putih. Matanya mendelik ke arah Xianlong yang dengan senyum tenang memandangnya.

"Kenapa? Sudah merasa ingin menang, hah?" kata Xianlong sedikit mencemooh.

Mo Lushe tersenyum kecut. Tidak menjawab. Xianlong memiliki tenaga dalam besar—lebih besar ketimbang Shanqi dalam energi putihnya. Apalagi energi putih itu terasa dingin, teramat dingin sampai menusuk jantung Pusaka Iblis miliknya. Seolah dari energi yang merambat barusan, ia bisa kembali mengingat bagaimana serangan Dewi Bulan, Yue Shuiying yang waktu itu menerpa dirinya sampai harus melakukan kultivasi ulang hampir seribu tahun lebih.

"Xianlong, di mana kau sembunyikan pengkhianat kecilku?"

"Xiao Bai maksudmu?"

Mo Lushe mendecih remeh. "Xiao Bai. Sudah memanggil akrab begitu, ya? Kukira para dewa tidak akan menyentuh iblis seperti kami. Bukankah bagi kalian kami hanya debu kotor?"

Giliran Xianlong yang tersenyum. "Bagi kami, niat jahat adalah debu kotor. Kau, salah satunya."

Mo Lushe tidak suka dengan gaya bicara Xianlong yang selalu memancing-mancing emosi. Ia lantas memutarkan tongkat dan menerjang ke depan. Xianlong dengan baik meladeninya. Mereka bertarung jarak dekat. Mo Lushe menghunuskan tapak ke muka, Xianlong menyingkir dengan tenang. Tangan kanan Xianlong menangkap lengan Mo Lushe. Ia memelintirnya ke kiri. Mo Lushe mengikuti arah. Menggunakan kaki kiri, menendang perut Xianlong. Xianlong tidak kesakitan. Melainkan mengambil kaki Mo Lushe. Kini satu tangan kanan dan kaki kiri Mo Lushe dijeratnya. Mo Lushe menggerakkan pergelangan, tangannya membentuk cakar. Kuku menancap ke kulit Xianlong. Tapi sekujur kulit Xianlong seolah beku dan tidak bisa ditekan. Mo Lushe terkejut. Ia menatap mata Xianlong yang hijau sejernih sungai.

Mo Lushe benci itu.

"Kalau kau tidak mundur, aku takutnya kau harus berhadapan denganku lebih lagi." Suara Xianlong pelan tapi penuh ancaman.

Mo Lushe tersenyum manis. "Kalau begitu, dengan senang hati."

Sebuah energi merah muncul dari mata Mo Lushe. Mendorong Xianlong dan melepaskan jeratan itu. Hempasan tajam dan panas menyerbu bersama bunga api. Segel Cangkang Cahaya rontok. Dengan satu tebasan panjang, Mo Lushe mengangkat tangan dan segaris warna merah membakar seluruh langit.

Xianlong terperanjat. Ia bangun dari tempatnya dan menahan.

Tapi terlambat. Dari belakang Mo Lushe, muncul satu udara hitam pekat lagi yang langsung berubah menjadi wanita berambut putih. Sekali tebas, wanita itu melindungi Mo Lushe dan mendorong Xianlong hingga terjengkang ke bawah.

Para Shantian menyerbu ke arah Xianlong. Shanqi menggunakan tapak, mengalirkan tenaga cahaya untuk memulihkan Xianlong sejenak.

"Siapa... itu?" gumam Xianlong mendongak, berusaha melihat ke arah wanita berambut putih yang kini tersenyum ke arahnya.

Shanqi menyipitkan mata, berbisik parau, "Hei Luna."

***

Romance Between the White Snake and the PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang