SADAR

90 13 3
                                    

Happy Reading 🤍

Jangan lupa vote and comment!!

Maafkan typo.











Seorang pemuda berdiri di depan
pintu kamar rawat Jihyo yang tertutup rapat. Ada sebuah jendela yang menampakkan pemandangan di dalam sana. Waktu masih sangat pagi.
Dia melihat gadis yang menempati hati sahabatnya itu terlelap di sisi ranjang dengan posisi duduk.






Pemuda itu tak berniat masuk. Dia tidak ingin menganggu. Ia meletakkan bunga mawar terbaiknya di atas kursi yang terletak di samping pintu. Diam-diam ia tersenyum. Senyum yang memiliki makna luka. Memang sudah sepantasnya ia berdiri di luar. Bahkan, untuk masuk saja mungkin ia tidak lagi mampu. Malu.







"Kenyataan yang harus kau terima adalah Appa yang membuat Jihyo terbaring di rumah sakit sekarang."






"Appa yang menyuruh orang untuk melukainya. Tapi itu bukan keinginan Appa, Daniel-aaa. Taeyeon. Dia yang memerintahkan Appa melakukannya."








"Karena Appa yang membuat Soonkyu meninggal. Kau tahu Irene? Waktu dulu Appa jugalah yang menabraknya. Sumpah demi Tuhan, Appa tidak sengaja karena mabuk."









Daniel menatap wajah damai Jihyo di dalam sana. Awalnya, ia sangat ingin memiliki Jihyo. Daniel akan mengungkapkan perasaan yang selama ini ia simpan sendiri tapi sayangnya, perasaan itu tidak akan pernah tersampaikan lagi. Tidak akan pernah.






Dia merasa tidak layak lagi untuk mencintai Park Jihyo setelah apa yang telah ayahnya lakukan selama ini tanpa ia tahu. Daniel kan berusaha mengikis perasaannya juga jarak. Dan bunga mawar ini, adalah bunga terakhir yang ia berikan untuk Jihyo.







Kini, Daniel tidak perlu lagi mengkhawatirkan kebahagiaan Jihyo. Karena sudah ada yang membawakan kebahagiaan yang tidak pernah dapat ia berikan selama ini. Irene adalah kebahagiaan Park Jihyo.







Kembalinya Irene membuat Daniel sadar. Cinta yang keduanya miliki begitu. Mungkin mengalahkan cinta yang ia punya untuk Jihyo. Jadi, memang sudah seharusnya ia mundur. Daniel tidak pernah layak.
Keluarganya sudah merenggut semua
kebahagiaan Jihyo.








Hingga pada akhirnya, Daniel melangkah pergi dari ruangan itu. Tentu saja perasaannya terluka. Sangat terluka. Dia menyeka air matanya saat sudah berbalik. Hari ini, Daniel merelakan perasaannya. Dia akan mengubur rasa ini apapun yang terjadi, sebesar apapun rasa ini untuk
gadis yang tumbuh bersamanya hingga kini.









Usai permasalahan cintanya, Daniel harus kembali menghadapi masalah
keluarganya. Minseok resmi ditahan oleh pihak kepolisian tepat siang hari nanti. Entah ekspresi apa yang harus ia tunjukkan, Daniel hanya menampakkan wajah datar dan dinginnya serta mata yang lelah.































Sepasang mata yang bergerak, namun masih terasa berat untuk terbuka. Erangan nafas pelan terdengar. Tetapi tidak membuat gadis yang tengah terlelap terjaga. Kedua alis mengerut tipis, dia merasakan seseorang di sisinya.







Merasa terganggu dengan cahaya yang mengusiknya, sepasang mata perlahan mengerjap terbuka. Kedua alisnya bergerak mengerut merasakan nyeri di bagian bahunya, dia meringis pelan.









Matanya terbuka menyesuaikan cahaya yang ada, bergerak ke kiri dan kanan memperhatikan sekitarnya. Lalu matanya terhenti pada sebuah tangan yang tergeletak di atas perutnya, memeluknya. Lantas, ia menoleh. Dia bertemu dengan sosok gadis yang sedang terlelap menghadapnya. Sempat tidak menyangka, namun ia tahu ini bukanlah mimpi.









Dia tersenyum pelan, seolah rasa nyerinya telah hilang digantikan dengan rasa bahagia ketika melihat seseorang yang sudah sangat ia rindukan.









"Hai, Bae Irene." Dia bicara tapi tak mengeluarkan suara. Keadaannya masih lemah. Dia tidak berhenti tersenyum.











Dia mencoba mengerahkan tenaga untuk mengerakkan tangannya, mendarat di atas kepala Irene. Dia mengusap rambut hitam itu dengan jari jempolnya. Gerakannya itu membuat Irene terganggu. Lantas, ia mengerjap dan menguap.









Irene masih tidak menyadari bahwa kini sepasang mata tengah menatapnya. Irene mengucek matanya dalam keadaan setengah sadar. Jiwanya belum terkumpul.
Kemudian ia menatap wajah Jihyo. Irene mengernyit ketika melihat Jihyo sedang memandangnya.







Seolah tidak percaya, dia mengusap wajahnya berkali-kali, menepuk-nepuk wajahnya sendiri. Memastikan ini bukanlah mimpi.







"Sejak kapan kau di sini?" Tanya Jihyo pelan hampir seperti suara bisikkan.







"Sejak kapan kau sadar?" Cetus Irene tanpa sadar. Dia menggeleng kuat.







"Apa? Kau sadar?" Irene berdiri terkejut.







"Ya! Kenapa kau tidak membangunkanku?!!" Seru Irene kesal. Tapi setelah itu, Irene mengecup kening Jihyo dalam-dalam.








"Kau tidak tahu seberapa besar ketakutanku dan seberapa besar bahagiaku saat kau kembali, Park Jihyo." Irene menitikkan air matanya.
Sungguh ini adalah kabar terbaik yang ia dapatkan. Ini juga pagi terbaik yang ia inginkan. Tuhan mengembalikan orang yang ia cintai.








Jihyo tersenyum mendengarnya, dia menatap wajah Irene yang masih mengecup keningnya. Kala kedua mata mereka bertemu, Jihyo mengedip seraya memandangi telinga Irene. Dia ingin bicara dan Irene yang mengerti pun mendekatkan telinganya.









Jihyo mulai berbisik.
"Apa kau tahu besarnya rindu yang selalu ku simpan sejak kau pergi?"











Irene mengangguk sambil menyeka air matanya yang terus saja menitik. Air mata bahagia.
"Aku tahu, karena aku juga merasakannya."







"Jangan pergi lagi....."








Mendengar itu, Irene menggeleng cepat. Dia tidak akan pergi lagi kali ini. Bagaimana bisa ia meninggalkan Jihyo setelah semua hal yang hampir mencelakainya?







"Tidak akan, aku akan selalu di sini." Kata Irene.












Jadwal pemeriksaan pasien telah tiba. Dokter bersama satu perawatnya masuk untuk memeriksa keadaan Jihyo. Irene menyingkir, membiarkan dokter melakukan tugasnya.







Dia mencari ponsel untuk menghubungi Tiffany. Air matanya masih terus mengalir. Irene tertawa, dia benar-benar bahagia sekaligus lega.















To be continue........
Maaf ya kalau pendek 🥰

My Cooldest Senior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang