41. 'Ilusi'

21 4 0
                                    


Kutukan sihir darah milik pihak musuh masih menjadi akselerator terbaik di medan peperangan saat ini. Rasa sakit & perasaan ingin membunuh secara membabi buta melahap kesadaran para prajurit di sana. Bak koloni zombi semua yang ada di sana saling menyerang tanpa memedulikan lagi kawan mau pun lawan.

Kerumunan prajurit yang berada di bawah kendali sihir itu membuat keberadaan Hadriel terombang-ambing karena sibuk menghindari serangan mereka yang terus mengganas.

"Ah, sial. Ini benar-benar menjengkelkan!" umpat Hadriel. Ia terlihat sibuk menangkis tiap serangan tanpa melukai mereka.

Tak memperhatikan sekitar, tanpa di sengaja punggung Hadriel & Dacian saling bertemu satu sama lain. Mereka tak menyadari telah seberapa jauh terseret dari titik koordinat sebelumnya.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau malah kemari?" Nada suara Dacian terkesan agak jengkel.

"Kau pikir apa? Dengan situasi semacam ini kau pikir hanya aku yang melenceng jauh dari titik koordinat awal?" balasnya kesal.

Percakapan itu terjadi di tengah kerepotan mereka yang harus terus menghindar dari serangan.

"Sampai kapan kita harus menghindari mereka seperti ini? Ini benar-benar menjengkelkan sekali."

Di tengah-tengah kesibukannya, sejenak Dacian memutar otak. Meskipun kini ia menjadi pemimpin di medan pertempuran, dalam situasi sekarang ia benar-benar tak dapat mengambil keputusan sebijak Aillard untuk saat ini. Banyak ke khawatiran yang muncul saat dirinya memikirkan keputusan yang hendak ia finalkan.

"Aku benci mengatakan ini. Tapi, bertindak beringas di situasi sekarang adalah jalan keluar terbaik. Aku harap semesta mengampuni dosa kita berdua!"

"Itu memang masuk akal jika yang kita lawan adalah musuh, tapi keadaannya sekarang rumit. Bahkan kita tidak tahu yang mana kawan & lawan di situasi sekarang."

"Cih!"

Dacian sangat mengerti apa yang di rasakan Hadriel. Di sisi lain sebagai pemimpin ia pun tak bisa bertindak gegabah. Banyak nyawa di tengah-tengah mereka yang sebagian tak layak untuk di rampas hidupnya.

"Semoga Nathaniel segera mengatasinya dengan cepat sebelum Hadriel melenyapkan semua orang tak berdosa di medan pertempuran ini sendirian," gumam Dacian.

Di langit biru yang tak terbatas, tiba-tiba cahaya terik matahari perlahan-lahan di telan oleh bayangan hitam. Perasaan frustrasi & marah bercampur aduk menyelimuti situasi yang kini harus di alami Nathaniel.

"Haaa ... kekacauan ini benar-benar indah, bukan?"

"Cih!"

"Jangan berdiri seperti orang bodoh saja, Pangeran. Kemari & lihatlah pemandangan seru ini."

"Kau pikir aku akan diam saja dengan ini semua? Jika saja aku dapat mengendalikan tubuhku, mungkin sejak tadi aku sudah menghancurkanmu!"

"Ha...? Hahaha!!"

"Kau selalu membuatku terhibur, Pangeran. Lihat, saking bahagianya air mataku sampai meleleh."

Di tengah percakapannya dengan Deshawn, tiba-tiba sebuah koneksi tersambung di benak Nathaniel.

"Apa yang kau lakukan?! Kau telah membuat suasana hati Hadriel memburuk sekarang."

"Berhenti membebaniku, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Katakan padanya untuk bertahan sedikit lagi, jika tidak, kita akan kehilangan seluruh pasukan kita juga."

Jauh di atas sana mimik kesenangan Deshawn berubah menjadi wajah kesal saat Nathaniel kedapatan tengah sibuk berbincang.

"Aku benci saat orang-orang memalingkan wajahnya dariku!"

XAVIER & THE 7 PRINCES OF THE WINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang