***
"Eomma! Kapan appa datang?" tanya Alice, untuk yang kesekian kalinya. "Aku ingin ganti baju!" serunya, mengeluh karena tidak menyukai pakaiannya sekarang.
Lisa membuat Alice memakai gaun pendek berwarna putih hari ini. Gaunnya sepanjang lulut, dengan renda-renda dibagian bawahnya. Alice tidak keberatan dengan gaun rok, masalahnya hanya ada pada warna pakaiannya sekarang. Karena warna gaun itu putih, Lisa tidak mengizinkan Alice untuk turun dari kursinya. Ia duduk di atas sebuah kursi kayu, hanya diizinkan menyentuh handphonenya. Tidak ada camilan, apalagi makanan. Apapun yang berwarna, Lisa tidak mengizinkan Alice menyentuhnya dan itu sudah tiga puluh menit.
"Telepon appamu agar cepat datang," suruh Lisa, masih sembari memperhatikan Alice agar gadis kecil itu tetap menurutinya. Tetap duduk tanpa menyentuh apapun selain handphone di tangannya.
"Appa! Kapan appa datang?! Kenapa lama sekali?!" gadis kecil itu marah, pada pria yang ia telepon.
Mereka berjanji akan bertemu di sana pukul empat tiga puluh sore, di sebuah studio foto, di pusat kota Allamanda. Tapi sekarang sudah pukul lima dan Jiyong belum juga datang. Setiap kali Lisa dan Alice meneleponnya, pria itu bilang kalau ia sudah dalam perjalanan, namun tidak pernah tiba.
Padahal kasus narkobanya sudah selesai, Candyman juga Bae Taekook, semua tertangkap. Perkelahian tidak bisa dihindari saat itu, hingga Jiyong babak belur dan mereka perlu waktu sebulan untuk menunggunya sembuh. Jika dihitung dari hari Lisa berjanji pada Alice kalau mereka akan punya foto keluarga, sudah hampir satu tahun sampai janji itu akhirnya ia tepati.
Sejak mantan istri dan putrinya tinggal di rumahnya, Jiyong tidak banyak berubah. Ia tetap bekerja sekeras yang ia bisa. Di tambah Lisa yang enggan kembali bekerja, pria itu harus bekerja keras, karena ia satu-satunya yang berpenghasilan sekarang. "Hhhh... Baru foto bertiga saja dia terlambat," gerutu Lisa, kesal karena Jiyong yang tidak kunjung datang itu, menjanjikan Alice untuk berfoto berempat, dengan neneknya di Bellis. Jiyong juga berjanji akan mengajak Alice berkemah dalam waktu dekat ini. Ia buat banyak janji, namun terus menundanya karena pekerjaan.
"Eomma, kalau appa tidak datang, kita berfoto berdua saja!" kata Alice, kesal karena ayahnya terus dijalan dan tidak juga sampai. "Biar nanti wajah appa ditempel saja ke bingkainya dengan lem. Aku mau pulang, aku mau pulang," Alice terus merengek, lelah duduk di kursinya yang keras tanpa bantalan, hanya kayu.
Lima menit setelah Alice bilang akan menempel wajah ayahnya di bingkai, baru pria itu datang. Ia berlari masuk ke dalam studio fotonya, sembari terengah-engah. Mengaku kalau dirinya sudah berusaha datang secepat mungkin, namun tetap terlambat karena harus mengejar penjahat lebih dulu.
Alice berdecak mendengar alasan ayahnya, sedang Lisa menghela kasar nafasnya. "Sudah aku bilang kita akan berfoto hari ini," katanya ketus. "Apa-apaan dengan wajahmu itu?! Augh! Terserah! Cepat ganti bajumu, menyebalkan," kesal Lisa, sembari mengulurkan paper bag yang ia bawa dari rumah. Ia harus membawakan pakaian Jiyong karena pria itu pasti lupa kalau disuruh membawanya sendiri.
"Memangnya appa akan dapat hadiah kalau menangkap penjahatnya sekarang? Padahal masih bisa besok," cibir Alice, mengikuti cara bicara ibunya, persis dengan kata-kata yang sama juga. Alice sedang dalam fase senang meniru orang-orang di sekitarnya sekarang, sesekali bukan masalah namun Jiyong jadi sering kesal karenanya.
Meski masih lelah karena berlari dari tempat parkir, juga saat mengejar penjahat tadi, Jiyong tetap pergi ke toilet. Tetap ia bersihkan wajahnya, sedikit tubuhnya, menata rambutnya dan mengganti pakaiannya. Bersama Alice, Lisa menyusul. Keduanya berdiri di depan toilet pria, kemudian berucap, "oppa, ada make up-ku di paper bag-nya, pakai itu untuk menutupi luka di bibirmu," suruh Lisa, namun Jiyong tidak bersuara.
Setelah selesai berganti pakaian, ia suruh Lisa yang merias wajahnya. Dan baru beberapa menit Alice turun dari kursinya, baru beberapa detik Lisa mengeluarkan alat make up-nya, gaun putih bersih yang sudah sedari tadi Lisa pertahankan sudah kejatuhan aplikator lipstik.
"Ups..." pelan Alice, melangkah mundur satu langkah, membiarkan aplikator lipstik berwarna peach itu jatuh ke lantai setelah mengotori bagian depan gaunnya.
Lisa menoleh, Jiyong pun sama, Lisa melihat pada gaun putrinya sedang Jiyong melihat pada aplikator lipstik yang jatuh itu. "Eomma, maaf!" Alice menjerit, lantas berlari kabur karena takut dimarahi. Namun alih-alih bisa melarikan diri, gadis itu justru tersandung kakinya sendiri, lalu jatuh ke depan, membenturkan kepalanya ke pinggiran tempat sampah plastik dan menangis.
Jiyong buru-buru menghampiri putrinya, melihat gadis kecil yang jatuh itu, berharap Alice tidak terluka. Ia memang tidak terluka, namun penampilannya sekarang, tidak lagi layak untuk di foto. Terlebih untuk jadi foto keluarga. Bajunya kotor dan wajahnya merah karena menangis, belum lagi air mata dan ingus yang tidak bisa berhenti keluar. Oh! Bekas lipstik, air mata dan ingus gadis kecil itu juga tertular ke kemeja putih Jiyong. Tidak ada lagi yang bisa Lisa selamatkan.
"Augh! Batal! Foto hari ini batal!" sebal Lisa, setelah ia hanya bisa diam melihat kekacauan keluarganya sendiri. "Terserah apa yang akan kalian berdua lakukan, aku mau pulang," susulnya, sembari melangkah lebih dulu meninggalkan studio foto itu.
"Tolong jadwalkan ulang sesi fotonya, kapan saja," pinta Jiyong, pada seorang fotografer yang harusnya memotret mereka hari ini.
Lisa pergi lebih dulu. Dengan mobilnya sendiri, gadis itu pulang ke rumah, ke rumah Jiyong. Sedang Jiyong masih di tempat parkir. Ia dudukan Alice di kursi penumpang, di bagian depan. Membujuk gadis kecilnya untuk berhenti menangis, sembari sesekali menghapus air matanya.
"Tidak apa-apa, berhentilah menangis sayang," pinta Jiyong, dengan lembut mengusap-usap pipi putrinya yang basah.
"Appa, bagaimana ini? Eomma marah," kata Alice, setelah air matanya berhenti namun ingus harus terus ia sedot karena mengganggu. Jiyong membantunya dengan tisu, menyuruh Alice untuk mengeluarkan saja ingusnya itu. Namun nafasnya masih belum beraturan, sesekali gadis kecil itu masih menangis untuk beberapa detik.
"Tidak apa-apa," santai Jiyong. "Kita bisa berfoto lain kali. Rumah di Bellis sudah di sewa orang, ibumu tidak akan bisa kabur," susul Jiyong, merapikan lagi rambut putrinya, mengusap beberapa sisa air mata dan keringat dengan tisunya. "Nanti, kalau jadwal fotonya sudah ada, jangan memilih baju putih lagi, ya? Kalau eomma bilang baju biru, atau hitam, turuti saja, ya?" kata Jiyong dan gadis kecilnya itu mengangguk. Ya, Alice yang ingin mereka berfoto dengan pakaian putih, sebab di foto pernikahannya, Lisa terlihat sangat cantik dengan gaun putihnya. Ia ingin jadi secantik ibunya. "Jangan sedih sayang, masih ada kesempatan lain untuk berfoto," tenang Jiyong, masih terus membujuk putrinya, agar ia kembali tersenyum. "Bagaimana kalau kita berkemah sekarang?" tawar Jiyong, ingin mendapatkan kembali keceriaan gadis kecilnya itu lagi.
Mata Alice membulat mendengar ajakan Jiyong. Tentu ia ingin pergi berkemah. Ia sudah lama menginginkannya, namun ayah ibunya terus sibuk karena pekerjaan mereka. Meski tidak kembali ke kantor polisi, Lisa tetap sibuk sampai Candyman dan Bae Taekook tertangkap. Baru beberapa bulan terakhir ini saja ia senggang dan bisa menemani putrinya bermain.
"Kita berkemah saja malam ini. Aku cari tempat kemahnya dulu, nanti datanglah menyusul. Alice setuju, bawakan baju tidur saat kau menyusul," Jiyong menulis pesan itu untuk Lisa. Nomor teleponnya tidak lagi di blokir sekarang, meski mereka bertengkar sekali pun. Jiyong mengancam akan mengusir Lisa kalau ia memblokir lagi nomor teleponnya. Pria itu kesal setiap kali ia tidak bisa menghubungi Lisa saat sesuatu yang penting terjadi. Saat Alice sembelit karena terlalu banyak makan pizza dan burger misalnya.
"Kau gila? Sudah jam berapa sekarang? Dimana kau akan mencari tempat kemah?!" Lisa membalas pesan itu, namun Jiyong mengabaikannya. Ia hanya membaca pesannya lewat notifikasi, kemudian melewatinya untuk mencari-cari lokasi kemah di sekitar sana.
"Ketemu," katanya setelah lima belas menit mencari di internet. "Sedikit jauh dari sini, tapi tidak apa-apa," susulnya, membuat Alice ikut antusias karena akan pergi berkemah.
"Tendanya?" tanya Alice, sebab mereka harus tidur di tenda kalau berkemah. Ia sedikit kecewa dulu, karena kemah pertamanya, tidak memakai tenda.
"Ada di bagasi," tenang Jiyong. "Sekarang kita belanja untuk makan malam dan api unggun, lalu ke tempat kemahnya," susulnya, setelah ia selesai menelepon pengurus tempat berkemahnya dan memastikan ada tempat untuk mereka di sana.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/348059954-288-k665223.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-
FanfictionAwalnya semua sempurna. Ia kagumi wanita itu, dan wanita itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Ia jatuh hati pada pria itu, dan pria itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Kencan pertama mereka. Awalnya semua sempurna. Bisa ia pahami isi kepala pr...