22. Aesthetic

16 5 0
                                    

Nyatanya memang benar, ketika Kiera bangun dan membuka tirai kamarnya, ia mendapati Keno di luar gerbang sudah berdiri di samping motor sambil mengecek ponselnya. Kiera melirik jam, setengah enam pagi. Gadis itu heran, sepagi ini cowok itu sudah siap?

"Duh ... mampus, bener lagi kata Abel." Gumamnya mondar-mandir. Apakah ia harus menemui cowok itu? Kenapa sih Keno sangat keras kepala. Eh tapi kepala bukannya emang keras ya?

Gadis itu menyambar handuk di kursi belajar sebelum melangkahkan kaki malas ke kamar mandi, menyiapkan diri dengan terburu-buru. Tak berselang lama selesai mandi, Kiera merapikan rambut dan wajahnya, hari ini ia harus keliatan biasa seperti tidak sedang terjadi apa-apa.

"Plis, muka, lo harus keliatan biasa aja oke? Kalo malu jangan nunjukin ekspresi malu, biar tuh cowok kagak GR!" Katanya di depan cermin.

Setelah mempersiapkan segalanya cewek itu pun keluar, untung sang bunda sudah berangkat bekerja. Kalau tidak mungkin ia akan banyak mendapat nasihat dan ceramah. Hanya ada dua adik-adiknya yang sesekali mengejek, tapi bukan Kiera kalau tidak membalasnya dengan delikan mata.

"Kepagian, " kata Kiera sambil berjalan ke arah Keno. Tadi malam gadis itu memang sempat mendapat pesan dari cowok itu kalau ia akan menjemputnya. Kiera tentu tak keberatan, itu akan sangat menghemat penggunaan uang bersinnya.

"Gue rela nunggu lama asal yang gue tunggu lo."

Kiera memalingkan muka, wajahnya terlihat jengkel.
"Nggak usah gombal, gue tau trik buaya ngepet kayak lo."

"Baru tau buaya bisa ngepet,"

"Yaudah sini helmnya." Dengan sangat antusias Keno memberikan helm untuk dipakai gadis itu.

Sialnya di bagian ini, Kiera mendadak sulit mengaitkan tali helm,  padahal ia sering membantu Abel saat memakai helm, tapi sekarang rasanya seakan-akan tangan Kiera adalah tangan Abel. Gadis itu membalikan badan agar tidak ketahuan bego di depan Keno, tapi nihil. Tetap tidak bisa.

"Anj—"

Keluhan Kiera terputus saat tiba-tiba saja Keno menghadapkan badannya dan membantu memasangkan tali helm. Kiera tidak dapat mengalihkan fokus dari wajah berseri itu, dari jarak sedekat ini gadis itu dapat dengan mudah melihat aura ketampanan cowok itu.

"Gue tau gue ganteng, tapi jangan ditatap gitu ntar keselek."

"Uhuk-uhuk, " Kiera menepuk dadanya sendiri saat batuk, gadis itu menjauhkan diri dari Keno.

Keno tertawa. "Kan beneran,"

"GR banget lo, gue liatin pohon tuh ... bukan lo!" Dalih Kiera jelas berbohong.

"Iya deh, percaya. Yuk naik." Kiera memegang bahu Keno dan naik ke jok motor cowok itu, Keno tersenyum licik memikirkan satu kejahilan. Cowok itu lantas menarik gas dan mengeremnya mendadak, membuat Kiera kaget dan refleks memeluk perut Keno.

Kiera yang sadar langsung melepaskan tangannya. "Gila lo ya, mau mati?"

"Kalo matinya sama lo sih ayo aja."

Kiera melotot tak habis pikir dengan ucapan itu.

Cowok stres

♡♡♡♡

Abel pikir bukan jalan yang baik mengabaikan Aksa saat ini. Cowok itu, cowok kamus itu, sangat amat membuatnya merasa gemas. Bagaimana tidak? Sejak kemarin sore usai pulang sekolah, Aksa terus mengirimkannya pesan. Baik pesan kalimat atau pesan suara. Abel dibuat tertawa karena suara lucu Aksa yang bertanya apakah Abel marah padanya.

Bukan salah cowok itu, lagi pula yang memilih Dian ialah kepala sekolah. Ya Abel pikir Dian cukup berbakat untuk memerankan sosok Candra Kirana. Dan di lagi pula yang lain, Abel merasa kalau ia tidak punya banyak bakat bermain drama. Tidak apalah menjadi pembawa acara, toh pasti ia tidak sendirian.

Ineffable |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang