28

399 66 3
                                    

***

"Jangan berteriak seperti tadi di depan Alice lagi," pelan Jiyong, setelah ia kembali duduk di ranjangnya dan mendapatkan kembali infusnya. Pria itu kembali berbaring, sedang Lisa membantu menata selimutnya. Hampir tanpa mengatakan apapun. "Aku minta maaf karena sempat membentakmu juga," susulnya, membuat gadis yang ia ajak bicara tiba-tiba saja membeku.

Sejak mereka bercerai, ini kali pertama Jiyong minta maaf padanya. Memang selama ini pria itu hampir tidak pernah melakukan kesalahan padanya, namun mana mungkin Lisa tidak pernah terluka karenanya selama hampir delapan tahun terakhir ini? 

"Aku juga tidak akan berteriak di depan Alice, karena itu, jangan melakukannya lagi. Dia jadi takut," susulnya, tetap pelan, tetap lembut. Seolah sedang bicara pada Alice.

Lisa tidak bisa berkata-kata sekarang. Hanya ia anggukan kepalanya, sembari menggigit bibirnya. Tapi setelah itu, Jiyong justru menyuruhnya untuk pulang. Mantan suaminya itu, menyuruh Lisa untuk pulang dan beristirahat di rumah.

"Alice bisa tetap tinggal di sini, kau pulanglah sendiri, tenangkan dirimu," pelan Jiyong, kali ini sembari menepuk-nepuk punggung tangan Lisa yang sudah sedikit membaik.

Hari itu Lisa tidak punya alasan untuk menolak. Gadis itu pergi dan Alice dibiarkan menginap di rumah sakit. Gadis kecil itu tidur di ranjang bersama ayahnya, sampai di keesokan harinya Lisa kembali datang sebelum pergi ke tempat kerja. "Apa aku perlu cuti?" tanya Lisa, setelah ia bantu putrinya untuk mandi pagi ini. Di rumah, Alice bisa melakukannya sendiri, tapi di tempat baru ia masih perlu bantuan untuk membongkar tasnya, mencari pakaian dan peralatan mandinya juga. Bahkan untuk menyimpan pakaian kotornya.

"Tidak, pergilah bekerja. Alice bisa menemaniku di sini," tolak Jiyong.

"Iya! Aku bisa merawat appa di sini!" serunya, tidak keberatan untuk tinggal di rumah sakit, sebab ia diperlakukan seperti seorang pengunjung hotel di sana. Alih-alih Alice yang menjaga Jiyong, justru Jiyong lah yang harus melayaninya. Mencarikan camilan sampai menu makan malam yang tidak ada di rumah sakit, juga menemaninya bermain game di handphone.

"Baiklah, aku akan datang mengantar makan siang-"

"Tidak! Eomma tidak perlu ke sini," sela Alice. "Aku yang akan membelikan appa makan siang, di kafetaria kemarin. Biar aku saja yang merawat appa, ya ya ya?" bujuk Alice, sebab tahu ibunya akan membawa banyak sayur nanti siang. Ia ingin memilih sendiri makan siangnya, sedang Jiyong tentu dapat jatah makan siang dari rumah sakit.

"Aku akan membelikannya makan siang nanti, tidak perlu mengkhawatirkannya," kata Jiyong, meski ia dan Lisa sama-sama tahu apa rencana dalam kepala kecil putri mereka.

Karena Jiyong sudah bilang begitu, Lisa mengiyakannya. Lantas pergilah ia ke kantor polisi. Kembali menyelesaikan pekerjaannya. Hari ini, rencananya ia akan menyelidiki kasus kecelakaan yang Jiyong alami. Sebab Jiyong bilang kecelakaan itu disengaja. Hari ini, Lisa akan mengajukan dirinya untuk membantu penyelidikan yang Jiyong dan timnya lakukan. Secara resmi. Seluruh anggota tim itu masuk rumah sakit, terlibat dalam kecelakaan yang direncanakan. Tentu Lisa tidak bisa diam saja setelah melihatnya. Bisikan Jiyong kemarin juga seolah jadi tanda baginya, kalau ia boleh terlibat.

Seperginya Lisa dari sana, Jiyong duduk di ranjangnya. Ia beri tanda pada putrinya untuk melihat sejauh mana ibunya sudah pergi. "Eomma masih di depan lift," kata Alice, yang disuruh mengintip dari pintu.

"Kalau eomma sudah pergi, panggil perawat semalam," pinta Jiyong dan Alice mengacungkan ibu jarinya. Senang karena merasa dirinya baru saja diajak bermain oleh ayahnya.

Sepuluh menit kemudian, seorang perawat datang dengan kursi rodanya. Dengan kursi roda itu, karena Jiyong masih harus memakai infusnya, Alice bawa ayahnya ke bangsal lain. Tempat detektif lain di rawat. Yoon dan Mino sudah baikan sekarang, Toil terluka sama parah dengan Jiyong, sedang Soohyuk cenderung baik-baik saja. Pria itu dioperasi karena ada patah tulang terbuka di tangannya, namun selebihnya ia baik-baik saja. Tidak ada pendarahan, tidak juga ada komplikasi.

"Hyung kau baik-baik saja?" Mino bertanya, setelah Jiyong datang sembari memangku Alice di pahanya. Perawat yang mendorong kursi rodanya dan Jiyong harus memohon agar Alice diizinkan naik ke kursi roda itu bersamanya.

"Aku masih hidup," balas Jiyong, setelah ia berterima kasih pada perawat yang mengantarnya ke sana. Perawat tadi pergi, lalu ia turunkan Alice dari pangkuannya. Ia pun turun dari kursi roda itu, lantas membiarkan Alice yang duduk di sana. Yoon membantu pria itu, memindahkan botol infusnya pada penyangga lain, agar Jiyong tidak perlu mengekori Alice yang bermain dengan kursi rodanya.

Di bantu Yoon, Jiyong duduk di ranjang Mino. Berbagi penyangga infus dengan Mino. Ada enam ranjang di kamar rawat itu, namun hanya empat yang terisi. Dua lainnya kosong, mungkin baru akan terisi jika ada pasien lainnya nanti. Setelah ia bisa duduk dengan nyaman di ranjang Mino, sementara pria itu duduk di sisi lainnya, Jiyong memanggil putrinya. Ia pakaikan headphone ke telinga putrinya, memutar lagu favorit putrinya, agar Alice tidak mendengar obrolan mereka. Agar gadis itu bisa bermain dengan kursi roda dan dunianya sendiri.

"Bagaimana Lee Jungjae?" tanya Jiyong kemudian. Lalu Soohyuk mengatakan kalau pria itu dalam keadaan koma sekarang. Soohyuk juga bertanya, maksud dari obrolan Jiyong dan Lee Jungjae kemarin. "Lee Jungjae mengirim Detektif Lisa ke Allamanda untuk menyelidikiku. Kami pernah bekerja di tim yang sama, dulu. Tapi sesuatu terjadi dan aku dipindahkan ke Allamanda," kata Jiyong.

"Lalu bagaimana kasusnya sekarang? Lee Jungjae koma, kita tidak punya saksi lain, bagaimana kita menemukan candyman?" Mino bertanya, lalu Toil yang sebelumnya berbaring, bangkit sembari mengerang kesakitan. Kepalanya sakit setiap kali ia mengganti posisinya.

"Kenapa kita tidak punya saksi lain?" Toil berkata.

"Siapa saksinya? Lee Yeji?" kali ini Yoon yang bicara, namun Soohyuk menggeleng kemudian menunjuk Jiyong dengan dagunya.

Jiyong melihat supir bus yang menabrak mereka. Ia lihat pria itu dengan sangat jelas, karenanya wajahnya terluka parah. Karena Candyman memukulnya, tepat di wajah sebelum akhirnya Jiyong jatuh di aspal, tersungkur tidak bisa bergerak. Candyman menyuntikan obat penenang padanya, membuatnya ia tidak bisa bergerak di lokasi kecelakaan itu. Membuat pengobatannya kemarin berjalan sangat lama karena mereka perlu mengetahui obat apa yang Candyman suntikan padanya.

Pria-pria itu bekerja, dengan peralatan yang seadanya. Mino dan yang lainnya mengakses beberapa informasi lewat handphonenya, mencatat juga lewat handphonenya. Meeting di bangsal rawat itu sempat sangat serius, sampai suara benturan yang sangat keras mengejutkan mereka. Alice baru saja terjatuh, tersungkur ke lantai bersama dengan kursi roda yang ia mainkan. Mendengar suara benturan itu, semua orang menoleh, melihat Alice yang tersungkur, jatuh tertimpa kursi roda. Namun alih-alih menangis, gadis itu justru melepaskan headphonenya, merangkak keluar dari tindihan kursi rodanya lalu berkata, "aku tidak apa-apa," serunya, menatap ayahnya juga satu persatu rekan kerja Jiyong.

"Sungguh? Kemari," suruh Jiyong dan gadis kecil itu berlari kecil menghampirinya. Namun lagi-lagi ia terjatuh, tersandung kursi roda yang sekarang berantakan di lantai.

"Aku tidak apa-apa," Alice kembali bangun, mengulang ucapannya dan kembali menghampiri ayahnya.

"Hm... Tidak apa-apa," tenang Jiyong, menarik naik putrinya yang justru menangis begitu duduk di ranjang. Menangis memeluk Jiyong, menyembunyikan wajahnya di dada pria itu. Menangis karena sakit, juga karena malu. "Tidak apa-apa, tidak ada yang terluka, coba appa lihat," kata Jiyong, yang tentu harus mengecek tubuh putrinya itu. Selain sedikit lecet di sikunya, Alice tidak terluka.

***

Ex-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang