SEULGI ?

134 19 6
                                    

Happy Reading 🤍

Jangan lupa vote and comment

Maafkan typo.







Halte mulai sepi. Langit sudah menunjukkan warna cantiknya yang sebentar lagi akan menghilang menyisakan kegelapan.


Sepasang kaki berbalut sepatu itu tidak menapak pada keramik, mengayun-ayun pelan. Jemari mungilnya mengenggam tali tasnya erat-erat.


"Appa.... Eomma...... " Lirihnya seorang diri.


Irene duduk sendiri di halte. Matanya berkaca-kaca, bibirnya mempout sedih. Irene persis seperti anak kecil yang kehilangan ibunya. Semuanya karena Jihyo. Irene sendirian ditengah hari yang mulai gelap. Irene takut. Tempat yang ia berada sangat sepi. Murid Nature High School sudah tidak ada yang di sekolah kecuali Irene sendiri. Ponsel Irene mati.


Irene tidak hafal nomor Appa maupun Eomma-nya. Percuma saja telepon umum berdiri tegak dekat halte. Sungguh, Irene menyesal karena tidak mau menghafalkan nomor kedua orangtuanya. Sedari tadi pun Irene berusaha untuk mengingat-ingat nomor mereka, tapi hasilnya nihil.


Irene melirik kiri dan kanannya was-was. Hari semakin menggelap
dan ia sangat ketakutan. Irene kesal, karena kedua orangtuanya tidak berusaha menemukan keberadaannya.


Seharusnya mereka panik dan khawatir karena dirinya belum juga pulang sejak tiga jam yang lalu. Dirinya bahkan sudah berfikir sebentar lagi polisi akan datang menyelamatkannya. Sejak satu jam yang lalu, Irene berpikir seperti itu tapi satu jam, dua jam berlalu, Irene masih seorang diri.


Irene sangat cemas. Tak ada taxi atau bus yang melewati sekolah. Bisa-bisa Irene menginap di halte kalau seperti ini.


Ketika Irene menoleh kearah kanan, matanya menangkap seseorang berpakaian serba hitam sembari memegang pistol di tangan kanannya. Irene panik, tentu saja. Ah, Irene harus menghadapi kejadian seperti ini lagi.


Irene menyesal lagi karena telah menolak tawaran sang Appa untuk mengirimkan bodyguard yang selalu menjaganya dan bersamanya. Hampir seluruh warga korea mengenalinya. Kekayaan yang keluarga Irene miliki, popularitas yang didapatkan dari ibunya sebagai aktris termahal, sangat bisa membuat Irene dalam keadaan bahaya seperti sekarang.


Bergegas berdiri, Irene mencengkram tali tasnya erat-erat, begitu mendengar langkah kaki, Irene langsung lari secepat mungkin meninggalkan halte. Dugaan Irene benar, mereka mengejarnya.


Irene sangat-sangat ketakutan, tapi ia harus bisa melawan rasa takutnya dan hanya fokus untuk menyelamatkan dirinya. Langkahnya yang mungil akhirnya dapat melangkah dengan lebar bahkan cepat sekali.


"AAAAA!" Irene sengaja berteriak keras sepanjang jalan yang sepi. Berharap ada orang yang menyelamatkannya. Sepertinya Irene hanya hidup berdua dengan penjahat itu. Tak ada siapapun selain tumbuhan di pinggir jalan. Irene mulai merasa lelah. Ia menoleh ke belakang, penjahat itu masih mengejarnya.


Irene tidak bisa menghafal wajah itu dengan rinci karena tertutup dengan
topeng yang menyisakan matanya saja. Kalau tidak ceroboh, maka itu bukan Irene namanya. Di tengah larinya, Irene tersandung oleh kakinya sendiri hingga ia harus jatuh mengenaskan di atas aspal. Siku kanannya bergesekkan dengan aspal yang kasar. Bahu kanannya ngilu ketika bertubrukan dengan aspal.


"Aahhh! Appo, hiks....." Irene  merintih kesakitan. Bersyukur kepala Irene tidak ikut terhentak ke bawah. Irene masih bisa menjaga kepalanya dari aspal. Detik ketika ia jatuh, Irene menyerahkan diri. Ia pasrah.


My Cooldest Senior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang