TAEYEON ENDED

156 12 1
                                    

Happy Reading 🤍
Jangan lupa vote and comment!!
Maafkan typo.


Irene tidak bisa menahan senyum kebahagiaannya yang sejak tadi terus
menyuar lebar di wajahnya. Binar matanya itu mengambarkan bahagia juga lega. Dia tidak melepaskan pandangannya dari Jihyo.

Tangan yang sedikit berisi itu selalu berada di genggaman Irene, dia mengecup punggng tangan itu terus menerus.

"Ku rasa bibirmu akan melebar hingga sobek jika kau terus tersenyum seperti itu." Kata Jihyo dengan suara seraknya.



Dia masih berbaring. Dokter belum menyarankan Jihyo untuk duduk. Luka di bagian bahu kirinya masih rentan. Jihyo harus rutin mengonsumsi obat nyeri yang di dosiskan oleh dokter dan tugas Irene adalah mengingat semua itu.


Irene tahu kapan Jibyo harus minum obat dan apa jenis obatnya. Tanpa catatan atau pengingat apapun, dia mengingatnya dengan baik demi kesembuhan Jihyo.

"Memangnya salah kalau tersenyum?" Respon Irene menatap lekat wajah Jihyo.


Irene mengecup tangan Jihyo lagi, juga membawa punggung tangan itu ke pipinya tanpa ragu. Irene begitu
nyaman dan senang.

"Aku tidak akan bisa seperti ini padamu saat kau sudah pulih sepenuhnya. Kau akan berubah menjadi sosok yang dingin." Kata Irene lagi.


Jihyo hanya tersenyum kecil mendengarnya. Sejujurnya, dia sama sekali tidak keberatan dengan apa yang Irene lakukan. Jihyo tidak bisa mendeskripsikan perasaannya.


Dia tentu bahagia karena Jennie ada
disini. Tapi, dia juga khawatir. Kondisinya tidak bisa menjamin Irene baik-baik saja dari rencana-rencana Taeyeon. Dia berharap Irene berada di tempat yang aman tetapi juga tidak mau jauh darinya.


Memandangi wajah cantik Irene, Jihyo kini tahu tentang perasaannya yang nyata ada karena cinta.



"Setengah jam lagi kau harus minum obat, Ji, Aku akan meminta suster membawakan bubur." Ujar Irene sambil berdiri untuk keluar.


Sebelum pergi, Jihyo menahan tangan Irene membuat gadis itu berbalik lagi menatapnya. Jihyo malah kikuk saat Irene berhenti dan menatap tepat pada matanya. Wajah kebingungan itu terlihat cantik dan anggun meski Irene hanya mengenakan  kaos biasa saat ini, tanpa riasan wajah.


"Kenapa?" Tanya Irene.


Jihyo menggeleng. Tidak ada yang serius.
"Jangan lama-lama."


Irene kira ada sesuatu yang serius, tapi lihatlah.
"Iya iya, tidak lama. Kau pasti akan merindukanku jika aku lama. Aku memang ngangenin, aku tahu itu." Irene mengedipkan matanya genit.


Ingin mengelak tapi itulah kenyataannya. Jihyo lagi-lagi hanya tersenyum mendengar tutur kata Irene. Jihyo tidak mau berpisah lagi, setidaknya hanya untuk saat ini, saat ia tidak bisa melakukan apapun dan dia ingin Irene ada di sisinya terus.

Setelah Irene tidak terlihat lagi, Jihyo mengalihkan pandangannya ke jendela besar yang ada di ruangan ini. Dia menatap langit yang cerah di luar sana. Kehadiran Irene adalah kejutan dari Tuhan saat ia membuka mata.



"Rasanya aku tidak membutuhkan apapun lagi saat dia ada di sini." Kata Jihyo yang berbicara pada dirinya sendiri.


Irene menutup pintu kamar rawat Jihyo, Ketika ia berbalik, ia dikejutkan dengan sosok yang bertubuh tegap di belakangnya.



"Aiigoo!" Sentak Irene, dia menahan tangannya pada pintu. Mengusap dadanya sejenak, Jennie bersikap sopan.


"Mianhe, Ahjussi. Aku sedikit terkejut dengan kehadiranmu." Dia Hyoyeon, ayah Jihyo. Hyoyeon hanya menatap Irene datar, lalu mengangguk sebagai responya.




My Cooldest Senior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang