***
Jiyong baru tiba di rumahnya setelah lewat tengah malam. Begitu masuk ke dalam rumahnya, pria itu mendadak canggung. Rasanya aneh karena Lisa ada di sana, masih terjaga karena menunggunya. Baru saja pria itu membuka pintu rumahnya, namun Lisa sudah menghampirinya.
Masih dengan pakaiannya tadi—kemeja biru dan celana jeans—Lisa menghampiri mantan suaminya. Seolah tengah menyambut kepulangannya, akan meraih mantel dan tas kerja suaminya. Namun Lisa tidak melakukannya, sebab Jiyong tidak membawa jaketnya, tidak juga punya tas untuk dibawa.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Lisa, penasaran pada detail semua kejadian sore ini. "Detektif Lee bilang anak buahmu yang kecelakaan baik-baik saja," susulnya, tanpa tahu kalau Jiyong baru saja kembali dari rumah sakit. Pria itu menemui anak buahnya yang terluka lebih dulu, sebelum melangkah pulang.
"Apa yang ingin kau tahu?" tanya Jiyong, melangkah masuk ke dalam rumah itu, melangkah menuju kamar tidur putrinya dan Lisa mengekor di belakangnya.
"Semua, sedari awal, bagaimana kecelakaannya bisa terjadi?" Lisa mengungkapkan rasa penasarannya, masih sembari mengekor pada Jiyong yang sekarang mengecek keadaan putri kecilnya.
Jiyong hanya masuk ke dalam kamar tidur Alice, mengusap rambut gadis yang tidur nyenyak itu. Lantas ia kembali keluar dan menutup lagi pintunya. Kecelakaan terjadi saat Mino dan Yoon tengah membuntuti candyman. Seolah tahu kalau sedang dibuntuti, candyman merencanakan kecelakaan itu. Entah bagaimana caranya, saat Mino dan Yoon membuntuti orang jahat itu, sebuah sedan lain menabrak mereka. Membuat kecelakaan beruntun di jalanan depan mall.
"Sedan hitam menabrak Mino dan Yoon, lalu mereka menabrak mobil candyman itu dan beberapa pejalan kaki. Tapi candyman berhasil melarikan diri, seperti yang kau tahu, di pabrik," kata Jiyong. "Di mobil candyman ada kartu parkir Allamanda Hotel dan di sana ada Jung Yubin, sudah meninggal. Sepertinya sejak siang. Sekarang Jung Yubin masih di autopsi, pengemudi sedan hitamnya juga," cerita Jiyong, pada gadis yang masih mengekorinya. Sampai Jiyong selesai menaruh air panas dari dispenser ke cup mie instannya, Lisa masih mengekor untuk mendengar cerita pria itu.
"Bagaimana kecelakaannya bisa terjadi? Parah sekali. Seperti sedan hitam itu meledak setelah menabrak mobil Detektif Song," tanya Lisa dan Jiyong menganggukan kepalanya.
"Masih diselidiki forensik," kata Jiyong. "Tapi memang ada ledakan, seperti sedan itu memang sengaja diledakan, untuk membunuh candyman dan Mino," susulnya.
"Mereka ingin membunuh candyman? Kenapa? Bukankah mereka ingin membantu candyman?"
"Aku pun belum tahu," jawab Jiyong, yang akhirnya bisa makan setelah sedari tadi berlari mencari petunjuk di lokasi kejadian. Malam ini pria itu luar biasa sibuk karena semua kejahatan yang terjadi hampir bersamaan. Seolah seseorang memang sengaja merencanakan segalanya. "Pergilah, sudah-"
"Aku akan tinggal di sini, seperti katamu waktu itu," potong Lisa, yang kemudian menunjuk kamar Alice dengan dagunya. "Aku akan tidur di sana," susulnya kemudian.
"Baiklah, akan aku beritahu Jisoo untuk menambah cateringnya besok," balas Jiyong, masih sembari menikmati mie instannya.
"Bukankah aneh kalau aku ada di sini tapi kau tetap memesan makanan? Aku bisa memasak," pelan Lisa, sudah ia kuatkan hatinya. Sudah ia paksakan dirinya untuk tetap bertahan di sana, demi putrinya.
Jiyong melirik gadis itu, lantas berkata kalau tidak ada bahan makanan di rumahnya. Selain makanan dan minuman kemasan, Jiyong tidak menyimpan bahan makanan. Pria itu terlalu malas membuang makanan busuk karena tinggal sendirian.
"Kalau begitu pesan saja untuk sarapan, untuk makan siangnya, besok aku akan pergi belanja," kata Lisa dan Jiyong menganggukan kepalanya. "Aku juga ingin mengganti ranjang di kamar Alice, yang sedikit lebih besar," susul gadis itu dan sekali lagi Jiyong menganggukan kepalanya.
"Terserah," kata Jiyong.
"Kalau begitu, aku ke kamar duluan," canggung Lisa kemudian. Ia sempat ragu saat akan berpamitan, namun pada akhirnya tetap memutuskan untuk melakukannya.
Lisa menutup pintu kamar Alice setelah masuk ke dalamnya. Ia tinggalkan Jiyong sendirian di meja makan, masih menikmati mie instannya yang belum juga habis. Perutnya jadi sakit sekarang, sebab terlampau canggung karena mantan istrinya tiba-tiba ada di sana.
Hari berganti, dan begitu bangun Alice langsung pergi ke kamar ayahnya. Ia cari ayahnya di sana, sedang ibunya berada di pintu depan, baru saja menerima tiga porsi sarapan dari Jisoo. Lisa berbincang sebentar di sana, berbasa-basi juga berkenalan karena mereka akan sering bertemu sekarang. Jisoo tidak seberapa buruk, gadis itu bisa diajak bicara—nilai Lisa.
"Eomma! Appa tidak ada!" seru Alice, bersamaan dengan perginya Jisoo dari rumahnya. "Dimana appa?" tanyanya, karena tidak bisa menemukan Jiyong di kamar utama maupun kamar mandi.
"Dia tidak ada di kamarnya?" tanya Lisa, merasa kalau mantan suaminya itu belum keluar rumah sedari pagi. Sepatunya pun masih ada di sana.
"Tidak ada," geleng Alice. "Eomma tidak tidur dengan appa semalam?" tanyanya kemudian, tidak sadar kalau sepanjang malam, ia tidur sembari memeluk ibunya. Meski saat pagi ibunya bangun dan keluar lebih dulu.
Alice lantas berjalan, mengetuk-ngetuk pintu ruang kerja Jiyong, sebab hanya ruangan itu yang belum ia cek. Rumah ayahnya tidak seluas rumah ibunya, Alice tidak perlu berlarian kesana kemari hanya untuk mencari seseorang. Di rumah sempit itu, semua sudutnya terlihat.
Lama Alice mengetuk, sampai Lisa meminta gadis itu berhenti. "Mungkin ayahmu tidur di sana, biarkan saja dulu. Cepat sikat gigimu lalu sarapan," suruh Lisa. "Hari ini eomma akan pergi belanja, kalau mau ikut, kau harus sarapan sekarang," katanya.
"Tapi aku ingin bertemu appa- baiklah," Alice mendengus, lalu menendang pintu kayu yang terkunci itu. Baru setelahnya gadis kecil itu pergi ke kamar mandi untuk menggosok giginya. Membasuh juga wajahnya dan memakai lotion seperti yang biasa ibunya perintahkan.
"Eomma habis," katanya, memberitahu Lisa kalau botol lotion untuk wajahnya sudah kosong.
"Ya, nanti eomma belikan yang baru, pakai saja yang ada," kata Lisa, dari dapur.
Bersamaan dengan selesainya Alice di kamar mandi, Jiyong keluar dari ruang kerjanya. Masih dengan matanya yang setengah terpejam, pria itu berjalan keluar. "Appa!" kakinya dipeluk, lantas Jiyong gendong gadis kecil yang memeluknya itu. Membawa Alice ke kamar mandi lagi, lalu menurunkannya di depan pintu.
"Tunggu sebentar di sini," suruh Jiyong, yang kemudian menutup pintu kamar mandinya.
"Appa bau rokok," lapor Alice kemudian, yang sekarang duduk di meja makan karena Lisa menyuruhnya begitu. Dia harus mulai makan, sebelum ibunya kesal.
"Karena itu appa pergi mandi sekarang," balas Lisa, baru saja selesai menuangkan susu untuk Alice.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian, mereka harus makan bersama. Meski tidak seberapa lapar, Jiyong harus duduk di meja makan karena Alice memintanya begitu. Hanya Lisa dan Alice yang sarapan, menikmati nasi goreng yang Jisoo bawakan. Sesekali Jiyong memegang sumpitnya, menaruh lauk untuk Alice yang makan dengan sendoknya.
Jiyong bicara pada Alice dan Lisa pun bicara hanya pada Alice. Pagi ini mereka sarapan bertiga, namun tidak ada pembicaraan antar pria dan wanita dewasa itu. Hanya Alice yang terus bicara, sedang Jiyong mengabaikan Lisa, begitupun sebaliknya. Setidaknya mereka tidak bertengkar di meja makan.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-
FanfictionAwalnya semua sempurna. Ia kagumi wanita itu, dan wanita itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Ia jatuh hati pada pria itu, dan pria itu pun sama. Awalnya semua sempurna. Kencan pertama mereka. Awalnya semua sempurna. Bisa ia pahami isi kepala pr...