38. Menjadi Kekasih

17 3 1
                                    

Bulatan kuning di atas langit memunculkan diri dari ufuk timur bumi. Menyapa para penghuni tempat ini untuk cepat bangun dan memulai hari. Abel pikir ini masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah, terbukti dari tidak adanya makhluk lain yang bersileweran selain dirinya seorang diri.

Diamatinya sekitar sekolah,  barangkali ada orang untuk diajak bertegur sapa. Abel memang anak yang aktif dan cukup ramah, lebih suka sok akrab dengan orang, meski begitu kadang ia juga merasa terlalu berlebihan, tak jarang Abel jadi kepikiran akan tingkahnya sendiri.

Pagi tadi, ia mencoba mengirimkan pesan pada seseorang.

Aksa.

Gadis itu saja sempat bingung harus mengirim apa, beruntung Aksa menjawab pesan darinya dengan cukup antusias.

aku tunggu di depan perpustakaan ya|

|okeee // emot nyengir

Itu adalah percakapan pagi tadi, Abel masih saja terkikik geli, bisa-bisanya Aksa mengirim emot begitu, siapa yang tidak gemas? Usai memastikan ponselnya mati, Abel pun menyimpan benda itu ke kantung kecil tasnya.

Sekarang tubuh ramping Abel tepat berhenti di depan pintu perpustakaan yang sama sekali belum dibuka. Menengok ke sana kemari namun tidak ada siapa-siapa. Ketika sedang iseng mengintip jendela kaca perpus, tiba-tiba sosok kecil bermata besar muncul dan membuat Abel nanap sampai kakinya mundur beberapa meter. Chiko yang membuatnya kaget.

"Chiko!"

"Kaget ya, habisnya aneh, mengintip-ngintip."

Gadis berkacamata itu membuang napas, kalau saja Chiko manusia, mungkin sudah remuk dihantamanya.

"Ngapain sih ngagetin gitu, udah tau sekolah masih sepi udah buat ribut aja!"

Tubuh Chiko keluar menembus tembok, lalu berhenti tepat di depan Abel yang menatapnya marah.

"Eh Abel, aku pergi dulu ya, ada Aksa!"

Chiko menghilang.

Abel gelagapan. "Hah, Aksa? Mana, mana?"

"Abel?" yang dipanggil menolehkan kepala.

Bagaikan nabastala yang menjadikan gemintang sebagai penerangnya, bolehkah aku menjadikanmu dayita untukku dekap erat dalam atma kama?

Kalimat itu terus berputar memenuhi ruangan sempit di kepala, Abel sendiri yakin ia takkan bosan memikirkan kalimat itu berkeliaran. Sebelumnya ia sempat iseng cari kata-kata diksi di internet dan sosial media, dan ada banyak sekali kata-kata yang menggambarkan perasaan Abel sekarang, namun sayangnya hanya satu yang menurutnya lebih pas jika disandingkan dengan Aksa.

Bukankah Abel sudah berjanji akan membalas kalimat Aksa waktu itu? Abel tidak akan bisa mengingkarinya.

"Maaf, kamu nunggu lama ya?"

Gadis itu segera menggeleng cepat, mengubah raut wajahnya menjadi lebih sumringah. "Nggak, baru 5 menit lalu." Jawabnya disusul kekehan ringan. "Em ... kamu udah lama?"

Aksa juga menggeleng.  "Tidak, baru juga. Baru sampai tepatnya." Cowok itu celingukan, keadaan sekolah masih terlampau sepi kala itu, wajar karena ini masih setengah tujuh sedangkan sekolah saja masuk pukul tujuh lewat lima belas menit.

Ineffable | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang