***
Lisa pikir, Jiyong pulang pagi ini. Lisa kira, Alice berteriak dan memeluk ayahnya yang baru saja datang selepas bekerja. Namun ternyata, saat ia keluar dari ruang kerja mantan suaminya, Jiyong hanya menelepon, dan Alice yang pria itu telepon. Panggilannya hanya sebentar, karena Alice sudah meletakan handphonenya di meja dan menyalakan TV ketika Lisa datang.
"Eomma, appa bilang bibi Jisoo akan datang dan mengantarkan sarapan, lima menit lagi," lapor Alice, mengatakan alasan ayahnya menelepon pagi ini. "Appa harus menangkap penjahat pagi ini, jadi dia tidak ada di rumah," susulnya kemudian, begitu santai, menyalakan dan menonton acara pagi yang hampir tidak pernah ia tonton.
Di rumahnya, di Bellis, Alice tidak punya waktu untuk menonton kartun pagi. Gadis kecil itu harus memilih baju sekolahnya, menyiapkan buku-buku sekolahnya, sarapan dan sesekali juga harus mengerjakan tugasnya yang belum selesai di meja makan. Tapi di Allamanda, Alice tidak punya tugas yang harus ia selesaikan.
"Kau tidak bersiap untuk pergi ke sekolah? Kita ada di-"
"Appa bilang aku tidak perlu ke sekolah," potong Alice. "Appa bilang, aku akan pindah sekolah setelah menerima rapor hari Jumat nanti," katanya. "Appa menyuruhku untuk melihat-lihat sekolah di dekat sini nanti, bersama eomma, atau besok bersama appa," dengan lancar, Alice ulangi semua yang Jiyong katakan.
"Kapan ayahmu bilang begitu?"
"Kemarin, saat sedang mengobati appa," santainya.
"Lalu kenapa kau baru bilang sekarang?" tanya Lisa, yang berdiri di depan meja ruang tengah, hampir menghalangi TV namun Alice mengabaikannya. Lebih baik layar TV-nya dihalangi ibunya, daripada dimatikan ibunya.
"Lupa?" katanya, tanpa sedikit pun rasa bersalah dalam suaranya. "Tapi kenapa aku harus pindah sekolah? Aku dikeluarkan dari sekolah? Karena memukul Chan?" tanyanya kemudian, namun belum sempat Lisa menjawabnya, bel rumah itu sudah lebih dulu berbunyi. "Oh! Bibi Jisoo datang!" serunya, lantas berlari untuk membukakan pintu.
Di sana Alice melakukan semuanya sendiri, bahkan menerima tamu. Padahal di rumah, gadis kecil itu selalu menolak setiap kali Lisa memintanya untuk mengambil paket di pintu depan. Alice tidak pernah menerima tamu di Bellis, tidak pernah juga membantu ibunya. Baru di Allamanda, Lisa tahu kalau putrinya bisa mencuci piring, bisa juga menghangatkan nasi di microwave. Awalnya Lisa penasaran, kenapa Alice tidak memberitahunya kalau ia bisa melakukan semua itu. Namun setelah ia timbang-timbang lagi, bukan Alice yang tidak memberitahunya, namun ia lah yang tidak pernah bertanya. Tidak pernah juga ia suruh Alice untuk mencuci piring di rumah.
"Alice, masuk ke kamar, belajar dan kerjakan tugas sekolahmu, sayang," hanya itu yang biasa Lisa katakan di rumah.
Melihat putrinya membukakan pintu, Lisa melangkah mendekat ke arah pintu depan. Ingin ia lihat siapa yang datang dan ternyata seorang wanita cantik yang berdiri di sana. Wanita itu datang dengan terusan putih bermotif bunga. Rambutnya digerai panjang, terurai sampai melewati bahunya, dengan hiasan sebuah bandana putih yang senada dengan terusannya.
"Good morning," sapa wanita itu pada Alice. Akan ia langkahkan kakinya masuk, namun langkah itu tiba-tiba terhenti. Wanita bernama Jisoo itu terkejut melihat Lisa di sana. Senyum cantiknya berubah jadi canggung, dan ia tatap Alice yang menggandeng tangannya.
"Itu eommaku," kata Alice, seolah tahu pertanyaan yang Jisoo lempar lewat tatapannya.
"Oh! Astaga! Maaf, aku tidak tahu," senyum canggung yang tadi muncul tiba-tiba saja lenyap dari wajahnya. Kali ini dengan santai ia melangkah masuk ke dalam rumah, melangkah melewati Lisa yang belum berkata apa-apa. "Aku pikir Detektif Kwon meninggalkan putrinya bersama orang asing," katanya, sembari meletakan beberapa kotak makan di meja. "Maaf, aku tidak mengenalimu. Namaku Jisoo, Kim Jisoo, aku tinggal di lantai bawah dan Detektif Kwon memesan makanan untuk Alice," jelasnya, menunjukan semua makanan yang ia bawa tadi pada Lisa.
"Ahh ya," canggung Lisa, tidak tahu harus bersikap bagaimana, karena tadi ia pikir Jisoo adalah gadis lain yang Jiyong kencani. Lisa sempat terkejut, karena ia pikir mantan suaminya itu mengencani beberapa wanita berbeda. Ia pun khawatir, karena Alice terlihat menyukai Kim Jisoo, ia khawatir Alice akan terluka kalau sewaktu-waktu mantan suaminya menikahi wanita lain.
"Aku hanya membawa dua sarapan, karena aku pikir hanya ada Detektif Kwon dan Alice di sini. Apa perlu aku ambilkan makanan lagi?" tanya Jisoo, sebab Lisa tidak terlihat akan memperkenalkan dirinya.
"Apa yang bibi bawa? Aku harap tidak ada sayurnya," tanya Alice, yang lebih dulu duduk di kursinya lalu melihat kotak yang Jisoo bawa. "Huh... Kimbab, ada sayurnya... Apa semua ibu sama? Kenapa harus ada sayuran di dunia ini?" keluhnya, namun tetap mengambil sepotong kimbab untuk ia nikmati.
"Tidak, terimakasih... dua porsi saja cukup, Detektif Kwon sedang pergi sekarang, dia bisa mengurus sarapannya sendiri," katanya, namun Jisoo tidak terlihat terkejut. Seolah hal itu sudah sering terjadi. Di tambah Alice yang berkata pada Jisoo kalau ayahnya sedang menangkap penjahat—seperti biasanya.
"Ah.. baiklah," angguk Jisoo. "Biasanya Detektif Kwon hanya memesan untuk akhir pekan, saat Alice berkunjung. Tumben sekali Alice datang di hari Rabu," komentar wanita itu, sembari mengusap-usap rambut Alice yang sedang menikmati sarapan buatannya, di meja makan. "Untuk makan siang, apa yang kau inginkan? Makanan rumahan, Prancis, Korea, Jepang, aku bisa semuanya," tanya Jisoo kemudian.
"Uhm... Apa yang kau inginkan, tuan putri?" tanya Lisa, pada putrinya yang masih menikmati kimbabnya sembari menonton TV. Ia menonton TV dari posisi duduknya di meja makan.
"Ayam goreng dengan saus, seperti minggu lalu," jawab Alice, cepat tanpa berfikir. Seakan ia sudah punya daftar panjang untuk makan siang sampai makan malamnya nanti.
Lisa mengulang pesanan putrinya, meminta Jisoo untuk membuatkan putrinya ayam goreng itu. Tentu Jisoo tidak keberatan, gadis itu ingin bertanya lebih banyak—tentang Lisa dan alasannya tidak pernah berkunjung ke sana. Juga alasan wanita itu tiba-tiba datang—namun karena Lisa terlihat canggung, Jisoo menahan dirinya. Karena Lisa tidak terlihat nyaman dengan keberadaannya, Jisoo bergegas pergi tanpa banyak bertanya.
"Berapa harga-"
"Tidak perlu, Detektif Kwon sudah membayarnya semalam, saat dia memesan," potong Jisoo, sebelum ia berpamitan dan pergi dari sana.
Seperginya Jisoo dari sana, tentu Lisa kembali setelah mengantarnya sampai ke pintu. Ia hampiri putrinya di meja makan, lalu duduk di depannya. Alice sudah menghabiskan sepertiga sarapannya, sedang satu kotak makan lainnya masih penuh. Lisa menutup kotak lainnya, merasa kalau ia tidak boleh memakannya.
"Makanannya enak, sayang?" tanya Lisa dan Alice mengangguk.
"Enak, eomma coba saja," santai gadis itu, namun tetap menatap pada TV. "Eomma makan saja, biasanya appa tidak akan pulang sampai makan siang," susulnya kemudian.
"Appa sering meninggalkanmu sendirian di sini?" tanya Lisa dan Alice mengangguk.
"Kadang-kadang, kalau ada penjahat keji," katanya.
"Lalu, apa yang kau lakukan saat sendirian di sini?"
"Mandi lalu pergi keluar dan bermain dengan anak-anak lainnya. Tapi hari ini hari Rabu, anak-anak lainnya pasti sekolah," santai Alice. "Eomma tidak pergi kerja? Makan itu dulu sebelum pergi, eomma bilang tidak boleh pergi kalau belum makan," gadis itu menunjuk kotak makan yang ada di depan Lisa, menyuruh Lisa untuk segera menghabiskan sarapannya. "Appa tidak mau dengar kalau aku bilang begitu, katanya dia akan makan di kantor, tapi aku tahu appa berbohong. Karena saat pulang dia makan banyak sekali, seperti orang yang belum makan berhari-hari," masih sembari menonton kartun di TV-nya, Alice bercerita.
"Kau berani tinggal di sini sendirian? Kalau eomma tinggal bekerja?"
"Tentu saja berani," angguk Alice. "Bibi Jisoo tinggal di bawah, di sebelah ada Paman Seunghyun, lalu di sebelahnya lagi ada Hoon oppa dan di sebelahnya lagi ada Bibi Rose. Aku bisa pergi ke sana kalau takut. Paman Seunghyun, Hoon oppa dan Bibi Rose tidak pernah pergi. Mereka selalu di rumah dan aku boleh ke sana kapan saja," katanya.
"Kau punya lebih banyak teman di sini, daripada di rumah," Lisa berkomentar dan Alice memamerkan senyumannya. Mengaku kalau ia punya banyak waktu untuk bermain di Allamanda, sedang di Bellis, Lisa terus mengirimnya ke tempat bimbel dan berbagai kursus lainnya.
"Di tempat bimbel aku juga punya banyak teman, tapi lebih menyangkan bermain di sini... Karena tidak ada gurunya," cengir gadis kecil itu, tersenyum agar sang ibu tidak memarahinya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-
FanficAwalnya semua sempurna. Ia kagumi wanita itu, dan wanita itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Ia jatuh hati pada pria itu, dan pria itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Kencan pertama mereka. Awalnya semua sempurna. Bisa ia pahami isi kepala pr...