34

288 52 6
                                    

***

Jiyong duduk di bangku dekat mesin kopi, sedang Lisa berjongkok di sebelahnya, membersihkan gips yang Jiyong pakai dari tumpahan kopinya tadi. Ada sedikit bercak kecokelatan di gips putih itu, kopinya lebih banyak membasahi ujung celana Jiyong juga alas biru gipsnya. Dengan sapu tangan yang sudah ia basahi di toilet, Lisa mengusap-usap ujung celana Jiyong, membersihkannya agar tidak ada semut yang datang dan menggelitiknya. Bahkan tanpa semut saja, kakinya sudah luar biasa gatal karena gips itu. Jiyong akan benar-benar menghancurkan gipsnya kalau sampai ada semut yang mendekati kakinya.

"Augh! Menyebalkan sekali!" gerutu Jiyong, membiarkan mantan istrinya berjongkok di depannya, mengusap-usap ujung celananya, meski sebenarnya ia bisa melakukan itu sendiri.

"Aku sudah minta maaf!"

"Apa kau Alice? Kekanakan sekali," ketus Jiyong, membuat lawan bicaranya mendengus namun tetap menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku pasti senang kalau bisa jadi sepertinya," gerutu Lisa.

Lisa lalu bangkit, duduk di sebelah mantan suaminya dan menghela nafas. Mengatakan kalau bisa menjadi Alice adalah sebuah kemewahan. Meski melakukan kesalahan, dia punya ayah yang akan selalu memaafkannya, dengan sangat mudah. Bahkan ayahnya tidak pernah lagi mengingat-ingat kesalahannya.

"Ibumu akan mengirim sup tulang besok sore," kata Jiyong kemudian. "Kau pulang lah untuk mengurusnya," susulnya kemudian, juga bilang kalau ia akan pergi bertugas diluar kantor polisi besok. Tentu tanpa memberitahu Lisa detail pekerjaannya.

"Sudah aku bilang jangan melakukannya. Augh! Eomma benar-benar tidak mendengarkan," gerutu Lisa, pelan nanun tetap bisa Jiyong dengar. "Lalu, kenapa sudah bekerja diluar? Gipsmu bahkan belum dilepas. Jumat nanti gipsmu baru bisa dilepas! Apa sesusah itu menunggu sampai Jumat? Padahal ketua tim, untuk apa terus keluar, kau harusnya memimpin dari sini, kau hanya membuang-buang uang operasional," kesalnya kemudian.

"Ya! Sebenarnya apa lagi yang kau inginkan dariku?" sebal Jiyong, setelah ia biarkan mantan istrinya itu mengeluh. "Kenapa kau terus membuatku kesal? Apa kau tidak bisa hidup dengan tenang?" herannya kemudian.

"Kalau aku beritahu apa yang aku inginkan, kau bisa mengabulkannya?" masih dengan suara ketusnya, Lisa berkata. Lalu ia cibir Jiyong yang menurutnya tidak akan pernah mengabulkan permintaannya, keinginannya.

"Kau bilang begitu karena tidak tahu apa yang kau inginkan, iya kan?" tebak Jiyong, lantas menyesap kopinya sendiri. Kopi yang sudah mulai dingin karena angin lembut malam ini. "Soal ciuman waktu itu, sepertinya ibumu tidak tahu kalau putrinya yang lebih dulu memulainya. Aku hanya melanjutkan apa yang kau-"

"Bajingan! Kau memberitahu ibuku soal itu?! Augh! Berengsek! Sialan!" Jiyong dipukul, tepat dibahunya yang sehat. Lisa juga memukul punggungnya, tidak seberapa keras namun Jiyong tetap mengaduh kesakitan. Tetap ia hindari gadis itu, hampir menumpahkan juga sisa kopi dalam gelasnya. "Augh! Apa yang aku pikirkan saat ingin mengajakmu rujuk?! Bajingan! Tidak akan! Aku tidak akan mengajakmu rujuk! Berengsek! Bisa-bisanya kau mengadu pada ibuku!" omel Lisa.

Masih sembari memukul bagian depan dari bahu Jiyong ia berdiri. Menggerutu kesal karena Jiyong membuatnya kedengaran buruk di depan ibunya. Menganggap kalau Jiyong baru saja mengadukannya pada ibunya, mengadu kalau ia lah yang lebih dulu melecehkan Jiyong dengan ciumannya.

Mendengar omelan Lisa, Jiyong tidak lagi menghindar. Dahinya berkerut sekarang, menatap heran pada gadis di depannya. Mencoba mencari-cari alasan kalau ia baru saja mendengar sesuatu yang salah. Apa telingaku bermasalah juga setelah kecelakaan kemarin?—bingungnya, karena mendengar omelan Lisa.

"Rujuk?" tanya Jiyong kemudian, tentu sembari menepis tangan Lisa dari duduknya.

Kali ini Lisa yang mengerutkan dahinya. Ia tutup mulutnya, kemudian menepuk bibirnya sendiri. Ia benar-benar harus menjaga mulutnya—sesal gadis itu sekarang. Tapi penyesalannya tidak berlangsung lama, sebab reaksi Jiyong justru lebih menyebalkan daripada kesalahannya.

Ex-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang