42. 'Keputus Asaan'

19 3 0
                                    


Nathaniel mendongak menatap langit yang di dominasi kegelapan. Cahaya jingga di ufuk barat yang biasanya terlihat luas mewarnai hamparan langit kini tak dapat terlihat sebagaimana mestinya.

"Karena aku tidak tahu apa sekarang kita di penghujung hari atau tidak, mari aku bantu kau untuk bebas dari ilusi ini." Nathaniel mengangkat sebelah tangannya ke atas. Sebuah energi yang di tengarai menjadi pamungkas serangan, terlihat berkumpul & membungkus tangannya. "Semoga semesta memberikan kita pengampunan," ucapnya.

Energi yang hendak di lepaskan itu tiba-tiba tertolak saat sosok dengan jubah hitam muncul & melindungi tubuh Deshawn dari serangan tersebut. Tanpa berkata, sosok misterius itu melesat membawa serta Deshawn kabur meninggalkan pertempurannya.

"Jangan harap kalian bisa lolos!"

Nathaniel kembali mengumpulkan & melepaskan energi sihirnya, & berhasil mencederai tangan orang misterius itu. Sontak hal itu makin meyakinkan sosok tersebut untuk kabur menjauh dari sana.

"Mereka lari ke arah barat!"

"Lupakan Alderidghe, situasi Garren makin memburuk. Xavier & beberapa medis lainnya mulai kehabisan energi. Jika memungkinkan, pergilah menuju markas untuk sementara!" suara Dacian muncul.

"Ah, sial!"

"Soal mereka, aku sudah menugaskan Cassian dalam pengejaran."

"Baiklah." Mau tak mau Nathaniel pun segera meluncur menuju markas dengan tunggangannya.

Begitu sampai di sana, Nathaniel langsung saja bergegas menuju camp unit medis. Di sana, Xavier menjelaskan situasi & kesulitan yang terjadi. Tanpa buang waktu, upaya penyelamatan pun segera di lakukan.

Dalam waktu yang sama, sebuah teriakan kesakitan menggema memenuhi lorong sebuah Goa yang remang.

"Wahai roh sihir yang agung, bisakah kau menolong kami?"

Sepasang mata merah menyala muncul dari kegelapan. Matanya yang memancar, menangkap dua sosok lusuh dengan nafas yang setengah sekarat. Suara gemerisik rantai di ikuti dengusan yang bergema terdengar begitu jelas.

"Apa yang kau harapkan dariku? Dibandingkan tertolong, aku rasa sekarat lebih cocok untuk manusia lemah."

Edmund merasa tertohok dengan jawaban kejam yang terdengar santai namun melukai harga dirinya.

"Pergilah, aku benci orang yang mengemis!"

Edmund tersenyum masam, betapa tak berharga sosoknya di hadapan monster sihir kutukan terbesar itu.

"Kau akan menyesal jika membiarkan kami mati di sini, aku tidak akan memberitahumu situasi menguntungkan apa yang sekarang terjadi di luar sana."

"Aku tidak tertarik dengan apa pun kecuali waktu kebebasanku."

"Jika aku katakan keturunan Solvack akan menghancurkan 7 Pangeran dalam ramalan, apa kau tertarik?"

Monster kegelapan yang semula abai kini merasa sedikit tertarik & penasaran dengan informasi tipis dari bawahan kepercayaan Nathair itu. Monster itu sejenak menimbang dalam pikirannya.

"Jika bukan karena berita kebebasanku, aku tidak akan pernah mau memberikan secuil energiku pada makhluk sampah yang sekarat!"

Edmund agak kaget, ia tak menyangka akan semudah itu memprovokasi monster itu hanya dengan informasi tipis yang belum memiliki hasil akhir sama sekali.

"Apa kau sudah tahu aturannya?"

"Aturan? Aturan apa?"

"Untuk menampung energi dariku di butuhkan tumbal untuk masing-masing jiwa yang menerimanya, meski pun energi yang akan aku lepaskan hanya seujung kuku saja."

XAVIER & THE 7 PRINCES OF THE WINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang